Loading...
SMASH AYUB
Penulis: Ayub Yahya 17:18 WIB | Senin, 29 Oktober 2018

Kabar Duka

ilustrasi duka (Foto: pixabay)

SATUHARAPAN.COM - Akan selalu ada saat kabar duka itu tiba; entah teman, istrinya teman, ayahnya teman, kakaknya teman, temannya teman, meninggal dunia.

 

Dalam rangkai acara kedukaan yang mengiringi, kerap tersisa tanya: mengapa pujian, apresiasi, bahkan juga rasa sayang seringnya disampaikan setelah seseorang itu meninggal dunia?

 

Seorang suami memberi sambutan di depan peti mati istrinya; memuja dan memuji sang istri, mengatakan betapa ia sangat bangga dan mencintainya. Seorang rekan menulis sepucuk surat kenangan untuk teman baiknya semasa kuliah yang meninggal dunia; rangkaian kata elok tentang almarhum, yang selama belasan tahun tidak pernah bertemu (dan selama itu juga tidak pernah kontak).

 

Ya, tentu tidak salah juga sih. Cuma ’kan, kalau pujian dan apresiasi, cinta dan rasa sayang, serta surat nan indah elok itu disampaikan ketika mereka masih hidup, tentu akan sangat "berbeda" maknanya.

 

Dan kita??? Kepada orang-orang terdekat dan kita sayang; untuk menyatakan terima kasih atas kehadirannya dalam hidup kita; untuk mengungkapkan kebaikan-kebaikannya; dan untuk menyatakan kebanggaan dan rasa sayang kita terhadapnya, akankah juga mesti menunggu saat mereka terbujur kaku di dalam peti?! Selagi "hari masih siang", selagi mereka masih bisa mendengar dan merasa, mari....

 

 

 

Editor: Tjhia Yen Nie

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home