Loading...
INSPIRASI
Penulis: Endang Hoyaranda 08:32 WIB | Senin, 11 Mei 2020

Kenali Ketakutan untuk Mengalahkannya

Nothing in life is to be feared, it is only to be understood. Now is the time to understand more so that we may fear less. (Marie Curie)
Tiada yang tersembunyi (foto: Bess Hamiti [pexels.com])

SATUHARAPAN.COM – Siapa yang bisa memastikan, kapan wabah COVID-19 akan berakhir? Siapa yang bisa tahu dengan pasti, bagaimana situasi pekerjaan, situasi ekonomi Indonesia, nasib kita dan keluarga, pada akhir 2020 ini ketika wabah diperkirakan sudah berlalu? Sejumlah  tokoh masyarakat  telah meninggal dunia karena COVID-19, beberapa rekan atau kerabat mungkin telah tertular,  dan tidak akan bisa dipastikan apakah kita sungguh akan luput dari penyakit ini.  Layakkah kita takut?  Amat wajar.

Lalu kalau ya, apa  sesungguhnya yang kita takutkan: ketakutan akan kehilangan orang dekat, atau rasa sakit, kehilangan materi atau kematian? Mungkin itu pertanyaan yang sulit dijawab. Karena ada ketidaktahuan di ujung sana.

Sesungguhnya, rasa takut itu muncul karena ketidaktahuan. Fear of the Unknown.

Bayangkan suatu malam kita diminta masuk ke dalam ruangan besar yang tidak kita kenal, dan seluruh ruangan itu gelap gulita. Tidak jelas apakah ada barang di depan pintu yang  menghalangi  sehingga kita akan tersandung dan terjatuh, atau  seekor tikus tiba-tiba jatuh dari langit-langit dan berlari lewat tubuh kita, atau mendadak ada seseorang yang berteriak minta tolong di dalam sana. Selama tidak jelas apa yang akan terjadi, maka ketakutan atau kecemasan akan muncul.  

Misalnya, mengapa kematian menakutkan? Karena ada yang tidak diketahui di seberang sana. Karena tidak ada seorang pun yang benar-benar pernah mengalaminya dan bisa menjadi saksi akan apa sesungguhnya kematian itu.

Ketakutan itu beragam bentuknya. Setiap hari ada saja penyebab ketakutan yang menghampiri. Apalagi dalam wabah COVID-19 ini. Lalu bagaimana keluar dari ketakutan itu?

Seorang teman menasihati: keluarlah dari ketidaktahuan itu! Pikirkanlah segala kemungkinan yang bisa terjadi dan persiapkan diri untuk segala kemungkinan itu. Ubahlah ketakutan akan ketidaktahuan,  menjadi keberanian karena menghadapi yang diketahui. Yang tidak diketahui perlu digali agar menjadi diketahui. Dan karena diketahui, akan dapat dipersiapkan.

Bersiaplah akan kemungkinan terburuk, tetapi tetaplah berharap akan yang terbaik.  JIkalau kematian adalah yang ditakuti, maka carilah jalan iman yang memastikan ke mana kita akan pergi setelah kematian menjemput.

Jangan merangkul ketakutan seperti cerita fiksi John O’Hara pada awal abad ke 20 berikut ini: Hamba seorang pedagang di Baghdad diutus membeli keperluan di pasar oleh tuannya, namun baru saja ia pergi, ia sudah kembali dengan wajah pucat pasi dan gemetar, berseru kepada tuannya: ”Tuan, saya baru saja ke pasar, dan di sana saya didesak dan didorong oleh seorang perempuan, dan ketika saya berpaling kepadanya saya lihat bahwa perempuan itu adalah Kematian. Ia melihat kepada saya dan membuat gerakan yang sungguh menakutkan. Tolong Tuanku pinjamkan kuda karena saya ingin lari dari kota ini dan menghindar dari Kematian. Aku akan pergi ke Samarra di mana Kematian tidak akan bisa menemukan aku”.

Sang tuan meminjamkan kudanya dan berpaculah sang hamba secepat kilat meninggalkan kota. Lalu pergilah sang tuan ke pasar dan menemui Kematian di sana. Ia bertanya kepada Kematian, ”Mengapa engkau menakut-nakuti hambaku pagi tadi?”

Kematian pun menjawab, ”Aku tidak menakut-nakuti hambamu. Aku hanya terkejut menjumpai dia disini, di Baghdad, padahal sebetulnya aku akan menemui dia malam ini di Samarra.” Barangkali ada tiga pesan penting dari cerita ini.

Pertama, ketakutan yang tidak digali hingga mendapat jawaban yang sesungguhnya, hanya akan menciptakan kepanikan yang justru mencelakakan. 

Kedua, manusia sering  kali lebih takut akan bayangan sebuah bencana ketimbang bencana itu sendiri. Bencana sering kali tampak lebih buruk ketika belum dialami ketimbang setelah dialami.

Ketiga, Penguasa Kehidupan sudah memiliki rencana bagi setiap makhluk kecintaan-Nya. Ketakutan tak akan bisa menghalangi-Nya.  Manusia wajib berupaya, dan sisanya serahkanlah kepada Yang Empunya kehidupan itu.

Bagaimana caranya agar tidak menjadi seperti hamba itu? Jadikan segala yang gelap dan tidak diketahui itu, menjadi terang dan dikenal. Ubahlah fear of the unknown menjadi courage to face the known, keberanian untuk menatap dan berjalan ke depan karena yang tidak diketahui telah berubah menjadi diketahui.

Untuk segala yang menakutkan, pikirkanlah dengan akal, hal apa yang paling buruk yang bisa terjadi sebagai konsekuensinya. Galilah apa yang  akan terjadi jika akibat terburuk yang ternyata muncul. Lalu persiapkanlah diri menghadapi yang terburuk. Sambil tetap berharap bahwa yang terbaiklah yang akan terjadi.  Nasihat Marie Curie di atas, baik dijalani, bahwa hidup tak perlu ditakuti melainkan dipahami.

Pelaut yang belajar berlayar dengan sungguh, tidak akan takut menghadapi badai karena ia yakin akan dapat mengendalikan perahunya. Rasa takut yang hadir setiap hari dan diatasi setiap hari, akan mengasah hidup setiap orang. Ia yang tidak pernah berusaha mengalahkan ketakutan, tak akan pernah mengenal rahasia hidup.

”Keberanian bukanlah ketiadaan rasa takut, melainkan keyakinan bahwa ada hal yang lebih penting daripada ketakutan.” Itu kata Ralph Waldo Emerson, filsuf dan sastrawan abad ke 19.

Doa pendamaian hati oleh Reinold Niebuhr berikut ini semoga juga membantu untuk membebaskan diri dari ketakutan: ”Tuhan, mampukanlah saya untuk menerima hal-hal yang tidak bisa saya ubah, keberanian untuk mengubah hal-hal yang bisa saya ubah, dan kearifan untuk dapat membedakan keduanya.” 

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home