Loading...
SAINS
Penulis: Melki Pangaribuan 19:38 WIB | Kamis, 28 November 2013

Jatam: Bank Asing dan Nasional Terlibat Pengerukan Batubara di Indonesia

Jatam: Bank Asing dan Nasional Terlibat Pengerukan Batubara di Indonesia
Peluncuran laporan dan diskusi bertajuk Mautnya Batubara atau Deadly Coal Series II JATAM, pada Kamis siang (28/11) di Retro Cafe, Pancoran, Jakarta. (Foto-foto: Melki Pangaribuan)
Jatam: Bank Asing dan Nasional Terlibat Pengerukan Batubara di Indonesia
Hendro Sangkoyo (Sekolah Ekonomika Demokratik).
Jatam: Bank Asing dan Nasional Terlibat Pengerukan Batubara di Indonesia
Merah Johansyah Ismail (JATAM Kaltim).
Jatam: Bank Asing dan Nasional Terlibat Pengerukan Batubara di Indonesia
Peta pembiayaan tambang batubara oleh sejumlah Bank Asing dan Nasional.
Jatam: Bank Asing dan Nasional Terlibat Pengerukan Batubara di Indonesia
Suasana ruangan cafe.
Jatam: Bank Asing dan Nasional Terlibat Pengerukan Batubara di Indonesia
Mati di Lubang Tambang, salah satu foto yang ditunjukkan Merah Johansyah Ismail.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) melaporkan bahwa lembaga keuangan atau sekuritas sebagai penyokong biaya pengerukan perusahaan Batubara di Indonesia, yang berdampak buruk bagi masyarakat dan kerusakan lingkungan serta ekonomi sosial budaya di lingkar pertambangan.

Financing atau pembiayaan batubara itu akan menyebabkan naiknya sektor ekonomi, yang juga merusak manusia dan sesama,” kata Hendro Sangkoyo dari Sekolah Ekonomika Demokratik, yang disampaikan dalam peluncuran laporan dan diskusi bertajuk “Mautnya Batubara atau Deadly Coal Series II” Jatam, pada Kamis (28/11) siang di Retro Cafe, Pancoran, Jakarta.

27 NGO termasuk Jatam yang tergabung dalam LMN (London Mining Network) pada  Februari 2012 yang lalu, menyampaikan bahwa delapan perusahaan Tambang yang terdaftar di Bursa saham London yang kerap melanggar Hak Azasi Manusia (HAM), merusak Lingkungan, dan tidak ramah budaya setempat dan terlibat skandal pajak serta melanggar aturan hukum setempat.

”Jatam dan LMN mendesak otoritas bursa untuk melakukan pengetatan pengawasan dan membentuk financial conduct authority (FCA), semacam badan otoritas pengawasan yang bertugas mengawasi dan memastikan perusahaan yang terdaftar dan bertransaksi dalam bursa saham London dapat bersih dari kejahatan HAM, Lingkungan, dan pelanggaran Hukum,” kata Jatam dalam laporan Deadly Coal 2 JATAM.

Jatam merincikan, sejumlah pelayanan Bank terhadap pertambangan terdiri dari: kredit modal kerja pertambangan, kredit investasi pertambangan, fasilitas impor tambang, dan Bank garansi Tambang. ”JATAM merekomendasikan agar bursa efek indonesia membuat panel ahli dan menerapkan pengawasan atas kegiatan perusahaan tambang batubara yang berperilaku buruk di daerah mereka beroperasi,” ungkap Jatam.

Data Jatam menyebutkan juga, ada lebih 13 Bank Asing dan delapan Bank Nasional yang terlibat dalam pembiayaan pertambangan di Indonesia. “Nilai investasi asing di Indonesia yang terkait sektor pertambangan adalah 2,6 miliar dolar Amerika Serikat atau 17 persen dari keseluruhan nilai investasi asing hingga bulan juni 2013, yang terdiri dari 208 projek pertambangan di luar sektor migas,” tulis Jatam.

Batubara Energi yang Membawa Maut

Merah Johansyah Ismail dari Jatam Kalimantan Timur mengungkapkan, banyak lubang tambang tidak direklamasi yang membuat anak-anak tewas tanpa proses hukum. Selain itu, lahan pertanian warga dikonversi menjadi areal pertambangan dan membuat warga mengimpor beras dari pulau lain.

“Di kecamatan Samboja (di Kalimatan Timur) dalam lima tahun terakhir mengalami banjir bandang, sekitar 1.500 warga di sana menjadi korban setiap tahunnya. Fasilitas sekolah rusak di sekitar pertambangan,” ungkap Johansyah mencontohkan seraya menampilkan slide foto dokumentasi Jatam Kaltim.

Jatam mengatakan, isu yang sering muncul akhir-akhir ini, baik skala nasional maupun internasional adalah dunia menuju krisis energi dan dunia mewacanakan pemanfaatan clean energi atau energi ramah lingkungan. Akan tetapi, menurut Jatam, banyak istilah atau julukan baru yang disematkan pada komoditas energi batubara ini justru sering membodohi masyarakat lokal.

“Tidak jarang kita mendengar upaya pemanfaatan ‘clean energy’ yang diyakini dapat mengurangi kecanduan terhadap energi fosil. Tak ketinggalan, batubara pun dijadikan wacana sebagai salah satu sumber energi yang bersih (clean coal),” ungkap Jatam.

Jatam menilai, batubara melampaui sebuah energi yang kotor dan sekaligus sebagai energi yang membawa maut (Deadly). “Eksploitasi batubara di Indonesia, telah menjadi babak tersendiri dalam cerita panjang penghancuran lingkungan dan sumber penderitaan bagi masyarakat Kalimantan. Berdasarkan laporan World Develeopment Movement (WDM) terkuak bahwa berbagai bank di Inggris ternyata turut berperan dalam penghancuran tersebut,” kata Jatam.

Jatam berharap, melalui laporan Deadly Coal Series II ini maka masyarakat luas dapat memahami secara komprehensif bahaya batubara yang sesungguhnya. Laporan Deadly Coal Series II diterbitkan dalam tiga versi, antara lain peta GIS digital, peta pembiayaan tambang batubara, serta informasi lain terkait batubara yang dapat diakses melalui situs jatam.org.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home