Loading...
EDITORIAL
Penulis: KP1 14:44 WIB | Kamis, 04 April 2013

Indonesia Perlu Pemimpin Yang Bisa Menjadi Model

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegur sejumlah menteri yang dinilainya sibuk urusan politik dan lupa menjalankan tugas. Hal ini berkaitan dengan kelalaian pemerintah, sehingga harga sejumlah komoditas naik secara tidak rasional. Teguran tersebut disampaikan SBY dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi media massa beberapa hari lalu di Jakarta.

 

Apakah teguran itu akan efektif untuk mengubah kinerja menteri? Bukankah beberapa pekan lalu banyak pengamat politik mengkritik SBY karena sibuk mengurus Partai Demokrat (PD) yang sedang diguncang berbagai masalah internal?

 

Sekarang SBY sendiri telah ditetapkan menjadi Ketua Umum PD, merangkap sebagai Ketua Majelis Tinggi dalam Kongres Luar Biasa akhir pekan lalu di Bali. Selain itu ada Syarif Hasan yang ditugasi sebagai Pelaksana Harian Ketua Umum PD, Menteri Perhubungan (EE Mangindaan) yang ditugasi sebagai Ketua Harian Majelis Tinggi PD, dan Marzuki Ali (Ketua DPR) yang mendapat tugas baru sebagai Wakil Ketua Majelis Tinggi PD.

 

Keputusan ini mengundang kritik, karena muncul di tengah berbagai masalah yang melanda bangsa Indonesia, seperti bencana, kriminalitas, lemahnya penegakan hukum, dan konflik di masyarakat yang belum diatasi secara serius dan tuntas melalui tindakan nyata pemerintah.

 

Tegurannya kepada menteri bisa jadi tidak efektif, karena sebagai pemimpin tidak tidak mencerminkan keteladanan. SBY sendiri tampaknya tidak memahami tentang tegurannya pada para menterinya. Bahkan belakangan lebih sibuk bertemu dengan sejumlah purnawirawan jenderal, para pemimpin ormas Islam, dan para pemimpin redaksi media massa. Pernyataan yang disampaikan ke publik justru menyinggung soal adanya isu kudeta.

 

Isu ini mengejutkan bagi publik, karena rekayat justru sedang berkutat dengan berbagai masalah mendasar, tetapi disodori wacana tentang kudeta. Ini isu dan gagasan naif, karena tahun depan pemerintahan baru akan terbentuk dari mandat konstitusi: Pemilu. SBY justru menunjukkan perhatiannya yang lebih besar pada masalah politik praktis dibandingkan pada kepentingan warga negara. Dan isu kudeta ternyata “pepesan kosong.”

 

Oleh karena itu, di tengah kesesakan oleh tekanan ekonomi, rakyat menyaksikan presiden menegur menteri yang sibuk dalam politik, tetapi mempertunjukkan hal yang serupa. Performa pemerintahan yang seperti ini menegaskan krisis kepemimpinan dan keteladanan. Sebab, rakyat akan percaya pada tindakan dan bukan kata-kata belaka. Apalagi kata-kata kosong.

 

Apakah keputusan dalam PD akan memperbaiki elektabilitas partai itu, bukanlah hal yang mendasar bagi rakyat Indonesia. Fokus rakyat Indonesia adalah apakah mandat yang diberikan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan dijalankan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan menegakkan konstitusi atau tidak. Hal ini merupakan kekhawatiran yang mendasar terhadap pemerintahan dalam kurun dua tahun yang tersisa.

 

Oleh karena itu, dalam kurun dua tahun ke depan yang akan diwarnai pergantian pemerintahan di pusat dan daerah, masalah ini harus menjadi pelajaran penting bagi bangsa ini, khususnya mereka yang memandang diri layak jadi pemimpin. Indonesia, dan bangsa di mana pun, memerlukan pemimpin yang bisa menjadi model. Yang menjadi pelaku atas apa yang diucapkannya sendiri. Indonesia membutuhkan pemimpin yang berpihak pada rakyat dan mengutamakan tugas seperti yang diamanatkan oleh konstitusi, bukan figur yang haus kekuasaan.

Editor : KP1


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home