Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 16:42 WIB | Rabu, 22 Februari 2017

Ketua Komisi II: Pernyataan MA Terkait Ahok Tepat

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Komisi II DPR RI, Zainuddin Amali, menilai tepat keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak untuk memberikan pendapat terhadap status Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), seperti permintaan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo.

Hal ini terkait pro kontra pengangkatan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, karena statusnya sebagai tersangka.

"Saya kira alasan MA benar, mereka tidak mau mengganggu proses sidang yang sedang berlangsung," kata Amali di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, hari Rabu (22/2).

Dia mengatakan, pasca keputusan MA itu maka diserahkan sepenuhnya kepada Mendagri sehingga dirinya mempersilahkan Mendagri dan jajarannya mengkaji, menelaah, dan memutuskan.

Politisi Partai Golkar itu menilai setiap keputusan harus ada pertanggung jawabannya, tetapi dirinya meyakini Mendagri memiliki alasan kuat mengambil kebijakan tersebut.

"Mendagri dalam berbagai kesempatan sudah menyampaikan bahwa beliau bisa bertanggung jawab atas putusan yang diambil," ujarnya.

Sebelumnya, Mendagri mengatakan akan mendatangi MA untuk berkonsultasi terkait gugatan yang dilayangkan Advokat Cinta Tanah Air ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena status Ahok hingga saat ini belum dinonaktifkan. "Saya kira sebagai warga negara, kami ikut saja. Kami hargai semua pendapat, kami rencanakan untuk paling lambat hari Selasa (14/2) pagi menyampaikan ke MA," kata Tjahjo di Gedung DPR, Jakarta, hari Senin (13/2).

Tjahjo mengatakan, pihaknya akan menginventarisasi persoalan penonaktifan Ahok, seperti penandatanganan surat pemberhentian kepala daerah karena status terdakwa dan kasus yang menggunakan dakwaan alternatif.

Dia menjelaskan, selama ini bagi pejabat maupun kepala daerah yang tersangkut hukum dengan dakwaan yang jelas seperti Operasi Tangkap tangan (OTT) langsung diberhentikan.

Dalam perkembangannya, MA menolak untuk memberikan pendapat terhadap status Ahok seperti permintaan Mendagri.

"Isi suratnya adalah, kami tidak memberikan pendapat karena sudah ada dua gugatan TUN (Tata Usaha Negara) yang masuk ke Pengadilan TUN," kata Wakil Ketua MA bidang Yudisial, Syarifuddin, di Jakarta, Selasa (21/2).

Dia menjelaskan, fatwa itu dikeluarkan karena ada dua gugatan TUN mengenai hal yang sama yang sudah dimasukkan ke TUN. Karena itu menurut dia kalau MA memberikan fatwa maka akan mengganggu indepedensi hakim.

"Kalau kita yang memberi fatwa, seperti kita yang memutuskan, kan pengadilan harus berjalan," ujar Syarifuddin.

Juru Bicara MA, Suhadi, menegaskan bahwa MA memang mencegah diri untuk mengeluarkan pendapat bila persoalan itu sudah atau berpotensi dibawa ke tahap pengadilan.

Status Ahok yang saat ini masih menjadi gubernur digugat oleh Advokat Muda Peduli Jakarta (AMPETA) pada tanggal 13 Februari 2017 ke PTUN Jakarta karena menilai Ahok harus diberhentikan sebagai gubernur.

Selain AMPETA, Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) juga mengajukan gugatan ke PTUN pada tanggal 20 Februari 2017 dan menuntut agar Presiden Joko Widodo memberhentikan Ahok sebagai gubernur. (Ant)

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home