Loading...
INDONESIA
Penulis: Ignatius Dwiana 06:16 WIB | Kamis, 20 Juni 2013

KAP: Perempuan, Anak-anak, Lansia paling Rentan pada Dampak Kenaikan Harga BBM

Demo tolak kenaikan harga BBM (foto: Elvis Sendouw)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rumah tangga miskin paling terkena dampak kenaikan harga BBM. Nasib rumah tangga miskin semakin tidak menentu. Hal ini dialami para buruh perempuan, anak-anak, para lansia, kelompok miskin kota di Indonesia. Demikian  rilis 12 lembaga masyarakat sipil yang tergabung dalam Komite Aksi Perempuan (KAP) di Jakarta pada hari Rabu ini (19/6).

Sehari setelah Pengesahan APBN P 2013, sejumlah harga sembako sudah mulai mengalami kenaikan. Harga beras yang sebelumnya: Rp 7000/ kg kini sudah mengalami kenaikan: Rp 8000/ Kg. Demikian juga dengan harga Telor yang sebelumnya: Rp 18000/ Kg, kini sudah mengalami kenaikan: Rp 20000/ Kg. Harga sayuran mengalami kenaikan: Rp 1000/ kg, sedangkan harga daging mengalami kenaikan: Rp 20000/ Kg. Sedangkan harga susu formula bayi telah mengalami kenaikan: Rp 10000/ Kg. Hal ini menyebabkan dampak serius bagi perempuan di rumah tangga miskin di Indonesia.

Kebijakan Pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat berimbas bagi rumah tangga-rumah tangga di Indonesia.

Perempuan terkena dampak langsung kenaikan BBM karena perempuan yang paling dipercaya untuk mengelola kebutuhan ekonomi rumah tangga. Perempuan dalam rumah tangga miskin akan semakin sulit mengatur perekonomian keluarga di tengah harga yang melambung tinggi. Padahal kondisinya, banyak buruh perempuan yang masih ditangguhkan upahnya hingga kini. Inilah yang menimbulkan dampak serius bagi rumah tangga miskin di Indonesia. Tak hanya berdampak pada ekonomi rumah tangga, namun hal ini juga berdampak pada upaya pemiskinan perempuan. Kenaikan harga BBM seharusnya berbanding dengan kenaikan gaji buruh, namun hal ini tidak terjadi.
 
Komite Aksi Perempuan menilai kenaikan harga BBM berimbas pada kenaikan harga barang menjadi alasan untuk semakin menekan dan menangguhkan kenaikan upah buruh di sektor garmen atau tekstil. Industri garmen dan tekstil mayoritas pekerjanya adalah perempuan. Kenaikan harga BBM akan semakin memiskinkan perempuan. Hal ini akan berdampak pada distribusi relasi kuasa yang menyebabkan tekanan psikis terhadap perempuan.

Kebijakan pemerintah ini sama dengan kebijakan menaikkan harga BBM di tahun-tahun sebelumnya, yaitu dilakukan karena defisit anggaran di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penyelesaian yang ditawarkan pemerintah yaitu dengan memberikan kompensasi yang selalu bersifat sementara dan hanya berujung pada sebuah pencitraan belaka.

Rumah tangga miskin di Indonesia jumlahnya tidak berkurang, karena kompensasi sifatnya hanya seperti pemadam kebakaran dan sudah pasti tidak bisa meringankan beban rakyat.Di sisi lain, seharusnya pemerintah tak perlu menaikkan harga BBM jika pengelolaan minyak dan gas bumi berjalan secara transparan. Namun justru ini menjadi alasan untuk menaikkan harga BBM yang merugikan para perempuan miskin di Indonesia.

Di dalam pernyataannya,Komite Aksi Perempuan, menyatakan sikap:

Pertama, menolak kenaikan harga BBM karena semakin menyebabkan kemiskinan pada perempuan dan memberikan beban psikis yang berat pada perempuan.

Kedua, menuntut pemerintah untuk menaikkan gaji buruh perempuan karena tidak ada alasan memberikan penangguhan upah bagi para buruh perempuan.

Ketiga, mengajak seluruh elemen perempuan untuk turun ke jalan melakukan aksi menolak kenaikan BBM bersama-sama.

Komite Aksi Perempuan ini tergabung dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Reformasi (FSPSI Reformasi), Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), Perempuan Mahardhika, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Kalyanamitra, Cedaw Working Group Indonesia, Trade Union Right Center (TURC), Pembebasan, Forum Buruh Lintas Pabrik (FBLP), JALA PRT, Aliansi Sovi (Solidaritas Untuk Luviana), dan Komunitas Tanah Baru.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home