Loading...
HAM
Penulis: Wim Goissler 16:41 WIB | Sabtu, 04 November 2017

Isu Papua Masuk Agenda Pertemuan Uskup Oseania 2018 di PNG

Pertemuan Uskup Oseania di Auckland, 2017 (Foto: Ist)

PORT MORESBY, SATUHARAPAN.COM - Pertemuan para uskup katolik negara-negara Oseania akan dilaksanakan pada 11 hingga 18 April 2018 di Airways Hotel di Port Moresby, Papua Nugini. Dalam pertemuan tersebut isu Papua tetap masuk dalam agenda seperti pada tahun-tahun sebelumnya.

Hal ini dikatakan oleh Romo Victor Roche, sekretaris jenderal Federasi Uskup Katolik Oseania atau The Federation of Catholic Bishops Conference of Oceania (FBCO), dikutp dari emtv.com.pg, (02/11).

"FBCO terdiri dari Papua Nugini, Selandia Baru, Solomon Islands, Fiji dan 14 negara kecil lainnya di Oseania. Uskup Katolik dari negara-negara ini, termasuk empat duta besar, empat duta apostolik paus  dan empat sekretaris regional dari AS, Eropa, Asia dan Afrika hadir bersama sekitar 10 tamu internasional," tutur Roche.

Diskusi dalam pertemuan kali ini, kata dia, akan berpusat pada tema, Care for Our Common Home of Oceania: A Sea of Possibilites.

Meskipun demikian, kata dia, isu-isu lain terkait dengan Gereja Katolik di Papua Nugini dan Solomon Islands seperti isu-su pertmabangan dan pengungsi, juga akan dibicarakan.

Sedangkan isu terkait dengan Hak Asasi Manusia, juga diangkat melalui pembicaraan tentang Papua.

Victor mengatakan pihaknya berterimakasih kepada pemerintah Papua Nugini yang telah memberikan kewarganegaraan kepada orang Papua yang tinggal di negara itu.

"Sehingga kita semestinya melangkah lebih jauh dan mengakui status pengungsi mereka dan melanjutkan dialog dengan pemerintah Indonesia," kata Victor.

Isu pelanggaran HAM di Papua telah menjadi salah satu agenda penting yang dibicarakan di forum ini sejak beberapa lama. Dua tahun lalu dalam pertemuan di Port Moresby, Papua Nugini, FBCO mengeluarkan seruan yang mendukung keikutsertaan rakyat Papua dalam Melanesian Spearhead Group (MSG).

Namun dalam pertemuan tahun lalu di Auckland, fokus  perhatian FBCO terhadap isu Papua sedikit bergeser. Tidak lagi menekankan pada perjuangan memperoleh hak-hak politik,  tetapi lebih kepada kehidupan dan integritas kultural rakyat Papua. "Kami tidak mempromosikan pandangan yang berhubunga dengan kemerdekaan," demikian pernyataan mereka di Auckland.

"Bahkan kami percaya, ketika pertanyaaan ini menjadi satu-satunya fokus, kepedulian untuk menegakkan dan memperkuat institusi demokrasi lokal mungkin akan terabaikan." Oleh karena itu seruan mereka lebih menggemakan pada peningkatan kualitas pendidikan di Papua, keadilan dan transparansi di pasar tenaga kerja dan program pelatihan, penghormatan terhadap hak kepemilikan tanah serta batas yang jelas peran militer dan polisi di bidang pertahanan dan perdagangan.

Baca Juga:

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home