Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Dewasasri M Wardani 10:36 WIB | Selasa, 30 Agustus 2016

Kementerian PUPR: Rumah Apung Cuma Rp100-300 Juta

Ilustrasi konsep rancangan bangunan apung dua lantai (lantai bawah ruang pertemuan dan lantai atas untuk perpustakaan atau taman baca). (Foto: Balitbang Kementerian PUPR)

SEMARANG, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), mengkaji pembuatan rumah apung yang hanya membutuhkan biaya pembangunan sekitar Rp100-300 juta.

"Untuk rumah apung lebih cepat dan biayanya juga terjangkau," kata Ketua Tim Strategi Penerapan Wahana Apung Modular Kementerian PUPR Dimas Hastama Nugraha di Semarang, Senin (29/8).

Hal tersebut, diungkapkannya di sela pembangunan balai apung untuk ruang pertemuan warga di kawasan Tambaklorok Semarang yang merupakan "pilot project" dari Kementerian PUPR.

Diakui Dimas, biaya pembuatan balai apung itu mencapai Rp1 miliar, termasuk perencanaan sejak awal, tetapi jika untuk model rumah apung biayanya bisa ditekan menjadi Rp100-300 jutaan.

Menurut dia, kawasan Tambaklorok, Semarang, selama ini mengalami "land subsidence" yang tinggi, yakni sekitar 11-13 centimeter/tahun sehingga mengharuskan warga terus menguruk lahan.

"Berdasarkan hasil riset kami, setidaknya pengurukan tanah selama ini di seluruh kawasan tersebut sudah mencapai Rp240 miliar. Itu selama lima tahun. Uangnya `muspro` (sia-sia), boros," katanya.

Maka dari itu, Kementerian PUPR menawarkan solusi pembangunan balai apung untuk tempat serbaguna bagi keperluan warga, dan ke depannya tidak menutup kemungkinan dibangun rumah model apung.

Ia mengatakan,  sewaktu dilakukan FGD (focus group discussion) pembangunan balai apung terlihat adanya ketertarikan warga yang mempertanyakan kenapa Kementerian PUPR hanya membangunkan satu bangunan.

"Waktu FGD sosialisasi, masyarakat meminta. Kenapa dibuatnya cuma satu? Ya, keterbatasan anggaran. Dibuatkan satu dulu, ke depan bagaimana respons warga dan Pemerintah Kota Semarang," katanya.

Masyarakat tentunya menginginkan contoh atau bukti nyata dan biasanya setelah terealisasi akan tertarik dengan konstruksi yang menggunakan teknologi dari Belanda tersebut.

"Teknologinya memang dari Belanda, tetapi kami memiliki tenaga ahli dari Skotlandia. Kalau untuk pabrik beton apungnya (material) sudah ada di Bandung, Jawa Barat," kata Dimas.

Kembali ke bangunan model apung yang bersifat "mobile" atau bergerak di atas permukaan air, dia mengatakan, estimasi ketahanan konstruksi bangunan itu bisa mencapai antara 15-20 tahunan.

"Jadi, sifatnya gabungan antara rangka baja, kayu, dan bambu, dengan beton di bawahnya. Estimasinya (daya tahan) mencapai 15-20 tahun, sebab sudah ada proses `betonwrapping`," katanya. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home