Loading...
HAM
Penulis: Endang Saputra 15:04 WIB | Selasa, 03 Maret 2015

Kemenangan Erwiana, Pintu Masuk Memutus Perbudakan PRT

Komisioner Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Yuniyanti Chuzaifah ke empat dari kiri di Komnas Perempuan, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Selasa (3/3).(Foto: Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisioner Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Yuniyanti Chuzaifah mengapresiasi putusan Hakim Amanda Woodcock di Pengadilan Distrik Wanchai Hong Kong, yang memenangkan Erwiana Sulistyaningsih dan menghukum majikan Erwiana, Law Wan Tung, 6 tahun penjara dan denda HK $15000 (setara Rp 25,10 juta).

Menurutnya, pertimbangan Hakim layak dijadikan contoh terbaik dalam penegakan hukum, termasuk di Indonesia.

"Hakim memperhatikan dan mempertimbangkan pengakuan atas kondisi tidak layak serupa perbudakan yang dialami oleh pekerja rumah tangga migran di Hong Kong, memberikan pandangan hukum terkait kewajiban PRT tinggal di rumah majikan yang justru menambahkan kekerasan PRT, serta merekomendasikan kepada Pemerintah Hong Kong dan Pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kerja layak PRT," kata Yuniyanti di Komnas Perempuan di Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Selasa (3/3).

Karena itu, kata Yuniyanti, praktik perbudakan dan kondisi kerja layak merupakan kerentanan yang dialami PRT.

Erwiana merupakan satu dari sekian banyak PRT yang mengalami kekerasan dan eksploitasi kerentanan PRT. Hal serupa terjadi juga di dalam negeri. Di Indonesia, contoh kasus yang sangat nyata adalah kasus perbudakan dan eksploitasi sehingga mengakibatkan kematian PRT di Medan, serta kasus penyekapan PRT di Bogor, Bintaro, dan Tangerang Selatan.

"Komnas Perempuan berpandangan bahwa pengakuan dan perlindungan PRT untuk bekerja layak merupakan langkah penting yang harus segera diambil untuk meminimalisir kerentanan yang dialami PRT, sebagai paket kebijakan perlindungan tenaga kerja ke luar negeri," kata dia.

"Komnas Perempuan juga mengapresiasi kegigihan Erwianan dan organisasi pekerja migran di Hong Kong yang konsisten dan membangun solidaritas yang kuat untuk mengawal kasus ini hingga mencapai kemenangan," kata dia.

Untuk itu, kata Yuniyanti, kemenangan Erwiana adalah buah perjuangan dan solidaritas antara pekerja migran.

"Hal ini makin mengukuhkan pentingnya pekerja migran berorganisasi dan mendukung organisasi-organisasi buruh migran terus berkembang dan menguat karena Komnas Perempuan meyakini aktor utama perubahan nasib pekerja migran tidak lain adalah pekerja migran itu sendiri, tetapi negara pun harus turut bertangung jawab," kata dia.

Yuniyanti menambahkan, kemenangan Erwiana merupakan salah satu tonggak penting untuk memutus impunitas pelaku kekerasan dan eksploitasi yang dialami PRT, baik pada pelaku perseorangan maupun badan hukum atau korporasi.

"Komnas Perempuan juga mendorong penyelesaian kasus-kasus PRT dan pekerjan migran melalu jalur hukum agar mata rantai impunitas dapat diputus tuntas," katanya.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home