Loading...
RELIGI
Penulis: Endang Saputra 07:04 WIB | Senin, 31 Agustus 2015

Islam Nusantara Benteng Masuknya Paham Transnasional

Ilustrasi. Sejumlah Muktamirin Muktamar ke-33 NU bersalaman dan mencium tangan Ketua Umum Tanfidziyah PBNU, Said Aqil Siradj, yang Laporan Pertanggungjawaban kepengurusannya baru diterima. (Foto: Dok.satuharapan.com/Martahan Lumban Gaol)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Prof. Mahasin, mengatakan warga Nahdlatul Ulama perlu mengimplementasikan konsep Islam Nusantara yang dinilai mampu menjadi benteng masuknya paham transnasional.

"Bukan hanya sekadar slogan, harus menjadi konsep pengamalan nilai Islam dalam kehidupan nyata sehingga mampu membentengi paham keagamaan yang tidak cocok dengan kondisi di Indonesia," kata Mahasin dalam sarasehan tokoh agama dan masyarakat dengan tema "Menuju Islam Nusantara Berkemajuan di Yogyakarta, hari Minggu (30/8).

Konsep penerapan Islam Nusantara seperti yang diangkat sebagai tema utama Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 di Jombang, Jawa Timur itu, ia tegaskan, bukan merupakan aliran baru dalam Islam, melainkan konsep pengamalan nilai-nilai Islam dengan tanpa menafikan budaya-budaya Nusantara.

"Apalagi budaya lokal di Nusantara sejak awal telah memiliki kearifan tersendiri dengan mengutamakan unsur kedamaian, tata krama, dan toleran," kata dia.

Menurut Mahasin, masyarakat khususnya umat Islam di Indonesia, saat ini cenderung terbuka dan menyerap berbagai paham keagamaan "transnasional" atau yang berasal dari luar negeri seperti ekstrimisme dan liberalisme.

"Termasuk meniru budaya atau ciri khas berpakaian di mana paham itu berasal. Padahal cara berpakaian belum tentu berhubungan dengan Islam melainkan hanya menggambarkan budaya negara setempat," kata dia.

Sayangnya, setelah meniru dan menyerap paham transnasional, ia mengatakan, kebanyakan menganggap bahwa pemahaman keagamaan termasuk budaya yang diserap itu merupakan yang paling benar dan paling asli dibanding pemahaman yang lain.

Selain itu, Mahasin mengatakan, munculnya berbagai pemahaman transnasional juga membuat hubungan antarumat Islam di Nusantara menjadi renggang, sebab dengan paham impor tersebut banyak umat Islam di Indonesia berubah memiliki cara pandang yang kaku dan cenderung keras dalam menghadapi perbedaan.

"Seperti aksi pemukulan sedemikian rupa terhadap penganut paham Syiah dan Ahmadiyah. Ini siapa yang bertanggung jawab? itu bukan cara yang digunakan oleh ajaran Islam yang asli, karena di dalam Islam orang yang berbeda tidak lantas dipukuli," kata Mahasin.(Ant)

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home