Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 23:22 WIB | Selasa, 04 Agustus 2015

Kasus Bansos, Kejagung Abaikan Permintaan Gubernur Sumut Gatot Pujo

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony Tribagus Spontana. (Foto: Dok. satuharapan.com/Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kejaksaan Agung mengabaikan permintaan Gubernur Sumatera Gatot Pujo Nugroho meminta agar kasus bansos ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Tersangka itu tidak punya hak untuk minta saya disidik oleh instansi tertentu. Jadi kita abaikan saja itu," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana di Jakarta, hari Selasa (4/8).

Sebelumnya, Razman Arif Nasution, pengacara Gatot Pujo Nugroho kepada wartawan menyatakan agar kejaksaan melimpahkan kasus bansos ini kepada KPK karena menjadi asal perkara yang menyeret Gatot serta istrinya, Evi Susanti, sebagai tersangka di KPK, yaitu dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. 

"Saya sekali lagi mengharapkan dengan sungguh-sungguh agar Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi di Sumut dengan rela hati dan sebaiknya memang untuk fokusnya pemeriksaan bansos, DBH (dana bagi hasil), BOS (bantuan operasional sekolah) itu seluruhnya dilimpahkan ke KPK," kata Razman.

Gatot Pujo Nugroho sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap kepada hakim PTUN Sumut dan saat ini sudah ditahan di Rutan Cipinang.

Kapuspenkum menjelaskan kasus yang ditangani kejagung dan KPK ini berbeda. Sama sekali berbeda. Kejaksaan menangani dugaan korupsi bansos di Pemprov Sumut.

Sedangkan KPK kasus suapnya, pengembangan dari OTT kemarin terhadap hakim PTUN. Setelah melakukan OTT terhadap hakim dan pengacara. "Dikembangkan kasus itu yang penyidikannya sehingga Gubernur Sumut dan istrinya jadi tersangka," ucapnya.

Ia menambahkan ada kemungkinan besar dalam penyidikan dana bansos yang ditangani kejagung juga akan menyentuh gubernur, sekda, kemudian pejabat terkait di Sumut.

"Karena itu, sampai hari ini posisinya masih kejaksaan menyidik dana bansosnya, KPK suapnya," tukasnya.

Ia mengatakan Kejagung sendiri mulai melakukan penyelidikan bansos sejak 2013. "Saya mendengar wakil ketua KPK Zulkarnaen sudah berikan statement. Bahwa beliau mengetahui persis, kejaksaan telah melakukan penyelidikan."

Mengacu pada MoU KPK dan Kejagung, jika satu instansi sudah menangani maka dua instansi lainnya mempersilakan bahkan mendukung.

KPK Tidak Ambil Alih

Sejalan dengan Kejagung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan untuk tidak mengambil alih kasus dugaan tindak pidana korupsi dana bansos tersebut.

"Penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dana bansos ada di kejaksaan, pihak kejaksaan yang akan menangani," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Wakil Ketua KPK Johan Budi di Jakarta, hari Selasa (4/8).

"Jadi, ke depan, KPK cuma akan berkoordinasi dengan kejaksaan," tambah Johan.

Kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial, dana bantuan operasional sekolah, dan dana bantuan daerah bawaan 2011--2013 yang diambil alih Kejagung RI dari Kejati Sumut masih dalam tahap penyelidikan. 

KPK sendiri sudah ada delapan tersangka hasil dari OTT pada tanggal 9 Juli 2015 di PTUN Medan.

Para tersangka itu terdiri atas penerima suap, yaitu Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG) serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior O.C. Kaligis, anak buahnya bernama M. Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evi Susanti.

Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait dengan perkara korupsi dana bantuan sosial provinsi Sumatera Utara pada tahun 2012--2014.

Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh dua lembaga penegak hukum tersebut, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara O.C. Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Dalam putusannya pada tanggal 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.

Namun, pada tanggal 9 Juli 2015, KPK melakukan OTT di PTUN Medan terhadap Tripeni dan anak buah O.C. Kaligis bernama Moch Yagari Bhastara Guntur alias Gerry dan mendapati uang 5.000 dolar AS di Kantor Tripeni. Belakangan, KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.

Selanjutnya, diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama karena Gerry sudah memberikan uang 10.000 dolar AS dan 5.000 dolar Singapura.

Uang tersebut, menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro, berasal dari Kaligis yang diberikan kepada Dermawan Ginting pada tanggal 5 Juli 2015. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home