Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 08:56 WIB | Kamis, 03 Desember 2015

Ironis, Rakyat Papua Justru Dicela dalam Transkrip Setya Novanto

Ketua DPR RI, Setya Novanto (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rakyat Papua yang merupakan warga paling dekat dan seharusnya paling merasakan kehadiran perusahaan PT Freeport Indonesia (PTFI), justru banyak dicela dan bahkan nyaris jadi bahan olok-olok dalam percakapan antara Ketua DPR, Setya Novanto (SN), bersama Presiden Direktur PTFI, Maroef Sjamsoeddin (MS) dan pengusaha Muhammad Riza Chalid (MR).

 Transkrip rekaman percakapan mereka yang di dunia maya sering dijuluki percakapan "Papa Minta Saham," diperdengarkan dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada hari Rabu (2/12) di Gedung DPR Jakarta. Mahkamah itu diselenggarakan untuk memutuskan apakah Setya Novanto melakukan pelanggaran etik dalam kasus ini.

Dalam percakapan tersebut, sangat kuat kesan bahwa kepentingan rakyat Papua tidak banyak bahkan nyaris tidak dibicarakan dalam diskusi mereka tentang divestasi saham PT Freeport mau pun tentang bagaimana membangun Papua. Rakyat Papua dan budayanya, bahkan terkesan dipandang sebagai penghambat pembangunan di sana. Juga dikemukakan bahwa rakyat Papua tidak mengerti bahwa mereka sudah dibantu untuk ditingkatkan kesejahteraannya.

Hal ini antara lain dikatakan oleh Pakar Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nuisa Bhakti. "Nasib rakyat Papua sama sekali tidak dibicarakan dalam rekaman yang kita dengar ini," kata dia, dalam talk show Metro TV, Rabu (2/12).

Dalam salah satu segmen percakapan tersebut, perilaku masyarakat Papua dianggap penghambat, ketika para tokoh membicarakan pembangunan pabrik semen di Timika. Presiden Direktur PT Freeport mengungkapkan sulitnya memperoleh lahan di Papua. Bahkan, lawan bicaranya menyebut provinsi Papua tersebut provinsi Dajjal.

"Pak, masalah lahan di Papua itu juga masalah besar. Masalah hak ulayat itu susah. Pak Riza mau bangun di sana, berhubungan sama yang punya, Pak Iza sudah bayar. Nanti pamannya datang kamu bayar ke dia, saya mana. Datang lagi keponakannya. Itu yang bikin perang suku Pak," kata MS, dalam transkrip yang juga ditayangkan di televisi.

Contoh lain, ia ungkapkan tentang kepastian hukum.

"Kepastian hukumnya tidak ada. Ada kebon sawit besar bagus cantik udah jadi Pak. Tiba-tiba ditutup sama gubernur katanya merusak alam. Kasihan Pak buat investor. Itu orang  jadi males menginvestasi," kata MS lagi.

Lantas, MR menimpali dengan mengatakan, "Provinsinya Dajjal," disambung oleh MS dengan mengiyakan, "Betul Pak zamannya Dajjal."

MS juga mengingatkan agar berhati-hati dengan rakyat Papua.

"Saya sudah tahu Papua, bagaimana antropologinya. Hati-hati Pak, gak semudah itu," kata MS.

Dalam percakapan itu MS menyiratkan kejenuhan membantu masyarakat Papua karena di mata dia rakyat Papua menginginkan PT Freeport seperti Sinterklas.

"Gak semudah itu Pak Papua. Mengedukasi mereka untuk merasa bahwa mereka akan dibangun untuk kesejahteraan mereka, tidak mudah Pak. Costnya tinggi Pak, betul. Kita bangun sekolah, minta dibangun rumah sakit. Tapi kalau ajak pers, hormat Bapak. Masak kita Sinterklas terus," kata MS lagi.

MR menimpali: "Itu ya Freeport pernah bangun pagar yang bagus, yang indah itu buat di gedung. Itu yang bikin perusahaan gua. Punya pabrik di Bandung. Itu besinya di bawa pakai pesawat ke sana. Pegawai saya di bawa pakai pesawat. Gak tahu masih ada apa enggak sekarang. Loe bayangin, tukang-tukang gua naik pesawat."

"Anu itu memang soal sikap mental Pak," kata MS.

Di bagian lain pembicaraan, mereka memperbicangkan Gubernur Papua, Lukas Enembe, yang dinilai kurang paham mengenai teknologi smelter.

"Sudah ada komitmen, Gubernur Lukas itu sudah mengeluarkan statemen itu. Cuma kan ada kemungkinan, ini gubernur punya pemikiran bahwa semua smelter semua spesifikasinya sama. Di setiap komoditas mineral itu, mainnya itu beda. Tidak bisa tembaga atau emas itu makan nikel atau bauksit. Dia pergi ke China nyari. Teknologinya nikel dan bauksit. Kalau teknologi tembaga emas itu adanya di Jepang. Dia salah langkah Pak. Gitu lho Pak. Makanya dia agak mandeg mau membangun smelter. Kan teknologinya beda pak. Njlimet itu pak teknologi setelah saya pelajari. Yang top itu teknologinya Mitshubishi," kata MS.

MS juga mengungkapkan bahwa Gubernur Lukas kini sudah mulai banyak mendapat perlawanan dari lawan politiknya.

"Yang anti sama gubernur juga banyak lho pak. Yang dulu sakit hati sama gubernurnya sekarang sudah mulai kuat lho Pak," kata MS.

"Wagub itu belum tentu bisa jalan sama gubernurnya," lanjut dia lagi.

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia dijadwalkan akan menjalani pemeriksaan di MKD pada hari ini, Kamis (3/12). Diperkirakan MKD akan mencecar dia perihal ini.

Lukas Enembe sendiri kemarin (2/12) mengeluarkan pernyataan keras tentang "Orang Jakarta" yang menurutnya terlalu banyak bicara tentang Freeport.

"Ada banyak orang yang tidak pernah tahu tentang Papua, tapi bicaranya pintar sekali. Lebih baik tidak usah berbicara. Saya bicara bukan untuk kepentingan pribadi saya sendiri, tapi untuk kepentingan rakyat Papua. Kita tidak mau seperti orang di Jakarta yang berbicara untuk kepentingan pribadi mereka," kata Lukas, sebagaimana dikutip oleh Antara.

Dalam percakapan tersebut terungkap pula keengganan PTFI membangun smelter di Papua, karena lebih menginginkan membangun smelter di Gresik. Namun, Presiden Joko Widodo bersikeras agar smelter dibangun di Papua.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home