Loading...
DUNIA
Penulis: Prasasta Widiadi 06:01 WIB | Rabu, 14 Oktober 2015

Jepang Ancam Tarik Pendanaan ke UNESCO

Ilustrasi: Salah satu korban Tragedi Nanjing Huang Youliang (usia 88 tahun) yang dahulu ditawan Tentara Jepang sebagai perempuan penghibur asal Hainan, kini memiliki penyakit rematik yang serius dan tidak bisa berjalan tanpa bantuan tongkat. (Foto: xinhuanet.com)

TOKYO, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Jepang memberi peringatan kemungkinan akan menarik pendanaan untuk Organisasi Kebudayaan dan Sains Perserikatan Bangsa-bangsa (UNESCO) karena Jepang memprotes keputusan UNESCO yang memasukkan dokumen yang terkait dengan tragedi pembantaian di Nanjing (kini disebut Beijing) dalam catatan organisasi tersebut ke dalam catatan sejarah warisan dunia.

“Saya pikir ini merupakan masalah,” kata Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga kepada wartawan, hari Selasa (13/10).

Kementerian Luar Negeri Tokyo mengatakan pihaknya memberi sekitar 31 juta dolar Amerika (sekitar Rp 422 miliar) kepada UNESCO pada 2014, atau 10,8 persen dari anggaran Jepang untuk PBB.

Yoshihide mengatakan bahwa Jepang memiliki pemahaman yang berbeda dengan Tiongkok terkait Tragedi Nanjing. “Kami sangat menuntut transparansi dan keadilan sehingga proyek pendidikan ini tidak dimanfaatkan secara politik,” kata Yoshihide.  

Pada Jumat (9/10), organisasi budaya dan sains PBB itu menyetujui permintaan Pemerintah Tiongkok untuk memasukan dokumen yang mencatat pembunuhan massal dan pemerkosaan yang dilakukan pasukan Jepang setelah jatuhnya kota Nanjing (kini Beijing, ibu kota Tiongkok) pada 1937 ke dalam catatan sejarah warisan dunia.

Aksi pembantaian itu adalah isu yang sangat sensitif dalam hubungan Jepang dan Tiongkok, sementara Tiongkok menuduh bahwa Jepang tidak berusaha menebus aksi kejahatan itu.

 Peristiwa Pembantaian Nanjing, juga dikenal sebagai Pemerkosaan Nanjing, adalah sebuah episode dari pembunuhan dan perkosaan massal yang dilakukan oleh tentara Jepang terhadap penduduk Nanjing (ibu kota Tiongkok saat ini, Beijing) selama Perang Tiongkok-Jepang Kedua.

Pembantaian terjadi selama periode enam minggu mulai sejak tanggal 13 Desember 1937, hari itu Jepang menguasai Nanjing, yang kemudian menjadi ibu kota Tiongkok.  

Selama periode ini, antara 40.000 hingga lebih 300.000 (perkiraan bervariasi) warga sipil Tiongkok dilucuti dan dibunuh oleh Tentara Kekaisaran Jepang.

Salah satu korban Tragedi Nanjing  Huang Youliang (usia 88 tahun) yang dahulu ditawan Tentara Jepang sebagai perempuan penghibur asal Hainan, kini memiliki penyakit rematik yang serius dan tidak bisa berjalan tanpa bantuan tongkat.

Sejak aktivitas Huang terbatas di tempat tidur dengan penyakitnya selama bertahun-tahun, ia menginginkan  permintaan maaf resmi dari pemerintah Jepang.

Ia menjelaskan sedikit tentang tragedi Nanjing, Huang ditangkap tentara Jepang pada tahun 1941, dia ditangkap di wilayah otonom Lingshui tempat dia tinggal. Huang yang kala itu masih berusia 14 tahun  ditangkap oleh patroli tentara Jepang saat dia bekerja sendirian di sebuah peternakan. 

Setelah diperkosa dan dipukuli di rumah bordil milik tentara Jepang setiap malam selama hampir tiga bulan, dia  menderita traumatis kekerasan seksual dan psikologis. 

“Mereka (tentara Jepang) hanya datang ke rumah bordil dan menunggu dalam antrean memperkosa saya. Kini, saya tidak ingat berapa kali saya dianiaya setiap hari,” kata Huang.

Dia menyebut tidak punya pilihan lain selain  tunduk ke tentara Jepang, atau tentara akan membunuh orang tuanya.  (Ant/wikipedia.org/xinhuanet.com).

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home