Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 16:16 WIB | Selasa, 09 Agustus 2016

Klaim Serangan Teror dan Memuja Kekerasan

Kengerian terjadi di rumah sakit Quetta, Pakistan setelah serangan bom yang menewaskan sekitar 70 orang dan melukai lebih dari 120 orang, hari Senin (8/8). (Foto: dari Dawn)

ISLAMABAD, SATUHARAPAN.COM - Serangan bom bunuh diri pada kerumunan pelayat di rumah sakit di Quetta, Pakistan diklaim dilakukan oleh dua kelompok, Jamaat-ul-Ahrar, sempalan dari Tehreek-i-Taliban Pakistan dan oleh Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS atau ISIS).

Terlepas siapa kelompok yang bertanggung jawab, serangan itu menunjukkan bahwa teroris bukan hanya menggunakan kekerasan dalam aksinya, tetapi mereka juga memuja kekerasan.

Glorifikasi kekerasan sangat menonjol didemonstrasikan oleh ISIS, yang dipublikasikan oleh kantor berita jaringan mereka, Amaq. Bahkan sejumlah serangan yang terjadi di Afganistan, selain banyak disebut diklaim oleh kelompok pemberontak Taliban, juga diklaim oleh ISIS.

Tampaknya pada sebagian serangan teror, makinbanyak pihak yang menglaim sebagai pelaku dan bertanggung jawab. Pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan juga bernada pemujaan dan kebanggan. Hal ini juga terjadi di Indonesia dan beberapa serangan.

Klaim oleh ISIS

Sejumlah komentar menyebutkan bahwa klaim ISIS terhadap sejumlah serangan mematikan di luar Irak dan Suriah sebagai upaya untuk menunjukkan eksistensi dan kekuatannya setelah kemunduran besar yang dialami di Irak dan Suriah akibat serangan terus-menerus terhadap mereka.

Klaim itu untuk memberikan kesan bahwa mereka tetap memiliki kekuatan dan jaringannya makin luas. Terlepas dari kebenaran klaim itu, teror menunjukkan perkembangan yang semakin mengerikan, karena glorifikasi kekerasan juga meluas di kalangan publik.

Dalam kasus Quetta, kelompok ISIS, seperti dikutip Reuters dari Amaq menyebutkan "Seorang jihadis dari Negara Islam meledakkan sabuk peledak di sebuah pertemuan karyawan kementerian kehakiman dan polisi Pakistan di... Quetta."  Amaq memposting berita itu dari Kairo, Mesir.

Sementara kelompok Jamaat-ul-Ahrar yang merupakan sempalan Tehreek-i-Taliban Pakistan, kelompok teroris yang dilarang, mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan yang menargetkan pengacara Bilal Anwar Kasi, yang jenazahnya berada di rumah sakit itu.

Apakah Jamat-ul-Ahrar juga menyatakan menjadi bagian dari ISIS, seperti halnya kelompok teror di Libya dan Al Sabaab di Somalia yang juga menyatakan berbaiat dan bagian dari ISIS? Tentang hal ini belumlah jelas.

Serangan di Quetta sendiri begitu mengerikan, karena pelayat yang sebagian besar adalah pengacara datang untuk kedukaan atas kematian rekan mereka, Presiden Asosiasi Pengacara Balochistan (BBA), Bilal Anwar Kasi. Dia meninggal akibat serangan tembakan.  Sebanyak 50 dari 70 korban tewas adalah pengacara terkenal, anak pejabat dan pimpinan partai.

Perjuangan untuk Apa?

Namun demikian, sejumlah klaim mereka semakin mempertajam pertanyaan apakah mereka merupakan kelompok yang berjuang untuk sebuah ideologi atau kelompok kepentingan yang menggunakan agama. Apakah mereka mendasarkan pada iman Islam atau menggunakan Islam untuk kepentingan mereka?

Beberapa klaim mereka memang terlihat ganjil. Klaim atas serangan di kota pantai Prancis, Nice, yang menggunakan truk  pada hari kamis (14/7) malam terhadap kerumunan orang yang hendak menyaksikan pesta kembang apai, bisa jadi contoh.

Melalui kantor berita Amaq, ISIS mengkalim bahwa pelakunya, Lahouaiej-Bouhlel, adalah jihadis mereka. Padahal para saksi menyebutkan pelaku itu tidak menunjuikkan kebiasaan sebagai orang yang taat dalam agama.

Otoritas Prancis, berdasarkan sejumlah saksi, menyatakan pelaku serangan menjadi radikal “dengan sangat cepat.” Padahal dia diketahui mempunyai kebiasaan merokok, minum alkohol dan tidak pernah pergi ke masjid, sebuah citra yang jauh dari yang diklaim jihadis ISIS.

Pada serangan terhadap sebuah kelab malam kelompok gay di Orlando Amereka Serikat pada Minggu (12/6) juga diklaim oleh ISIS dilakukan oleh jihadis mereka, Omar Mateen.

Presiden AS, Barack Obama, menyebutkan tidak ada bukti pelaku merupakan bagian komplotan ISIS. Apalagi kemudia diketahui bahwa Omar Mateen juga terdaftar sebagai pelanggan kelab itu, dan ada yang menyebutkan dia bermasalah dengan teman di sana.

Fakta klaim ISIS dan latar belakang pelaku seperti itu, menimbulkan pertanyaan apakah jihadis ISIS juga suka minuman alkohol, seperti pelaku serangan Nice? Atau ISIS yang menyebut anti gay, mempunyai jihadis seorang gay dan pelanggan kelab malam? Kalau tidak terpaksa harus dinyatakan bahwa Omar Mateen menjadi ‘’radikal dengan begitu cepat’’ seperti pelaku serangan Nice.

Hentikan Glorifikasi Kekerasan

Mencermati hal-hal tersebut dan mengacu banyak pernyataan ulama senior di seluruh dunia bahwa ISIS bukan Islam, serta kekerasan yang telah dilakukan di berbagai negara, terutama di Suriah dan Irak, benang merah pembatasnya telah menjadi jelas.

Berbagai serangan teror oleh ISIS atau yang diklaim oleh ISIS atau oleh pihak lain adalah tindakan ‘’pengagungan’’ kekerasan, bahkan apa yang dilakukan oleh pelaku di Nice dan Orlando pun diangkat dengan kebanggan. Maka, Islam dan umat Islam yang ikut disebut-sebut, juga menjadi bagian dari korban glorifikasi kekerasan ini.

Kelompok teroris selama ini eksis di wilayah-wilayah di mana ada pihak yang ‘’menyambut’’ glorifikasi kekerasan’ ini, seperti yang jelas disaksikan dalam kasus di Pakistan di mana konflik sektarian terus disiram bahan bakar.

Oleh karena itu, upaya untuk mengatasinya adalah jika di satu wilayah atau negara, umat manusia, apapun agamanya, mampu memadamkan perilaku ’’glorifikasi kekerasan.’’ Sebab, sangatlah ganjil jika ada umat beragama, termasuk Muslim, memuja seorang (gay) yang membunuh dengan brutal sebagai martir.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home