Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 10:45 WIB | Kamis, 11 April 2013

Kenaikan Harga BBM dan Momentum yang Terlewatkan

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bisa menjadi kebijakan yang salah momentum, dan hasilnya tidak sejalan dengan tujuannya. Oleh karena itu, pertimbangannya bukan sekadar angka-angka ekonomi di seputar BMM bersubsidi.

Pada tahun 2012 pemerintah menganggarkan subsidi BBM sebesar Rp 137 triliun. Namun realisasinya melonjak dari rencana, yaitu menjadi Rp 211,9 triliun atau naik menjadi 154 persen. Tahun 2013 ini direncanakan subsidi sebesar Rp 137 triliun.

Penetapan anggaran subsidi BBM tahun ini saja terlihat tidak dengan kepercayaan diri, karena ditetapkan jauh di bawah angka realisasi tahun lalu. Ketika dilakukan penetapan angka subsidi ini memang disertai berbagai rencana pengendalian, agar subsidi tidak bengkak. Namun dalam tiga bulan terakhir pemerintah mulai gelisah, karena kuota BBM bersubsidi terus melampaui pagu yang ditetapkan.

Pengendalian BBM bersubsidi yang dilakukan adalah menetapkan jenis kendaraan yang boleh dan tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi. Kendaraan yang tidak boleh ditandai dengan stiker. Pada awalnya program ini memperlihatkan hasilnya, namun segera redup dan banyak stiker dilepas.

Kendaraan milik pemerintah dengan plat nomor merah dan putih juga dilarang menggunakan BBM bersubsidi. Segera setelah kebijakan itu dijalankan banyak mobil berubah pelat nomornya menjadi mobil pribadi berpelat hitam dan putih.

Pencegahan pembelian BBM bersubsidi untuk industri dilarang, antara lain dengan SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum) dilarang melayani pembeli yang menggunakan jerigen. Kenyataannya aturan ini banyak dilanggar, bahkan para pengecer pun bisa melakukannya dengan leluasa.

Pencegahan penyelundupan BBM bersubsidi disebutkan akan dilakukan dengan lebih ketat. Yang terjadi penyelundupan terus terjadi. Bahkan sudah ada yang mnimbun ketika isu harga BBM baru menjadi wacana beberapa waktu lalu. Kasus-kasus ini biasanya angka yang lebih kecil dari kenyataan di lapangan, karena penyelundup juga terlindungi.

Sekarang, apa yang akan dilakukan oleh pemerintah dengan mengurangi subsidi BBM? Menaikkan harga dan memberikan kompensasi kepada rakyat kelas bawah dengan bantuan langsung tunai (BLT). Cara ini sudah dilakukan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang pertama (2004-2009) dan tidak ada hasilnya. Apakah hal serupa akan dilakukan?

Pernyataan persetujuan menaikkan harga BBM bersubsidi sudah banyak muncul, baik dari DPR maupun kalangan pengusaha beberapa tahun belakangan. Tetapi pemerintah yang terus menjaga “penampilan” ini ragu-ragu dengan keputusan yang selalu melahirkan pro dan kontra. Sekarang keputusan itu hal tersebut sebenarnya justru tidak pada momentum yang bijak.

Cara yang dilakukan hanya akan mengulangi kesalahan lama, dan subsidi kembali tidak akan mencapai sasaran. Letak masalahnya adalah pada pelaksanaan dan pengawasan yang seharusnya dilakukan. Kebijakan yang dikeluarkan awal tahun ini pun tidak dilaksanakan bahkan oleh orang-orang dalam lingkaran pemerintahan.

Tanpa perubahan mental dan sistem yang nyaris revolusioner, dana yang bisa dihimpun dari pengurangan subsidi akan mengalir bukan pada kelompok-kelompok sasaran. Kekhawatiran terbesar adalah akan secara sembunyi-sembunyi menjadi dana politik.

Kalangan pemerintah bisa saja mengatakan akan mengawasi dengan ketat. Tetapi pemerintahan ini sudah berada pada posisi pondasi kepercayaan yang rapuh. Pemerintah yang seharusnya menjaga agar kebijakan dilaksanakan dengan benar sering menjadi pelaku penyimpangan. Lembaga di pemerintahan yang seharusnya mengawasi justru harus diawasi, karena kong kalikong dengan yang diawasi.

Oleh karena itu, kebijakan pemerintah ini, apalagi menyangkut dana besar, tidak mudah dilakukan dengan benar. Momentum untuk itu sudah dilewatkan oleh pemerintah ini, dan kalau dilakukan hanya akan membuka panggung kehebohan politik.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home