Loading...
FOTO
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 07:05 WIB | Selasa, 07 November 2017

Ketika Prajurit Kalah Tanpa Raja

Ketika Prajurit Kalah Tanpa Raja
Pameran tunggal Prihatmoko Moki "Prajurit Kalah Tanpa Raja" di Kebun Bibi Jalan Minggiran 61. A MJ II Mantrijeron-Yogyakarta 5 November - 5 Desember 2017. (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Ketika Prajurit Kalah Tanpa Raja
Karya panel "Prajurit Kalah Tanpa Raja" | Silk screen print and water color on paper | Moki.
Ketika Prajurit Kalah Tanpa Raja
Karya panel "Prajurit Lunglai" | Silk screen print and water color on paper | Moki.
Ketika Prajurit Kalah Tanpa Raja
Mural "Prajurit Kalah Tanpa Raja" di dinding kaca perpustakaan Kota Brussel-Belgia dalam Europalia 2017. (Foto: Prihatmoko Moki)
Ketika Prajurit Kalah Tanpa Raja
Mural "Prajurit Kalah Tanpa Raja" di dinding Kebun Bibi dalam program Kiss on the wall. (Foto: Prihatmoko Moki)
Ketika Prajurit Kalah Tanpa Raja
Buku komik "Prajurit Kalah Tanpa Raja" yang diterbitkan perdana oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

"Kota kita tidak memerlukan kata pujian yang berlebihan. Dia hanya perlu sentuhan kasih dari hati nurani kita." (Sri Sultan Hamengku Buwana X dikutip dari Monumen Tapak Prestasi, Yogyakarta)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Apa kabar (pembangunan) Yogyakarta? Kira-kira begitulah pesan tersirat yang disampaikan dalam komik "Prajurit Kalah Tanpa Raja". Komik yang digarap secara kolaboratif untuk pertama kali dipamerkan bersama ilustrasi cerita di Kebun Bibi. Pembukaan pameran yang berlangsung Minggu (5/11) malam diisi dengan bincang-bincang bersama penulis naskah Gunawan Maryanto dan ilustrator Prihatmoko Moki.

Pameran karya komik "Prajurit Kalah Tanpa Raja" yang menampilkan serangkaian media, seperti komik, mural, dokumentasi video, lukisan cat air di atas kertas, dan kanvas karya Prihatmoko Moki berlangsung di Kebun Bibi Jalan Minggiran 61. A MJ II Mantrijeron-Yogyakarta hingga 5 Desember 2017.

Mengambil setting saat Sri Sultan Hamengku Buwana II bertahta pada periode kedua (1811-1812), dikisahkan Waluyo dan Darsono dari Ponjong Gunungkidul yang tergerak untuk membantu perjuangan bregada (prajurit) yang terpojok oleh serangan tentara Inggris dan Sepoy di desanya. Apa yang bisa mereka lakukan untuk membantu prajurit yang terdesak dan terluka saat mereka tidak mengetahui duduk perkara sebenarnya? Apa yang bisa mereka lakukan saat mereka tidak memiliki keahlian, kemampuan, pengetahuan, dan hanya semata-mata mengandalkan semangat?

Moki membuat seri "Prajurit Kalah Tanpa Raja" dari sepuluh bregada (pasukan prajurit) kraton dalam visual lunglai, lesu, tidak berdaya. Kesepuluh bregada tersebut adalah Wirabraja, Ndaeng (Dhaeng), Patang puluh, Jagakarya, Prawiratama, Nyutro, Ketanggung, Mantri Jero, Surokarso (Kepatihan), Bugis.

Pada awal-awal project Moki membuat seri Prajurit Lunglai dari kesepuluh prajurit dalam karya grafis cetak saring di atas kertas dikombinasi dengan pewarnaan cat air (water color). Belakangan Moki mulai mencoba membuat mural untuk project tersebut dan bersambut dengan penulisan naskah oleh Gunawan Maryanto.

Tahun 2016, Kebun Bibi dengan program regulernya Kiss on the Wall mengundang Moki untuk merespon tembok luar galeri yang terletak di Jalan Minggiran dengan mural prajurit Mantrijero yang lunglai terkena panah. Dengan tajuk "Prajurit Kalah Tanpa Raja", mural tersebut menjadi karya pertama yang dihadirkan di ruang publik. Project mural berlanjut di sekitar pasar Prawirotaman dengan "Prawiratama Lunglai". Sementara di sebuah pos kamling di Minggiran hingga saat ini ada satu mural prajurit Mantrijeron.

"Dari sepuluh bregada, baru dua yang termuralkan. Ini saya sedang mempersiapkan untuk prajurit Dhaeng." kata Moki kepada satuharapan.com Jumat (3/11) saat mempersiapkan pameran komik di Kebun Bibi.

Pada akhir Oktober Moki berangkat ke Brussel-Belgia mengikuti Europalia 2017. Seri mural "Prajurit Kalah Tanpa Raja" menghias dua sisi dinding perpustakaan kota Brussel yang terbuat dari kaca dengan panjang kurang lebih 2 x 30 meteran setinggi hampir 5 meter lengkap dengan bait terakhir aksara Jawa "Ma Ga Ba Tha Nga" yang kurang lebih bermakna semua gugur secara sia-sia.

Kebijakan pemimpin kepada rakyat pada obyek yang sama haruslah menggunakan "bahasa" yang sama agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami kebijakan tersebut. Saat pemimpin membuat kebijakan ataupun perintah yang berbeda kepada rakyatnya pada obyek yang sama akan berpotensi terjadinya konflik secara destruktif diantara mereka. Selama dua bulan mural tersebut akan menghias gedung perpustakaan Kota Brussel-Belgia.

"Prajurit Kalah Tanpa Raja" adalah komik yang berkisah tentang kondisi sosial di wilayah Yogyakarta akhir-akhir ini. Yogyakarta yang berubah secara cepat atas alasan pembangunan kota dan wilayah yang justru seolah menepikan manusianya. Prajurit adalah metafora dari warga sebuah kota-wilayah yang menjadi wajah dari kota itu. Begitu banyak masalah seperti hotel dibangun di mana saja yang menyebabkan berkurangnya air tanah, tidak ada lagi ruang publik kecuali pusat-pusat perbelanjaan modern, lalu lintas yang crowded saat akhir pekan dan musim liburan berikut problematika perparkiran. Terlebih lagi cara pandang-hidup masyarakat yang mulai berubah menjadi lebih individual dan egois.

Perkembangan pembangunan di wilayah Yogyakarta banyak memunculkan problem dan konflik perebutan sumberdaya alam maupun sumberdaya ekonomi di berbagai lapisan masyarakat. Dan ketika pasar dan kekuatan modal-kapital lebih banyak berbicara, masyarakat dihadapkan kenyataan harus menghadapinya dengan berbagai cara, daya upayanya. Sendiri. Fenomena Jogja Darurat Panggung, Jogja Berhenti Nyaman, Jogja Ora Didol, Jogja Asat, Jogja Darurat Agraria, sesungguhnya merupakan respon atas perebutan berbagai sumberdaya dimana masyarakat harus mencari jalannya sendiri melawan kekuatan modal-kapital.

Dalam karya yang estetis "Prajurit Kalah Tanpa Raja" Moki seolah memberikan kritik yang menukik pada realitas permasalahan yang dihadapi masyarakat: ketidakhadiran pemimpin dalam kehidupan sehari-hari baik secara fisik ataupun dalam kebijakan-kebijakannya hanya akan menempatkan masyarakat pada satu titik kritis: mencari jalan sendiri atau tersingkir dilindas jaman.

Dan tanpa kehadiran pemimpin di tengah-tengah kehidupan warga, apa yang bisa mereka lakukan?

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home