Loading...
DUNIA
Penulis: Melki Pangaribuan 21:12 WIB | Selasa, 21 Juli 2020

Inggris Tangguhkan Perjanjian Ekstradisi Hong Kong

Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, di hadapan sidang parlemen Inggris di London, 20 Juli 2020. (Foto: Berbagai sumber/AFP)

LONDON, SATUHARAPAN.COM – Inggris, hari Senin (20/7) menangguhkan perjanjian ekstradisi dengan Hong Kong. Penangguhan dilakukan guna mencegah seseorang diekstradisi dari Inggris ke Hong Kong, hanya untuk dikirim ke China. Inggris juga memblokir penjualan senjata ke bekas wilayahnya.

Sementara ketegangan meningkat dengan China, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengatakan ia prihatin atas undang-undang baru dan atas dugaan pelanggaran HAM di China, khususnya terhadap minoritas Uighur. Dia menggambarkan tindakan yang diambil hari Senin itu sebagai "masuk akal dan tepat."

"Pemerintah memutuskan menangguhkan perjanjian ekstradisi itu segera dan tanpa batas waktu. Dan saya juga hendak memberi tahu Majelis bahwa kita tidak akan mengaktifkan perjanjian itu lagi kecuali bila, dan hanya kalau, ada pengamanan yang jelas dan tegas yang bisa mencegah ekstradisi dari Inggris disalahgunakan di bawah undang-undang keamanan nasional yang baru," kata Raab.

Raab mencontoh Amerika, Australia dan Kanada yang menunda perjanjian ekstradisi dengan Hong Kong.

Embargo senjata memperluas langkah yang diberlakukan terhadap China pada tahun 1989. Itu artinya, Inggris tidak akan mengizinkan ekspor senjata yang berpotensi mematikan. Itu berlaku untuk komponen, amunisi, serta peralatan yang mungkin digunakan untuk penindasan di dalam negeri seperti belenggu, senjata api dan granat asap.

Kajian terhadap langkah ekstradisi dilakukan hanya beberapa hari setelah Inggris membatalkan rencana memberi Huawei, perusahaan telekomunikasi China, peran dalam jaringan baru ponsel berkecepatan tinggi di Inggris. Pembatalan dilakukan di tengah kekhawatiran akan keamanan seiring meningkatnya ketegangan antara China dan negara-negara Barat.

Pemerintahan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengkritik keputusan China menerapkan undang-undang baru keamanan nasional di Hong Kong. Inggris menuduh pemerintah China secara serius melanggar Deklarasi Bersama China-Inggris di mana Inggris mengembalikan kendali atas Hong Kong kepada China pada tahun 1997. Inggris mengumumkan membuka rute khusus bagi hingga 3 juta penduduk Hong Kong yang memenuhi syarat untuk menjadi warga negara Inggris.

China menuduh Inggris menjadi calo Amerika. Sebagai reaksi atas langkah hari Senin, China memperingatkan Inggris agar 'berhenti melangkah ke arah yang salah'.

Duta Besar China untuk Inggris, Liu Xiaoming, baru-baru ini menggambarkan langkah itu sebagai "gangguan besar" dalam urusan China. Dia menuduh negara-negara Barat hendak memancing kerusuhan dengan China.

“Orang menilai China semakin agresif. Itu sangat salah," kata Liu kepada BBC. China, menurut Liu, tidak berubah. Negara-negara Barat, dipimpin Amerika, yang memulai apa yang disebut Perang Dingin baru terhadap China.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo hari Senin berangkat ke Inggris dan Denmark di mana China dan Huawei diperkirakan menjadi agenda.

Hubungan Amerika-China berada pada titik terendah dalam puluhan tahun setelah ketegangan terkait pandemi global virus corona, pengerahan militer China di Laut Cina Selatan, perlakuan negara itu terhadap Muslim Uighur dan surplus perdagangan China. (VOA)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home