Loading...
RELIGI
Penulis: Endang Saputra 22:04 WIB | Kamis, 30 Oktober 2014

Kemenag Akan Sempurnakan Sighat Ta'lik Nikah

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengakui bahwa pihaknya tengah mempersiapkan perbaikan sighat ta’lik. (Foto: dok.satuharapan.com/Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengakui bahwa pihaknya tengah mempersiapkan perbaikan (sighat ta’lik), sighat dalam konteks pernikahan bisa diartikan dengan ungkapan atau pernyataan dan ta’lik bisa diartikan yang menggantungkan atau dikaitkan dengan suatu syarat atau kondisi pernikahan, sehingga ke depan janji yang disampaikan pengantin pria dapat sesuai dengan kondisi saat ini.

“Harapannya substansi dari janji pernikahan yang dibacakan oleh seorang suami relevan dengan kondisi saat ini,” kata Menag di Jakarta, Rabu (29/10) malam.

Terkait dengan “sighat ta’lik” nikah, Menag menjelaskan, upaya perbaikan tersebut baru rencana. Sebelumnya Kementerian Agama melakukan perbaikan pelayanan nikah.

Tarif nikah diatur untuk menghindari gratifikasi bagi petugas nikah. Tarif nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) dan di luar jam kerja atau libur  ditetapkan sebesar Rp 600 ribu. Sedangkan untuk nikah di KUA tidak dikenakan biaya atau gratis.

Sighat, dalam konteks pernikahan, bisa diartikan dengan ungkapan atau pernyataan dan ta’lik bisa diartikan menggantungkan.

Jadi, menurut Dirjen Bimas Islam Machasin, sighat ta’lik  yang berasal dari Bahasa Arab itu, bisa diartikan sebagai ungkapan atau pernyataan yang digantungkan atau dikaitkan dengan suatu syarat atau kondisi.

Sementara itu ulama al-Azhar Sayyid Sabiq juga menyebutkan bahwa sighat ta’lik adalah yang dikaitkan/digantungkan pada suatu syarat atau kondisi (perbuatan) tertentu, seperti perkataan suami kepada istrinya: “Jika engkau pergi ke tempat …... maka engkau tertalak”.

Sighat ta’lik yang dirumuskan pemerintah (Kementerian Agama) adalah ungkapan atau pernyataan (sebagai janji) seorang suami tentang suatu keadaan (perbuatan) yang apabila ia melanggarnya maka ada konsekuensi hukum yaitu jatuh talak satu, tetapi dengan syarat si istri tidak ridha dan mengadukan halnya kepada Pengadilan Agama dan pengaduannya dibenarkan oleh Pengadilan Agama tersebut dan si istri membayar sejumlah uang iwadh (pengganti).

Perlunya dilakukan perbaikan pada “sighat ta’lik” nikah, lanjut Menag, karena janji yang dibacakan seorang suami sudah tak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Ia menyebut contoh, kewajiban membayar Rp 10 ribu kepada pengadilan agama sebagai ‘iwadlh.

Namun, lanjut Menag, upaya perbaikan itu tentu tidak mudah dilakukan. Perlu kajian mendalam, baik dari sisi syariah maupun sosial kultural. 

Fakta di masyarakat, “sighat ta’lik” nikah masih ada yang memandang tidak perlu dibaca. Alasannya, “shighat ta’lik” itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan syarat, rukun atau sunnah dalam akad nikah. Artinya, tidak dibaca pun tidak apa-apa. Bahkan sebaliknya, bila dibaca maka ada beberapa konsekuensi yang harus diterima.

Sementara itu, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag Abdurrahman Mas’ud  mengakui bahwa “sighat ta’lik” nikah perlu dilakukan penyempurnaan, karena substansinya sudah tidak sesuai dengan zaman. Perlu dilakukan aktualisasi, sehingga ke depan, lembaga perkawinan mampu menciptakan keluarga yang harmonis.

Di waktu yang sama Dirjen Bimas Islam Machasin mengatakan upaya Menteri Agama melakukan perubahan “sighat ta’lik” perlu didukung semua pihak. Karena itu pihaknya mendukung langkah Kepala Balitbang-Diklat Kemenag untuk melibatkan para pemangku kepentingan, seperti Organisasi Kemasyarakat (Ormas) Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengkaji peran dari “sighat ta’lik” nikah.

Dengan cara itu, kata Machasin, semua pihak dapat memahami dan menerima pentingnya “singhat ta’lik” nikah untuk membentuk keluarga sakinah.

Sebelumnya, Menag membuka Sosialisasi Peraturan Menteri Agama (PMA) Tunjangan Kinerja di Lingkungan Kementerian Agama. Pada acara itu hadir juga  Sekjen Kementerian Agama Nur Syam, Kepala Biro Ortala Basidin Mizal, Kepala Badan Litbang dan Diklat Abdurahman Masud, Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Abdul Djamil, Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Ahmad Gunarjo, Dirjen Bimas Islam Machasin, serta sejumlah pejabat dari berbagai daerah. (kemenag.go.id)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home