Loading...
INSPIRASI
Penulis: Priskila Prima Hevina 07:00 WIB | Jumat, 12 Februari 2016

Kelinci Percobaan

Lupus belum ada obatnya.
Foto: istimewa

SATUHARAPAN.COM – Perkenalkan, kami adalah Orang dengan Lupus (Odapus)! Kami menggendong penyakit bernama Lupus. Kami sebut menggendong, bukan menderita apalagi mengidap. Sebab meski pun Lupus adalah suatu jenis penyakit berat, kami sama sekali tidak kepayahan menderita. Kami baik-baik saja, meski sampai hari ini belum ada obat mujarab untuk menyembuhkannya.

Kami hidup normal. Makan empat sehat lima sempurna. Tidur pulas. Bekerja mencari nafkah. Yang membedakan dengan orang bukan Lupus hanyalah ritus kami untuk menikmati rasa tak enak badan sepanjang waktu seperti mual, nyeri, dan sakit kepala. Satu lagi yang membuat kami istimewa, kami tahu caranya mengatasi segala gejala itu, kami paham jenis obat dan cara kerjanya, meski kami sama sekali bukan lulusan sekolah kedokteran. Kami otomatis menjadi dokter untuk diri sendiri. Ini suatu anugerah yang tidak banyak orang dapatkan lho.

Berhubung belum ada obat untuk Lupus, maka banyak tim dokter yang berusaha mengembangkan formula yang tepat untuk pasien Lupus. Untuk tahu apakah suatu formula ampuh menolong pasien Lupus, tentu saja para dokter membutuhkan kerelaan kami menjadi kelinci percobaan. Bahasa kerennya, kami menjadi subjek sekaligus objek penelitian.

Untuk merelakan diri menjadi bagian dari penelitian, tentu dibutuhkan keberanian ekstra. Bagaimana tidak? Semua peluang masih fifty-fifty. Kalau obat tersebut cocok dan memberi hasil positif seperti yang diharapkan, tentu tak jadi masalah. Sayangnya kelinci percobaan tetap harus menghadapi risiko terberat dari penelitian yang kami ikuti. Obat yang masuk ke tubuh tetaplah bahan kimia yang bisa saja menimbulkan reaksi buruk. Biasanya memang risiko tersebut sudah dijelaskan sejak awal ketika kami membaca proposal penelitian tim dokter yang bersangkutan. Namun, teks berbeda dengan realitas. Kadang tetap saja kami shock dengan perubahan yang terjadi di dalam tubuh.

Sebagian orang tidak memahami keputusan kami untuk mengumpankan diri menjadi kelinci percobaan. Pikirnya, Lupus saja sudah merepotkan. Lupus saja sudah banyak menimbulkan ketidaknyamanan badan. Lupus saja sudah membuat aktivitas menjadi terbatas. Bagaimana bisa kami dengan sadar diri mau menjajal obat yang belum pasti khasiatnya?

Gambling itu wajar. Tetapi, kembali lagi pada fakta bahwa Lupus belum ada obatnya. Sementara tim dokter banyak yang berusaha menemukan formula sakti itu. Dan efektif tidaknya obat hasil rekayasa tim dokter harus diuji, caranya dengan dicobakan kepada pasien. Siapa lagi pasien Lupus kalau bukan kami? Kalau obat ini berhasil, kami dan semua angkatan pasien Lupus yang akan diuntungkan. Kalau tidak berhasil? Setidaknya kami menjadi hero kecil dalam perjalanan panjang pencarian obat bagi Lupus.

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home