Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 01:59 WIB | Kamis, 26 Mei 2016

Kelompok Musik Gang Sadewa Pentaskan Sastra Bunyi

Kelompok musik etnik-kontemporer Gang Sadewa (Yogyakarta) mementaskan Sastra Bunyi di Tembi Rumah Budaya, Rabu (25/5) malam. (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Gang Sadewa sebuah kelompok yang memadukan instrumen tradisional-modern dalam keragaman harmonisasi, hari Rabu (25/5) malam di Tembi Rumah Budaya Yogyakarta mementaskan perform Sastra Bunyi.

Group musik yang menggunakan nama sebuah gang tempat kelompok tersebut bermusik di Gang Sadewa Jalan Suryodiningratan, Yogyakarta digawangi Memet Chairul Slamet, musisi flute yang juga dosen jurusan Seni Musik Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Dalam perform di Tembi, Gang Sadewa memainkan sembilan repertoar mengiringi puisi karya penyair Agus Aniam's (Yogyakarta) dan penyair Thomas Budi Santoso (Kudus).

Ditemui satuharapan.com saat latihan persiapan pementasan hari Jumat (13/5), Memet menjelaskan bahwa sastra bunyi merupakan komunikasi sastra (puisi/prosa) yang dibawakan secara performing art dengan iringan instrumen musik (tradisional-modern) dengan penekanan pada permainan bunyi.

"Semangat sastra bunyi lebih pada peleburan karya seni (sastra-musik) itu sendiri," kata Memet. Memet menjelaskan bahwa konsep Gang Sadewa sederhana dimana ada alat musik yang menarik akan dimainkan tanpa melihat dari mana asalnya maupun bagaimana bunyinya.

Mengawali performnya, Memet mengajak seluruh pengunjung untuk berdoa bersama dalam sebuah repertoar pembuka. Repertoar berdoa bersama menjadi ciri khas Gang Sadewa dalam setiap pementasannya.

Permainan instrumen gamelan kenong/talempong, gender, rebab, rindik (isntrumen perkusi dari Bali), gambang dari pipa paralon, kendang Sunda, siter, sape', seruling/flute dipadu dengan alat musik modern gitar akustik dan bass di tangan musisi Gang Sadewa melahirkan harmonisasi suara yang mengalir begitu saja.

"Judul lagu/repertoar tidak begitu penting. Bisa digothak-gathukkan (direka-reka). Yang penting bagaimana komposisi (lagu) tersebut mampu memberikan gambaran repertoar itu sendiri," jelas Memet saat Gang Sadewa memainkan repertoar berjudul Sineng. Rasa, inilah yang coba ditawarkan Memet dalam lagu Sineng. Permainan kendang Sunda yang dinamis ditimpali dengan petikan sape' dalam nada Sunda sedikit banyak bisa membawa angan pengunjung pada alam Priangan.

Sebuah puisi karya Agus Aniam's dalam bahasa Jawa berjudul Angin Sing Kesingsal secara apik dibawakan seorang pernyair perempuan dari Surakarta dalam kidung puisi dengan iringan lirih kecapi-rebab.

Saat membacakan puisinya berjudul Negeriku Sedang Sendiri, Agus Aniam's mengangkat fenomena sosial yang menyelimuti bangsa Indonesia: kesenjangan sosial-ekonomi, mahalnya biaya pendidikan-kesehatan, praktik korupsi yang meruntuhkan mental-moral bangsa, pengelolaan-penguasaan sumberdaya alam yang telah meminggirkan masyarakat, hingga hilangnya kepekaan sosial di masyarakat.

Dalam iringan musik Gang Sadewa, Agus mencoba membangunkan kesadaran bersama yang menukik pada realitas permasalahan bangsa: negeri yang sedang menangisi dirinya sendiri, diombang-ambingkan ketidakpastian.

Pada akhir pementasan Gang Sadewa menampilkan sebuah overture yang menjadi ciri khas Gang Sadewa. Warna musik tersebut rencananya akan dipentaskan secara orkestra di concert hall Taman Budaya Yogyakarta pada bulan Juli 2016 dengan melibatkan sekitar 100 pemain musik.

Dalam hal bermusik, dengan menggunakan instrumen dari berbagai daerah, Gang Sadewa mencoba merangkai realitas perbedaan dan keberagaman. Harmonisasi yang terjadi mengalir saja sebagai sebentuk realitas keberagaman dan perbedaan itu sendiri di masyarakat.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home