Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 19:07 WIB | Selasa, 09 Februari 2016

“Kami Tunggu Sikap Jokowi Soal Revisi UU KPK”

Ilustrasi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Febriana DH)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menunggu sikap Presiden Joko Widodo terhadap rencana revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Mempertahankan KPK itu harusnya kewajiban DPR dan khususnya bagi presiden. Kami sedang menagih janji Jokowi mengimplementasikan nawacita untuk memperkuat KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi. Kami tunggu sikap Jokowi,” ujar Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, hari Selasa (9/2), seperti dikutip Antara.

Menurut Donal, setidaknya empat poin dalam draf revisi UU ini bukannya memperkuat tetapi justru melemahkan KPK. “Saya mengambil kesimpulan, upaya revisi ini tidak ada satu pun pasal yang memperkuat KPK karena kewenangan yang ada saat ini, harusnya dipertahankan,” kata dia.

Empat hal ini, yakni pengembalian kewenangan penuntutan kepada Kejaksaan Agung, SP3 kasus-kasus korupsi, penyadapan harus dengan izin dewan pengawas, dan pembentukan dewan pengawas.

“Kami melihat tidak ada argumentasi itu dimunculkan. Pertama soal kewenangan penyadapan. Penyadapan oleh KPK itu sudah konstitusional karena sudah dua kali diuji di Mahkamah Konstitusi. Seharusnya tidak ada lagi argumentasi yang dicari-cari untuk merevisi kewenangan penyadapan oleh KPK,” kata Donal.

Kemudian, mengenai wewenang dewan pengawas yang melakukan penyadapan, Donal menilai, hal ini melangkahi kewenangan pemimpin KPK.

“Dewan pengawas tidak ada organ yang mengawasi fungsi, tugas seorang penyelidik, dan penyidik criminal justice system. Ini melangkahi kewenangan komisioner KPK itu sendiri. Sama saja apakah polisi mau menyadap harus izin ke Kompolnas. Kan tidak,” tutur dia.

Hal ketiga, ialah soal pengembalian kewenangan penuntutan pada pihak Kejaksaan. Donal menilai hal ini akan membuat proses penyelidikan kasus ke penuntutan kasus korupsi bertele-tele.

“Kemandekan kasus-kasus korupsi yang ditangani kepolisian sekarang ini terjadi karena salah satunya proses P19, bolak-balik perkara dari polisi ke jaksa itu lama. Itu yang membuat penanganan perkara korupsi menjadi tidak efektif,” kata Donal.

“Di KPK cenderung lebih cepat, dan efektif dengan alat buktinya karena saat mereka menyelidiki itu, jaksa-jaksa sudah meneropong penyidik KPK sehingga menjadi lebih cepat dan efektif dengan penyitaan-penyitaan,” katanya.

Donal meminta presiden mempertimbangkan matang-matang rencana revisi UU KPK. Apalagi, kata dia, masyarakat menuntut janji Jokowi untuk menolak revisi UU KPK. “Kalau revisi UU KPK disetujui, maka presiden sudah mencederai janji kampanyenya, janji untuk memperkuat KPK,” ujar Donal.

Dalam kesempatan itu, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menyerahkan petisi penolakan revisi UU KPK saat audiensi pihak Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Audiensi ini bertujuan untuk menyampaikan pandangan Koalisi terhadap revisi UU KPK sebagai bahan masukan bagi Baleg dan penyerahan Petisi Online Penolakan Revisi UU KPK yang saat ini ditandatangani lebih dari 55 ribu orang.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home