Loading...
RELIGI
Penulis: Putu Ayu Bertyna Lova 00:00 WIB | Selasa, 26 Maret 2013

Human Rights Watch Kecam SBY Soal Pembongkaran HKBP Bekasi

Human Rights Watch Kecam SBY Soal Pembongkaran HKBP Bekasi
HKBP Taman Sari yang telah dibongkar (hrw.org)
Human Rights Watch Kecam SBY Soal Pembongkaran HKBP Bekasi
Human Rights Watch Kecam SBY Soal Pembongkaran HKBP Bekasi
Human Rights Watch Kecam SBY Soal Pembongkaran HKBP Bekasi

[NEW YORK] Direktur Human Rights Watch untuk kawasan Asia, Brad Adams mengecam pembongkaran Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Taman Sari, Setu, Bekasi, Jawa Barat pada Jum’at (22/3). Pembongkaran ini dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang saat itu datang beserta Forum Umat Islam Taman Asri (FUIT), dan dilakukan atas perintah langsung Bupati Bekasi, Neneng Nurhasanah Yasin.

Adams mengatakan bahwa Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono harus mengatakan kepada pemerintah daerah untuk tidak menghancurkan rumah-rumah ibadah dan mencabut peraturan diskriminatif pada struktur agama. “Pembongkaran gereja di Bekasi yang dilakukan pemerintah, tidak hanya melanggar kebebasan beragama, tetapi akan mengipasi api perpecahan agama di Indonesia" kata Adams, seperti diberitakan dalam Human Right Watch.

Pembongkaran Gereja HKBP tersebut menjadi pembongkaran pertama yang dilakukan karena protes oleh organisasi islam. Alasannya, karena HKBP Taman Sari tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Sebuah video pembongkaran menggambarkan, jemaat HKBP Taman Sari menangis dan menjerit, memohon satpol PP tidak menghancurkan gereja mereka, sementara ratusan petugas polisi dan tentara menjaga kawasan tersebut. Anggota FUIT berdiri di luar gereja, sambil meneriakan ayat-ayat Alquran ketika bangunan itu dibongkar.

"Menghancurkan rumah ibadah agama minoritas akibat desakan dari agama mayoritas menciptakan preseden yang berbahaya, pemerintah dapat melepaskan kekuatan yang tidak akan mampu dikendalikan", lanjut Adams.

Peraturan pembangunan rumah ibadah di Indonesia memang seakan-akan diperuntukan bagi semua agama. Namun pada pelaksanaannya, hal ini hanya diperuntukan bagi agama minoritas. Dalam beberapa kasus, persetujuan untuk pembangunan gereja setidaknya memakan waktu 10 sampai 20 tahun.

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), sebagai payung dari gereja-gereja Protestan, telah berulang kali meminta pemerintah untuk mencabut dekrit tahun 1969. Pada bulan Maret 2006, Menteri Agama, Maftuh Basyuni dan Menteri Dalam Negeri, Mohammad Ma'ruf telah mengubah dekrit tahun 1969 dengan mengeluarkan peraturan baru yang pada dasarnya memungkinkan pemerintah daerah untuk memberikan lisensi pembangunan rumah ibadah.

Keputusan ini mengatakan bahwa pembangunan rumah ibadah harus didasarkan pada kebutuhan dan komposisi penduduk di suatu daerah. Izin untuk membangun rumah ibadah membutuhkan nama dan KTP minimal dari 90 jemaat, surat dukungan dari setidaknya 60 warga setempat lainnya, dan rekomendasi tertulis dari Departemen Agama dan Forum Kerukunan Umat Beragama (Forum Kerukunan Umat Beragama/ FKUB), sebuah badan konsultatif para pemimpin agama setempat.

Human Rights Watch mencatat penutupan lebih dari 30 gereja di Jawa dan Sumatera, dan sebuah masjid di Kupang, antara tahun 2010 dan 2012. Yang dilakukan oleh Organisasi Masyarakat (ormas) Islam yang merusak, dan kadang-kadang membakar rumah ibadah yang mereka sebut gereja ilegal.

Sejak SBY menjabat pada Desember 2004, telah terjadi peningkatan kekerasan terhadap Ahmadiyah, Kristen, Syiah, dan agama minoritas lainnya. Lebih dari 430 gereja telah diserang, ditutup, atau dibakar sejak tahun 2004, sesuai catatan PGI. Menurut statistik Departemen Agama pada tahun 2010, Indonesia memiliki lebih dari 243.000 masjid dan hampir 59.000 gereja.

Adams menambahkan, bahwa pemerintah harus memiliki komitmen untuk melindungi kebebasan beragama bagi seluruh lapisan masyarakat. Jika pemerintah menyerah pada ekstrimisme, hanya akan menimbulkan perpecahan sosial dan kekerasan di masa depan.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home