Loading...
ANALISIS
Penulis: Stanley R. Rambitan 08:17 WIB | Rabu, 10 Desember 2014

Kematian Tak Berbekas

Ilustrasi. (Foto: Antara)

SATUHARAPAN.COM – Pencarian pesawat kargo yang jatuh pada Selasa, 2 Desember 2014 di pantai desa Kemah Minahasa Utara Sulawesi Utara dengan dua penumpang, yaitu seorang pilot dan satu mekanik, telah dihentikan sejak Senin, 8 Desember 2014. Penghentian ini telah sesuai dengan batas waktu pencarian yang ditetapkan yaitu 7 hari yang menunjukkan bahwa pencarian selanjutnya tidak akan lagi membawa hasil. Ini berarti bahwa nasib pesawat dan dua penumpangnya itu tidak diketahui. Bagian pesawat yang ditemukan hanya dua roda dan serpihan-serpihannya. Dua penumpang yang tidak diketahui keberadaannya hampir pasti sudah meninggal.

Sekitar waktu yang sama dengan kecelakaan pesawat dan usaha pencariannya itu, di laut Bering Rusia, terjadi kecelakaan laut yaitu tenggelamnya kapal penangkap ikan Oryong milik perusahaan Korea Selatan yang diawaki 60 orang. 35 orang di antaranya adalah warga Negara Indonesia. Masih lebih 30 puluh orang yang belum ditemukan. Namun dugaan kuat, mereka telah tewas dihempas ombak dan ditelan laut Bering yang saat ini bersuhu sangat dingin.

Kasus serupa terjadi dengan 239 orang penumpang pesawat Malaysian Air MH 370 yang hilang dalam penerbangan dari Kuala Lumpur menuju Beijing-Tiongkok Maret 2014 yang tidak ditemukan. Juga sebagian rakyat  Indonesia masih mengingat peristiwa hilangnya pesawat Adam Air di sekitar laut Sulawesi tahun 2007 dengan 102 penumpang yang juga tidak ditemukan. Mereka yang tidak ditemukan dan dapat dipastikan sudah meninggal menjadi orang-orang yang mengalami kematian tanpa bekas.

Kematian, Hukum  Alam atau Tuhan dan Derita Keluarga

Kematian adalah akhir hidup manusia dan makhluk hidup lainnya di dunia. Kematian adalah pengalaman pasti manusia yang terjadi pada siapa pun, dalam usia berapa pun, di waktu kapan pun dan tempat apa pun, serta terjadi melalui berbagai cara. Ada cara yang dianggap wajar seperti karena sakit dan usia tua, kecelakaan dan karena bencana alam, sedangkan yang tidak wajar seperti mati dibunuh atau bunuh diri. Kematian melalui cara apa pun itu adalah kejadian alamiah, sesuai hukum alam atau dalam bahasa agama disebut sebagai kehendak atau hukum Allah, Si Pemberi dan Pengambil hidup.

Kematian dengan cara apa pun akan dianggap wajar jika jenazah yang meninggal ada dan dimakamkan secara yang lazim. Yang tidak wajar adalah ketika seseorang dinyatakan meninggal atau mati tetapi jenazahnya tidak ada karena tidak ditemukan sebagaimana mereka yang tidak ditemukan dalam kecelakaan kapal laut dan pesawat tersebut di atas. Tidak ada jenazah berarti tidak ada upacara atau ibadah duka atau pelepasan dan penguburan, dan karena itu tidak ada makam atau kuburannya.  

Tentu pihak yang akan sangat merasakan kedukaan dan penderitaan akibat kematian tanpa bekas itu adalah keluarga dan kerabat terdekatnya. Penderitaan tentu akan sangat besar bukan saja karena saudara-kekasih mereka telah meninggal dan tidak akan ada bersama-sama lagi tetapi juga terutama karena tidak ada jenazah yang mereka dapat sentuh, tangisi dan ucapkan kata-kata perpisahan. Tidak juga ada upacara atau ibadah pelepasan dan pemakaman. Pihak yang terdekat biasanya akan terus mengingat dan mengharapkan kekasih mereka atau paling tidak jenazahnya ditemukan. Jika tidak, umumnya mereka akan diliputi oleh kegelisahan dan kebimbangan tentang nasib saudara mereka yang mati tanpa bekas itu.   

Persepsi Agama tentang Kematian

Agama-agama yang dianut masyarakat umumnya mengakui dan mengajarkan bahwa setiap orang atau manusia akan mati. Setelah kematian, manusia sebagai makhluk akan kembali ke sumber asalinya, menyatu dengannya atau duduk di sisi-Nya. Bahwa kematian bukanlah akhir dari riwayat hidup manusia karena setelah kehidupan di dunia ini, ada kehidupan di alam yang lain. Kematian adalah wahana dan peristiwa perpindahan atau transfer dari alam duniawi ke alam lain yang dikenal dengan alam rohani, alam akhirat atau alam surgawi yang abadi.

Peristiwa kematian yang menandai perpindahan ke alam yang baru itu harus disertai dengan berbagai upacara atau ritual keagamaan untuk jenazah dan atau arwah orang yang meninggal itu. Ritual atau ibadah adalah keharusan agar perpindahan itu berjalan lancar; atau prosedur ritual itu harus dilakukan agar sesuai dengan kehendak Tuhan atau Sang Empunya alam surgawi sehingga yang bersangkutan diterima-Nya.

Jika tidak dilakukan ritual kematian maka akan ada gangguan atau hambatan-hambatan dalam proses perpindahan. Bisa terjadi bahwa sang jiwa atau roh yang meninggal tidak berpindah atau tidak sampai ke alam lain. Bisa terjadi bahwa pemberangkatan dan perpindahan tidak berhasil dan yang bersangkutan masih tetap berada di alam duniawi, jadi arwahnya masih bergentayangan. Oleh karena itu, perlu atau wajiblah adanya upacara atau ibadah penghantaran atau pelepasan dan pemakaman.

Persepsi di atas masih umum berlaku dalam masyarakat dan umat penganut agama yang ada. Dan karena itu, kematian orang-orang yang tanpa bekas, jenazahnya tidak ditemukan dan tanpa adanya upacara keagamaan untuk pelepasan dan pemakamannya akan sangat lebih memilukan dan bahkan menggelisahkan banyak kalangan atau keluarga dan kerabat dekat mereka.

Menyikapi Kematian Tak Berbekas

Kematian sebagai hukum alam adalah kenyataan yang tidak terelakkan, apa pun penyebabnya dan bagaimanapun kondisi seseorang yang mati itu, ada atau tidak adanya jenazah. Orang yang percaya kepada Tuhan sebagai pemberi dan pengambil hidup menyadari dan menerima bahwa kematian adalah kehendak Tuhan. Bahwa orang yang meninggal akan mengalami hidup baru atau diterima di dalam alam rohani atau surgawi sesuai dengan iman atau kepercayaan kepada Tuhan dan perbuatan atau amal baktinya.

Paham ini mengarahkan pihak keluarga atau kerabat dekat untuk menerima kematian saudaranya dengan kondisi apa pun dan memasrahkan perjalanan atau perpindahannya ke kehidupan yang baru kepada Yang Maha Kuasa dan Empunya kehidupan abadi. Juga tentu, kematian dengan kondisi apa pun,  berbekas atau tak berbekas menjadi peringatan bagi setiap orang yang masih hidup untuk memiliki pemahaman atau kepercayaan yang menjamin kehidupan abadi setelah kematian.

Stanley R. Rambitan/Teolog-Pemerhati Agama dan Masyarakat


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home