Loading...
EKONOMI
Penulis: Reporter Satuharapan 15:46 WIB | Sabtu, 25 Mei 2019

Jebraw “Jalan-jalan Men”: Inovasi dan Kreativitas Kunci Kembangkan Pariwisata

Ilustrasi. Destinasi pariwisata gunung api purba Nglanggeran di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dikenal hingga mancanegara melalui pengembangan potensi, inovasi, dan promosi. (Foto: GunungKidulpost)

SALATIGA, SATUHARAPAN.COM – Program Studi Destinasi Pariwisata Fakultas Interdisiplin Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) menggelar seminar nasional kepariwisataan, Rabu (22/5) pagi. Seminar diadakan untuk memberikan wawasan bagi mahasiswa mengenai pentingnya pengelolaan dan pengembangan produk wisata.

Bertempat di Balairung Universitas, seminar yang mengangkat tema “Pengelolaan dan Pengembangan Produk Destinasi Pariwisata” itu menghadirkan tiga narasumber berkompeten di bidangnya. Tiga narasumber itu, Sugeng Handoko selaku penggerak desa wisata Nglanggeran Yogyakarta, Naya Anindita konseptor acara “Jalan-jalan Men” di Trans TV, dan Petra G Michael, pembawa acara “Jalan-jalan Men”.

Sugeng Handoko memaparkan, proses mengelola dan mengembangkan destinasi pariwisata sebenarnya tidaklah sulit. Pria yang pernah menerima penghargaan Culturepreneur Award itu menyebut setidaknya ada tiga tahapan yang pernah dia lalui ketika mengembangkan wilayah Nglanggeran menjadi desa wisata.

Awalnya, Nglanggeran di kawasan Gunung Kidul merupakan daerah tandus dan mayoritas masyarakat bekerja di luar daerah atau menjadi petani. “Kalau yang muda memilih kerja di kota, sedangkan yang tertinggal hanya orang-orang tua sebagai petani. Makanya desa ini tidak pernah berkembang, apalagi dilirik wisatawan. Padahal jika dilihat lebih dalam, banyak potensi yang bisa dikembangkan,” kata Sugeng.

Bersama beberapa pemuda, ia kemudian berusaha berinovasi. Menurutnya, apabila sebuah daerah sudah memiliki potensi, yang perlu dilakukan adalah mengelola SDM serta mencari media yang cocok sebagai sarana promosi.

Ketiga hal tersebut menurut Sugeng adalah kunci mengembangkan sebuah daerah menjadi destinasi wisata. Sugeng juga menekankan kepada peserta untuk dapat berkontribusi bagi masyarakat, seperti yang dilakukannya saat ini dapat disebut sebagai social entrepreneur.

Sugeng yang mengaku turut mengembangkan desa wisata Nglanggeran sejak duduk di semester tiga semasa kuliah, mengajak peserta untuk melihat masalah menjadi peluang bisnis yang bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat. Tujuan utama bukanlah profit, melainkan berdampak positif bagi masyarakat dan mampu mengatasi masalah sebuah daerah.

Tidak Kalah dengan Negara Berkembang Lain

Naya Anindita melihat pariwisata Indonesia tidak kalah dengan negara-negara berkembang lainnya. Meskipun, menurut alumnus Jurusan Komunikasi Massa dari Curtin University Australia ini, konsep pemasaran satu destinasi pariwisata dengan yang lain belum sama. Perbedaan tersebut membuat beberapa destinasi pariwisata menjadi kalah pamor dibandingkan yang lain.

“Melalui program acara ‘Jalan-jalan Men’ di salah satu stasiun TV swasta yang pernah saya garap, kami mencoba memasarkan pariwisata melalui video serta film. Cara ini efektif untuk memperkenalkan wisata sebuah daerah, bahkan sejak tahun 1920 di industri perfilman Holywood. Di Indonesia banyak juga film yang sukses meningkatkan jumlah pengunjung suatu daerah wisata seperti film 5 cm,” Naya mencontohkan.

Berdasar pengalaman sutradara film Berangkat yang mengangkat wisata di Banyuwangi dan Bali itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan saat akan mempromosikan potensi sebuah daerah wisata antara lain ide yang jelas dan disertai riset. Yang lain, pemilihan segmentasi penonton, detail konsep, serta karakter host yang mendukung acara.

Hal senada diungkap Petra Michael. Pria yang akrab disapa Jebraw ini mengatakan untuk membuat sebuah acara yang memperkenalkan wisata suatu daerah sukses tidak lepas dari adanya riset. Sebagai seorang host dia pun harus terlebih dahulu melakukan riset, tidak sekadar mengikuti arahan sutradara maupun konseptor.

Disinggung mengenai tips bagi mahasiswa untuk dapat memulai peran sebagai pendukung promosi sebuah destinasi pariwisata, keduanya dengan kompak menyebut dibutuhkan inovasi dan kreativitas. Jebraw menyebut pada dasarnya setiap orang miliki kreativitas, namun sering kali kalah dengan rasa takut, ragu, dan membandingkan dengan karya lain.

Menurutnya musuh kreativitas adalah diri sendiri. Sementara Naya menyebut bagi mahasiwa UKSW dapat mulai menggerakkan potensi wisata daerah dimulai dari lingkungan terdekat, misalnya berinovasi dengan potensi wisata dan kuliner unggulan Kota Salatiga.

Ditemui sebelum acara dimulai, Lasti Nur Satiani selaku koordinator acara, menyebut seminar itu diadakan berangkat dari kurangnya pemahaman tentang pengelolaan dan pengembangan produk wisata bagi pengelola destinasi. Selama ini, ia berpendapat, pengelolaan pariwisata masih fokus pada sektor ekonomi saja, padahal banyak sisi yang harus diperhatikan seperti keberlanjutan dan berbasis pada masyarakat.

“Tidak diragukan, ke depan pariwisata akan terus berkembang asal para pengelolanya dapat melakukan inovasi sehingga tidak tertinggal dari negara lain. Kami berharap, ke depan para peserta yang mayoritas mahasiswa prodi Destinasi Pariwisata dapat berkontribusi di bidangnya namun tetap memberikan kontribusi bagi masyarakat,” tutur salah satu dosen prodi Despar tersebut. (ukdw.edu)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home