Loading...
BUDAYA
Penulis: Francisca Christy Rosana 22:47 WIB | Sabtu, 29 Agustus 2015

Jembatan Masa, Harmoni Patriotik Besutan Dekat

Performa grup musik Dekat di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (29/8). (Foto: Francisca Christy Rosana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Alunan musik pop berseling R&B, rap, hingga dance menghentak-hentak hebat di auditorium Galeri Indonesia Kaya. Sejumlah penonton tak henti-hentinya berdecak sembari bertepuk tangan saat tiga penyanyi kawakan, Mohammed Kamga, Chevrina Anayang, dan Tata, melantunkan tembang-tembang dari daftar mini album mereka. Berseling lagu-lagu nasional, lima lagu dari album ‘Lahir Kembali’ dibawakan apik oleh grup musik yang menamai dirinya Dekat itu.

Delapan lagu dinyanyikan Dekat dihadapan para penonton, mulai dari lagu-lagu milik mereka sendiri seperti Kembali Bekerja, Mana Dusta Mana Nyata, Istimewa, Bila Aku, dan Lahir Kembali hingga lagu nasional seperti Garuda Pancasila, Gugur Bunga, dan Maju Tak Gentar.

“Kami memang secara sengaja diminta untuk membawakan lagu bertema nasionalis karena masih bulan Agustus dan masih bertema kemerdekaan,” ujar Tahir Hadiwijoyo alias Tata kepada satuharapan.com seusai tampil di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (29/8).

Menyanyikan lagu patriotik diakui tak cukup mudah bagi ketiganya. Selain karena sudah lama tak membawakan lagu-lagu nasional, tiap kalimat dari bait-bait lagu tersebut dianggap sudah tak relevan dengan kehidupan saat ini. Seperti Maju Tak Gentar, misalnya. Kamga menganggap lagu itu cocok dinyanyikan saat masa penjajahan. Sementara bila dinyanyikan sekarang, nyawa dari makna tiap baitnya dirasa tak semagis sewaktu dibawakan pada masa perang.

“Kita nggak bisa menangkap lagu karena jarak yang jauh dan gaya hidup yang sudah berbeda. Tapi kami tahu, semangat untuk menyanyikan lagu itu tetap ada,” ujar Tata.

“Cocok dinyanyikan saat membutuhkan tenaga, tetapi maknanya udah nggak sesungguhnya dan seutuhnya,” Chevrina menambahkan.

Terlepas dari persoalan tersebut, Kamga dalam pandangannya berpendapat agar lagu nasional tak sekadar dibawakan sebagai rutinitas di situasi-situasi formal.

“Anak muda zaman sekarang, kita nggak suka sesuatu yang dijadikan rutinitas dan dipaksakan. Lagu nasional selalu dijadikan lagu untuk upacara. Kita bahkan punya lagu kenegaraan yang nggak boleh dinyanyikan kalau tidak pakai musik aslinya, mungkin ini memang untuk ketetapan, tapi justru jadi kaku. Kekakuan nggak cocok dengan anak muda,” ujar Kamga.

Kendati demikian, melalui penampilan mereka sore itu, mantan personel group Tangga ini telah berhasil menumbuhkan semangat nasionalis di diri penonton. Bak menggambarkan miniatur Indonesia, sore itu auditorium terasa hangat dengan ‘sapaan merah putih’ yang dilontarkan Dekat. Melalui nyanyiannya, Dekat secara tak langsung telah menjadi jembatan masa untuk lagu-lagu nasional.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home