Loading...
HAM
Penulis: Eben E. Siadari 11:41 WIB | Selasa, 24 Mei 2016

HRW Desak PBB Awasi Penggalian Kuburan Massal Tragedi 1965

Ilustrasi. Jalan menuju kuburan massal korban Tragedi 1965 di Semarang (Foto: ABC News/Adam Harvey/Ari Wuryatama)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga advokasi Hak Asasi Manusia (HAM) internasional, Human Right Watch (HRW), mendesak agar komunitas internasional dan Perserikatan Bangsa-bangsa terlibat dalam upaya mengawasi penggalian kuburan massal Tragedi 1965 yang saat ini tengah direncanakan pemerintah.

Namun pada saat yang sama, lembaga itu juga menyerukan agar penggalian kuburan massal itu ditunda sampai tersedia ahli forensik untuk membantu. Pmerintah juga harus mengatur keamanan di situs kuburan massal untuk mencegah penggalian yang tidak sah.

Hal ini disampaikan oleh HRW dalam siaran persnya akhir pekan lalu, menyusul surat yang telah mereka kirimkan kepada Presiden Joko Widodo pada 16 Mei lalu.

Pada surat itu, HRW mendesak pemerintah untuk mengerahkan ahli forensik yang trampil dan berpengalaman untuk memastikan penggalian dilakukan sebagai bagian dari proses yang cermat dan sistematis yang melindungi bukti penting dan memungkinkan untuk identifikasi mayat.

Menurut HRW, identifikasi kemungkinan korban dan penyebab kematian merupakan komponen kunci dari proses menuju ganti rugi dan mengakhiri kejahatan serupa terulang.

"Penggalian kuburan massal korban 1965-1966 merupakan langkah penting menuju akuntabilitas layak mendapat dukungan dari rakyat Indonesia dan dari negara-negara donor," kata Phelim Kine, wakil direktur Asia HRW, sebagaimana disiarkan oleh situs resmi lembaga itu, hrw.org.

"Tapi pemerintah harus mengakui bahwa kuburan massal merupakan lokasi kejahatan yang membutuhkan keahlian forensik khusus untuk memastikan pelestarian bukti dan identifikasi jenazah secara akurat."

Presiden Joko Widodo pada 25 April lalu telah menginstruksikan Menkopolhukam, Luhut Binsar Pandjaitan, untuk memulai mendokumentasikan lokasi kuburan massal yang diperkirakan merupakan tempat dari lebih 500.000 korban pembantaian karena diduga terlibat sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) pada  1965-1966.

Pada 9 Mei lalu pemerintah  mengumumkan akan membentuk tim untuk menyelidiki daftar 122 dugaan situs kuburan massal yang disusun oleh kelompok advokasi korban. Pemerintah belum menjelaskan komposisi tim penggalian atau apakah itu akan mencakup para ahli forensik yang berpengalaman dalam penggalian kuburan massal tersebut.

HRW berpendapat penggalian tanpa ahli forensik dapat menghancurkan bukti penting dan sangat menyulitkan identifikasi jenazah. Di tempat-tempat seperti Kosovo dan Irak, penggalian spontan dan tidak terorganisir sangat rumit dalam mengidentifikasi korban dan menghancurkan barang bukti.

HRW menilai pemerintah internasional dan PBB harus mendukung penyelidikan kuburan massal oleh pemerintah Indonesia. Negara donor internasional harus membantu membiayai pelestarian dan analisis bukti yang bisa menjadi vital untuk proses akuntabilitas dalam negeri di masa depan untuk mengatasi kejahatan berat.

Penyediaan ahli forensik asing juga  harus fokus baik pada proses pengumpulan bukti pidana dan identifikasi kemanusiaan atas jasad yang masih tersisa, sehingga jenazah dapat dikembalikan kepada keluarga.

"Tekad pemerintah Indonesia untuk menggali kemungkinan situs kuburan massal adalah sebuah tindakan politik yang berani menuju akuntabilitas yang selama setengah abad ditentang dan disanggah pemerintah," kata Kine.

"Tapi penggalian tergesa-gesa yang dilakukan tanpa ahli trampil dan berpengalaman yang diperlukan dapat merusak bukti penting dan serius yang menghambat upaya untuk membawa keadilan bagi para korban 1965-1966."

 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home