Loading...
HAM
Penulis: Eben E. Siadari 11:05 WIB | Senin, 19 September 2016

Koalisi Negara Pasifik Bawa Pelanggaran HAM Papua ke PBB

Perdana Menteri Vanuatu, Charlot Salwai (Foto: AFP)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sejumlah negara di kawasan Pasifik yang tergabung dalam Pacific Islands Coalition for West Papua (PICWP) atau Koalisi Pulau-pulau Pasifik untuk Papua Barat, bertekad akan membawa isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua ke Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang ke-77 di New York bulan ini.

Langkah itu diambil setelah pembahasan pelangagran HAM Papua tidak mendapat terobosan substantif pada pertemuan para pemimpin negara-negara Pasifik yang tergabung dalam Pacific Islands Forum (PIF) di Republik Federal Mikronesia pekan lalu. Dalam komunike bersama mereka, pekan lalu, PIF memang masih mencantumkan isu pelanggaran HAM Papua dalam agenda. Namun, diakui pula bahwa isu itu sangat sensitif bagi sejumlah negara.

"Para pemimpin (PIF) mengakui sensitivitas isu Papua dan setuju bahwa tuduhan pelanggaran HAM di Papua tetap menjadi agenda mereka. Para pemimpin juga menyepakati pentingnya dialog yang terbuka dan konstruktif dengan Indonesia terkait dengan isu ini," demikian bunyi salah satu butir komunike.

PIF adalah forum beranggotakan 16 negara dan wilayah di Pasifik, terdiri dari Australia, Cook Islands, Federated States of Micronesia, Fiji, Kiribati, Nauru, Selandia Baru, Niue, Papau, Papua New Guinea, Republic of Marshall Islands, Samoa, Solomon Islands, Tonga, Tuvalu dan Vanuatu. Dalam pertemuan PIF pekan lalu, anggotanya bertambah dua lagi dengan disahkannya keanggotaan French Polynesia dan New Caledonia.

Isu Sensitif

Banyak pihak berpendapat, kesimpulan tentang Papua dalam forum kali ini merupakan keberhasilan diplomasi Indonesia. Jika tahun lalu di Port Moresby, PIF merekomendasikan adanya misi pencari fakta ke Papua untuk menyelidiki pelanggaran HAM, pada PIF kali ini rekomendasi tersebut tidak dibahas. Komunike bersama PIF tentang isu Papua bahkan cenderung mengesampingkan isu Papua dengan mengatakan itu adalah isu yang sensitif.

Melalui siaran pers Kementerian Luar Negeri RI, ditegaskan bahwa komunike KTT PIF 2016 tidak mencantumkan adanya usulan untuk pengiriman misi pencari fakta. Ditekankan pula bahwa para pemimpin Pasifik sepakat bahwa isu Papua merupakan hal yang sensitif.

Menurut Kemlu, Indonesia dalam forum itu dengan tegas menolak adanya campur tangan asing dalam penanganan urusan dalam negeri, termasuk dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Indonesia menilai ada itikad buruk dari beberapa individu dan LSM asing yang mencoba memperkeruh suasana politik di Papua dan juga Indonesia.

Membawa ke PBB

Lemahnya kesimpulan itu telah mendorong sejumlah negara-negara Pasifik yang selama ini proaktif menyuarakan pembebasan Papua, mendorong langkah membawa masalah ini ke PBB. Berbeda dengan posisi Indonesia yang menganggap perihal HAM adalah urusan dalam negeri, menurut Perdana Menteri Vanuatu, Charlot Salwai, pada pertemuan pemimpin PIF isu HAM dibahas. Ia mengatakan, dalam forum itu juga tercapai konsensus terkait dengan laporan tentang adanya pelanggaran HAM di Papua.

Salwai mengatakan, sebagaimana disiarkan oleh Vanuatu Daily Post, salah satu konsensus adalah membawa isu ini untuk untuk dibicarakan dengan Indonesia, dan juga membawa masalah ini ke komite HAM PBB.

Konsensus ini, kata dia, diambil setelah PIF tidak menindaklanjuti rekomendasi PIF sebelumnya yang meminta adanya misi pencari fakta ke Papua. Ia menambahkan, respons PIF terhadap isu Papua lebih menyarankan agar ia diarahkan langsung ke PBB, daripada dibahas oleh PIF sendiri.

Salwai juga mengakui bahwa hanya sedikit anggota PIF yang mendukung seruan penentuan nasib sendiri Papua. Namun, ia menambahkan, ada lima negara yang mendukung isu penentuan nasib sendiri dan berpendapat bahwa pelanggaran HAM di Papua terjadi berkaitan dengan aspirasi politik.

Sebelumnya, sejumlah pemimpin PICWP telah bertemu di Honolulu atas undangan Ketua PICWP yang juga Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasye Sogavare.

Menurut siaran pers sekretariat pers PM Kepulauan Solomon,  PICWP bertujuan untuk menggalang dukungan negara-negara Pasifik untuk menyerukan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melakukan intervensi atas pelanggaran HAM dan penentuan nasib sendiri bagi Papua. Anggota awal PICWP terdiri dari Pemerintah Kepulauan Solomon, Pemerintah Vanuatu, kelompok Front de Liberation Nationale Kanak et Socialiste(FLNKS), ULMWP dan kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pasifik, Pacific Islands Association Non Govermental Organization (PIANGO).

Dalam pertemuan mereka di Aloha, Honolulu, dukungan terhadap koalisi ini bertambah dengan bergabungnya dua negara Pasifik lain, yaitu  Pemerintah Tuvalu dan Republik Nauru. Kedua negara ini masing-masing diwakili oleh Perdana Menteri Tuvalu, Enele Sopoaga dan Duta Besar Nauru untuk PBB, Marlene Moses. Selain itu Kerajaan Tonga dan Republik Kepulauan Marshall juga telah menyatakan dukungan. Dukungan kedua negara ini telah terkonfirmasi dengan kehadiran Perdana Menteri Tonga, Akilisi Pohiva dan Menteri Pekerjaan Umum Republik Kepulauan Marshall, David Paul.

PICWP Menjadi Motor

Direktur Eksekutif Pacific Islands Association of NGOs (PIANGO), Emele Duituturaga, membenarkan adanya upaya sejumlah negara untuk membawa isu pelanggaran HAM Papua ke PBB. Namun, ia sedikit menyayangkan bahwa upaya untuk membawa isu Papua ke PBB bukan datang dari PIF.

Duituturaga yang sempat membuat heboh karena klaimnya  telah bertemu Sekjen PBB dan menyerahkan laporan tentang genosida di Papua, mengatakan, dalam pertemuan PIF pekan lalu, ia mendengar bahwa isu Papua memang dibicarakan juga. Bahkan, ada diskusi untuk membawa isu itu ke PBB.

Namun, kata Duituturuga, yang turut menghadiri berbagai acara di pertemuan PIF, ia menyayangkan bahwa adanya diskusi untuk membawa isu Papua ke PBB tidak terefleksi pada komunike bersama yang diterbitkan oleh PIF.

"Kami mengetahui dari berbicara dengan individu pemimpin dan pejabat PIF bahwa ada diskusi yang sangat mendukung. Kami juga tahu bahwa dalam draft komunike bersama merefleksikan keinginan untuk membawa isu Papua ke PBB, tetapi ketika komunike itu diterbitkan, isu itu sudah disingkirkan," kata Duituturuga.

Menurut Duituturuga, kini yang akan mengambil inisiatif membawa isu Papua ke PBB adalah PICWP, yang anggotanya telah jelas-jelas menunjukkan komitmen untuk itu.

Duituturuga menambahkan, dirinya kini tengah menjalin komunikasi dengan masing-masing negara anggota PICWP untuk membawa isu PBB ke Papua.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home