Loading...
HAM
Penulis: Endang Saputra 16:15 WIB | Selasa, 03 Maret 2015

JBMI: Pernyataan Presiden Hentikan Pengiriman TKI, Menghina

koordinator Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI Indonesia) Karsiwen kedua dari sebelah kiri. di Komnas Perempuan Jalan Latuharhari 4B, Jakarta Pusat, Selasa (3/2). (Foto: Endang Saputra).

JAKARTA,SATUHARAPAN.COM – Koordinator Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI Indonesia) Karsiwen mengatakan sangat Ironis Presiden Joko Widodo beberapa saat yang lalu mengatakan TKW merendahkan martabat bangsa dan berencana menghentikan pengiriman Pembantu Rumah Tangga (PRT).

"Ini merupakan penghinaan kepada para perempuan migran yang selama ini disebut pahlawan devisa. Pemerintah sebenarnya menolak untuk merubah sistem perlindungan buruh migran dan terus menerus menyalahkan korban dan menawarkan solusi yang tidak menyelesaikan. PRT migran tidak butuh jargon, kami butuh payung hukum perlindungan di dalam dan luar negeri. UUPPKILN No 39/2004 harus dicabut sekarang juga agar kami tahu pemerintah memang berniat memberantas perbudakan modern," kata Karsiwen di Komnas Perempuan, Jalan Latuharhari 4B, Jakarta Pusat, Selasa (3/2).

Oleh karena itu, kata Karsiwen pernyataan penghentian PRT migran sama sekali tidak mencerminkan kenyataan sekarang, dimana harga beras melambung tinggi, harga BBM, elpiji, transportasi naik. Sementara upah buruh dan harga beli hasil tani di tingkat petani sangat rendah dan tidak sesuai dengan biaya produksi.

"Saat ini mahalnya semua harga kebutuhan pokok memaksa rakyat dibeberapa daerah mengkomsumsi nasi aking dan beras bulog yang sudah berbelatung," kata dia.

Karsiwen menilai penghentian pengiriman TKI untuk saat ini belum tepat karena kemiskinan dan peluang kerja di dalam negeri semakin akut.

"Apakah mungkin pemerintah bisa menghentikan pengiriman PRT migran jika kenyataan kemiskinan sekarang semakin akut? Pemerintah tidak mampu menciptakan lapangan kerja dan mensejahterakan raksat, namun rakyat yang terpaksa mencari solusi sendiri untuk kelangsungan kehidupan keluarganya menjadi PRT migran malahan dianggap merendahkan bangsa. Ini satu pernyataan yang lari dari masalah dan tanggung jawab," kata dia.

Dikatakan Karsiwen solusi jangka panjang buruh migran adalah penyelesaian kemiskian dan lapangan kerja layak di dalam negeri. 

"Tetapi dengan melalui pembangunan ekonomi nasional yang berorientasi kerakyatan, jaminan tanah bagi rakyat dan lapangan kerja layak. Untuk itu pemerintah harus punya itikad baik dan political will dan menolak campur tangan pengusaha asing yang merampas kehidupan dan martabat rakyat," kata dia.

JBMI, kata Karsiwen mendesak pemerintah untuk menerapkan undang-undang perlindungan sejati yang mengadopsi konvensi PBB 1990 dan ratifikasi konvensi ILO C 189 dimana hak PRT migran harus dijamin melalui MoU dengan negara penempatan dan menciptakan kontrak kerja.

"Agar PJTKI/Agen jera maka harus ada sanksi kriminal jika melanggar dan korban harus punya hak hukum untuk menuntut ganti rugi, diatas itu semua. Hak memilih antara mengurus kontrak kerja sendiri atau melalui agen juga harus dijamin. Ciptakan dan sahkan undang-undang perlindungan PRT di dalam negeri. 

"Beri kami pengakuan hukum sebagai pekerja yang bermartabat dan bukan budak seperti hari ini. Pemerintah harus menjadi tauladan pertama bagi masyarakat Indonesia untuk menghormati dan menghargai PRT," katanya.

Baca juga:

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home