Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 18:52 WIB | Jumat, 29 Juli 2016

Kejagung Tangguhkan Eksekusi 10 Terpidana Mati

Jaksa Agung HM.Prasetyo memberikan konferensi pers terkait rencana eksekusi mati gelombang III di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (29/7). Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan Kejaksaan Agung baru mengeksekusi empat dari 14 terpidana mati kasus narkoba dini hari tadi, sisanya belum dipastikan waktunya karena pertimbangan yuridis dan nonyuridis. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kejaksaan Agung menyatakan nasib 10 terpidana yang semula masuk dalam eksekusi mati tahap III, akan ditentukan kemudian atau ditangguhkan karena perlu penelitian kembali.

"Penangguhan itu untuk harus diteliti, saya terima hasil keputusan penangguhan, perlu dilakukan. Nanti akan ditentukan kemudian," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta, hari Jumat (29/7).

Karena itu, ia meminta semua pihak yang tidak setuju harap bisa memakluminya.

Dikatakan, penangguhan itu juga karena memperhatikan masukan dan melakukan pertimbangan matang.

Sedangkan pertimbangan terhadap empat terpidana yang dieksekusi, ia menjelaskan karena tindak kejahatannya bersifat masif sembari memperhatikan pertimbangan dari sisi yuridis dan nonyuridis.

Menjelang eksekusi JAM Pidum melaporkan, empat orang itu setelah pembahasan dengan unsur-unsur daerah ternyata dari hasil kajiannya seperti itu, tuturnya.

Keempat terpidana mati itu memiliki peran yang penting di kalangan sindikat sebagai pemasok penyedia, pengedar, pembuat dan pengekspor narkoba.

Ia mengingatkan Indonesia sekarang ini bukan lagi sebagai tempat transit melainkan sebagai lahan usaha atau kegiatan mereka menjalankan praktik kejahatannya.

Kejahatan narkoba sudah merambah ke daerah-daerah tidak hanya di kota besar, bahkan korbannya sekolah di kampus bahkan dosen, serta masuk ke lingkungan rumah tangga.

Eksekusi mati itu bukan tindakan yang menyenangkan, tapi tidak lain untuk menyelamatkan generasi.

Kendati demikian, Prasetyo mengucapkan turut berduka cita atas meninggalnya terpidana mati kepada keluarga dan negara asalnya.

"Jaksa hanya bertugas melaksanakan keputusan pengadilan, perintah undang-undang. Kami melaksanakan sebaik-baiknya," ucapnya.

Keempat terpidana mati itu, Seck Usmani (42), warga negara Nigeria. Tertangkap tangan dengan barang bukti 2,4 kilogram heroin pada 24 Oktober 2003. Dia telah melalui proses hukum yang cukup panjang.

PN Jaksel memvonis mati pada 21 Juli 2004, sempat mengajukan banding, namun PT Jakarta menguatkan putusan tingkat pertama, pada 5 Januari 2005 mengajukan kasasi ke MA ditolak, dirinya melakukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali sebanyak dua kali, namun ditolak. Selain itu, Usmani tidak pernah mengajukan grasi.

Humprey Ejite alias Doctor (41), WN Nigeria tertangkap tangan di Depok, divonis mati di PN Jakpus pada 6 April 2004, kemudian 22 Juli 2004 mengajukan banding yang tetap ditolak oleh PT. Kasasi ke MA pada 4 November 2004, dua kali PK ke MA kembali ditolak.

Michael Titus (36), WN Nigeria, ditangkap di Villa Melati Mas BSD Tangerang dengan barang bukti 633 gram heroin, yang bersangkutan berperan sebagai distributor. PN Tangerang, Banten memvonis mati kemudian pada 12 Januari 2014 mengajukan banding dan ditolak. Ia mengajukan kasasi ke MA pada 16 Juli 2004, ditolak juga.

Dua kali dirinya mengajukan PK, 10 Oktober 2011 dan Juli 2016, namun tetap ditolak, kendati demikian dirinya tidak mengajukan grasi.

Freddy Budiman (39), WNI, dirinya ditangkap karena kepemilikan narkoba 1,4 juta butir ekstasi pada 25 Mei 2012 di Jakarta Barat. Saat dipenjara di LP Cipinang, dirinya ditangkap kembali karena memproduksi narkoba di dalam penjara. MA menolak permohonan kasasinya dan upaya PK juga pada 22 Juli 2016, harus kandas. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home