Loading...
INDONESIA
Penulis: Sotyati 09:06 WIB | Kamis, 18 September 2014

Jimly: Indonesia Perlu Komnas Pelindungan Lingkungan Hidup

Jimly Asshiddiqie (kanan). (Foto: Elvis Sendouw)

BOGOR, SATUHARAPAN.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Lingkungan Hidup harus segera dibentuk sebagai implementasi dari Konstitusi Hijau atau green constitution demi kelangsungan hidup masyarakat.

"Pelanggaran terhadap lingkungan sudah cukup tinggi, terutama di abad ke-20 kerusakan lingkungan semakin menjadi-jadi dan berkaitan dengan demokrasi," katanya di Bogor, Kamis (18/9).

Ia mengatakan Undang-Undang Dasar kita sudah green constitution, hanya saja implementasinya belum. Maka itu perlu ada Komnas Perlindungan Lingkungan Hidup, agar pelanggar atau pelaku kerusakan lingkungan bisa diadili seberat-beratnya.

Jimly menjelaskan, isu lingkungan hidup sudah menjadi perhatian dunia internasional hampir setengah abad lamanya.

Lingkungan hidup termasuk tiga isu besar di dunia bersama hak asasi manusia dan pemberantasan  korupsi.

Sejumlah negara telah mengeluarkan produk hukum berkaitan dengan lingkungan hidup. Termasuk Indonesia, dalam Undang-Undang Dasar 1945 sudah memiliki nuasa hijau yang termuat dalam Pasal 28 H ayat (1), yang menyebut setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berharap memperoleh pelayanan kesehatan.

Pasal berikutnya, Pasal 33 ayat (4), juga menyebutkan pembangunan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Namun, lanjut Jimly, implementasi dari nuasa hijau dalam UUD 1945 tersebut belum dijalankan. Ini terbukti dengan masih banyaknya terjadi kerusakan lingkungan di Indonesia, baik perorarangan, penguasa, maupun oleh swasta.

Untuk itu, langkah implementasi pertama, yakni perlu menuangkan semua kebijakan dalam bentuk undang-undang dan peraturan agar di-review konstitusionalnya, sehingga bila produk undang-undang pengajuannya ke Mahkamah Konstitusi sedangkan peraturan diajukan ke Mahkamah Agung. "Supaya kebijakan negara itu diuji konstitusionalnya dengan begitu konstitusi bisa ditegakkan," katanya.

Implementasi dari konstitusi hijau, lanjut Jimly, adalah dengan menegakkan semua pasal undang-undang tentang lingkungan hidup dalam praktiknya sehingga para pencemar lingkungan dibuat jera.

"Caranya dengan Komnas Pelindungan Lingkungan Hidup. Lembaga ini bisa diwujudkan, misalnya dengan memberikan kewenangan kepada Komnas HAM untuk menginvestigasi perlindungan lingkungan," katanya.

Jimly menambahkan, kondisi lingkungan hidup yang semakin rusak, menurut Jimly karena ada kaitannya dengan demokrasi. Manusia yang tadinya hidup dalam alam, dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan manusia keluar dari pumpunan alam dan menjadikan alam berada dalam dirinya dengan menguasainya.

"Gara-gara demokrasi, rusak lingkungan hidup. Ini harus diimbangi dengan konsep baru yakni kekuasaan lingkungan hidup punya haknya sendiri untuk mengelola diri, seperti halnya di Negara Ekuador," kata Jimly.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB Dr Arif Satria mengatakan Komnas Perlindungan Lingkungan Hidup sangat mendesak untuk diwujudkan.

Ia memandang, permasalahan yang terjadi di negara saat ini terkait demokrasi adalah penegakan hukum pemberantasan korupsi, perlindungan HAM, dan lingkungan hidup.

"Ada tiga isu besar yang ditangani. Saat ini sudah ada Komnas HAM, ada KPK, yang terpenting Komnas Pelindungan Lingkungan Hidup harus ada," katanya.

Menurut Arif, dengan adanya Komnas Pelindungan Lingkungan Hidup, hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran lingkungan pencemaran, ada lembaga yang berhak menyelidik, menyidik, menginvestigasi, serta mengauditnya.

Lembaga tersebut mempunyai kewenangan untuk sampai mengajukan pelanggaran lingkungan hidup ke pengadilan.

"Maksudnya karena pelanggaran lingkungan jadi masalah, apalagi di saat sekarang politik yang sangat liberal dan ongkos politik itu salah satunya berasal dari sumber daya alam, maka demokrasi dengan lingkungan hidup itu bisa berkolaborasi negatif karena ongkos politik para politik itu dari sumber daya alam sehingga banyak pilkada yang hasilnya kerusakan pada sumber daya hutan, tambang, dan lainnya," kata Arif.

Karena itu, lanjut Arif, Komnas Pelindungan Lingkungan Hidup sudah sangat diperlukan. Dengan adanya lembaga tersebut yang bertugas menjamin isu lingkungan hidup tertangani, kasus-kasus berkaitan dengan pelanggaran lingkungan hidup, dan kemudian praktik kegiatan swasta yang merusak lingkungan yang tidak bisa diinvestigasi lebih jauh, dapat dijangkau.

"Jadi lembaga ini, seperti KPK, memiliki kewenangan mengungkap, menyidik menginvestigasi, agar isu lingkungan menjadi hal yang harus ditindak tegas," katanya.(Ant)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home