Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 17:52 WIB | Rabu, 14 Desember 2016

Kentang Hitam Lebih Unggul daripada Kentang Putih

Kentang hitam (Plectranthus rotundifolius, (Poir.) Spreng). (Foto: The Guardian)

SATUHARAPAN.COM – Sampai dengan dekade 70, penjaja kacang rebus dan ubi rebus masih menjajakan kentang hitam rebus di pikulan dagangannya. Di pasar-pasar, juga masih dapat dijumpai kentang rebus di penjual umbi-umbian. Kentang hitam kini hanya dijumpai di daerah tertentu.Tak mengherankan, tidak banyak atau mungkin bahkan langka generasi masa kini yang mengenalnya.

Studi yang dilakukan Peni Lestari, Ning Wikan Utami, Ninik Setyowati dari Puslitbang Biologi Lembaga Ilmu Pengeahuan Indonesia (LIPI), seperti dimuat di jurnal.krbogor.lipi.go.id, patut dicermati. Kentang hitam sangat berpotensi sebagai pangan, terutama di daerah kering karena kentang hitam tumbuh dan berproduksi dengan baik di lahan kering. Mengutip penelitian yang dilakukan John C Roecklein dan Ping Sun Leung pada 1987, mereka menyebutkan kentang hitam mampu memproduksi 4,5 – 6 ton per ha.

Kentang hitam juga berpotensi dikembangkan sebagai pangan fungsional bergizi  menurut penelitian yang dilakukan A Kishorekumar dan tim pada 2007. Hasil penelitian mereka menyebutkan umbi kentang hitam mengandung asam askorbat.

Umbi kentang hitam, menurut studi tiga peneliti LIPI tersebut, juga mengandung karbohidrat lebih banyak, 33,7 gr/100 gr, dibandingkan dengan kentang biasa yang 13,4 gr/100 gr. Energi dalam umbi kentang hitam bahkan enam kali lipat (400 kal) dibandingkan kentang biasa yang 64 kal.

Masih banyak lagi keunggulan kentang hitam. Umbinya kaya fosfor dan vitamin C dibandingkan dengan kentang dan ubi jalar.

Mengutip penelitian RM Nkansah, ketiga peneliti LIPI juga menyebutkan 100 gram umbi kentang hitam mentah segar mengandung 76 persen air, 21 persen karbohidrat, 1,4 persen protein, 0,7 persen serat kasar, 0,2 persen lemak, dan 0,1 abu.

Kentang hitam populer di negara-negara Sri Lanka, India, Nigeria, Mali, Burkina-Faso, dan Ghana. Dalam kasus di Indonesia, ukurannya yang kecil membuat orang malas mengupasnya, dan menyebabkan budidayanya pun tidak optimal.

Selain diolah dengan cara direbus, umbi kentang hitam sering digunakan sebagai campuran sayur lodeh, sayur asem, hingga diolah jadi jajanan sore.

Pemerian dan Pemanfaatan Kentang Hitam

Kentang hitam, dari keluarga Lamiaceae, memiliki nama ilmiah Plectranthus rotundifolius, (Poir.) Spreng. Wikipedia menyebutkan kentang hitam memiliki banyak nama sinonim, yakni Coleus dysentricus, Baker, Coleus pallidiflorus, A. Chev., Coleus parviflorus, Benth., Coleus rugosus, Benth., Coleus tuberosus, Bth., non Rich., Plectranthus coppinii, Heckel, Plectranthus coppinii, Cornu, Plectranthus tuberosus, Blume.

Kentang hitam merupakan terna menjalar dan semak-semakan dengan tinggi 40-100 cm. Tumbuhan ini berakar pada dasar tumbuhan. Batangnya tegak, sedikit merambat, bersegi empat, tebal, dan agak berbau.

Daun-daunnya tunggal, tebal, bermembran, saling berhadapan dan berselang-seling. Bentuknya bulat telur, berwarna hijau tua pada permukaan atas daun dan hijau muda di bagian bawah. Panjang 2-4 cm dan lebar 3-6 cm, sedikit berbulu, dan tulang daun menyirip.

Bunganya kecil dan berwarna ungu. Tangkainya panjang dengan berukuran 1-2 mm, dan berbulu. Kelopak bentuknya bintang, mahkota berbentuk bibir, warnanya ungu gelap hingga terang, dan panjangnya 7-10(-12) mm dengan bentuk tabung agak membengkok. Kentang hitam berbunga dari bulan Februari-Agustus.

Umbinya kecil, cokelat, dan daging umbinya berwarna putih. Panjang umbinya 2-4 cm. Akarnya serabut, dan membentuk ubi.

Tumbuhan ini, mengutip dari Wikipedia, berasal dari India, yang kemudian menyebar ke Madagaskar, dan Malesia. Di Malesia, tumbuhan ini banyak tumbuh di Malaysia, Indonesia (Sumatera, Jawa, Maluku), dan Filipina.

Di Indonesia, kentang hitam banyak ditanam di Banten, Jakarta, Magelang, Yogya, dan Bali, di dataran dengan ketinggian 40-1.300 meter di atas permukaan air laut dan suka dengan wilayah beriklim panas.

Petani menanamnya setelah menanam padi. Ahli botani Jerman Georg Eberhard Rumphius menyebutkan tumbuhan ini sudah lama ditanam. Menurut catatan Karel Heyne, mengutip Rumphius, kentang hitam banyak ditanam di Jawa dan Bali. Heyne, mengutip tulisan De Landbouw der Inladsche Bevolking op Java (Pertanian dalam Masyarakat Jawa), 1901-02, jilid I:107), menyebutkan tumbuhan ini banyak tumbuh di persawahan Batavia (sekarang Jakarta), dan pertumbuhannya menghendaki tanah yang gembur.

Menurut sejarahnya dulu, orang-orang Portugis menemukan tumbuhan ini tumbuh di Pantai Coromandel di Selandia Baru dan ada pula di Sailan (Sri Lanka), walaupun tak banyak. Ada kemungkinan, orang Arab membawa tumbuhan ini hingga ke India, dan Portugis membawa hingga Malaka. Orang Portugis membawanya sebagai makanan impor dan bagus ditanam di iklim kering.

Dalam bahasa Inggris, dikutip dari situs Flowers of India, kentang hitam disebut chinese potato, coleus potato, hausa potato. Di India, kentang hitam memiliki aneka nama lokal, yakni sambrali (Kannada), kook (Konkani), koorka, koorkka ( Malayalam), siru kizhangu (Tamil).

Di Indonesia, mengutip dari Wikipedia, tumbuhan ini dikenal dengan bermacam-macam nama seperti kentang jawa (Melayu), gombili (Gayo), hombili (Batak), kembili (Aceh dan Sumatera Barat), kentang jawa (Betawi), huwi kentang (Sunda), kambili, daun sabrang (Jawa Timur), gombili, obi sola (Madura), sabrang (Bali), gembili, kentang ireng, kumbili jawa, kentang klici (Jawa), kombili (Maluku), sebrang (Lombok), kentang jawe, kentang kembili (Pontianak dan Kubu Raya).

Dalam pengobatan, umbi kentang hitam berguna sebagai obat bengkak. Menurut penelitian, diketahui umbi dan daun kentang hitam mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol. Dikabarkan juga kentang hitam mempunyai antioksidan yang natural dan antikanker, yang terdapat pada ekstrak etanol daging dan kulit permukaan kentang hitam, juga memiliki aktivitas antiproliferatif yang terbuat dari ekstrak etanol kulit dengan cara yang bergantung pada dosis.

Studi yang dilakukan M Nugraheni, U Santoso, Suparmo, dan H Wuryastuti, "Potential of Coleus tuberosus as an antioxidant and cancer chemoprevention agent" (2011), yang dimuat dalam International Food Research Journal 18 (4): 1471 – 1480, seperti dikutip Wikipedia, menyebutkan asam ursolat dan asam oleanolat mungkin bisa pula digunakan sebagai antikanker dan antioksidan, yang sifat antiproliferatifnya ditunjukkan dengan sifatnya yang menghalang perkembangan kanker dada MCF 7. Selain itu pula, kentang hitam juga mengandung fitosterol dan asam maslinat (maslinic acid).  

Yudi Rinanto dalam studinya pada 2014 (Prodi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA FKIP – UNS),  “Prospek Budidaya Kentang Hitam (Coleus tuberosum) di Lahan Kekeringan”,  menyarankan kentang hitam sangat menarik untuk dikembangkan karena rasanya mirip kentang dan kandungan karbohidratnya yang tinggi. Potensi produktivitas kentang hitam juga tinggi jika dikelola dengan baik. Sayangnya, jika di Afrika bisa mencapai 45 ton/ha, di Indonesia produktivitasnya baru mencapai 5-15 ton per hektar (Suwandi dan Ashandi, 1986; Nkansah, 2004),dikarenakan belum tersedianya teknik bubidaya yang memadai.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home