Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 09:37 WIB | Sabtu, 18 Februari 2017

Koleksi Museum Alkitab LAI: Perjanjian Baru Beraksara Batak Toba

Alkitab Perjanjian Baru beraksara Batak Toba di dalam vitrin kaca di Museum Alkitab Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat. (Foto: Prasasta Widiadi)

SATUHARAPAN.COM – Museum Alkitab Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) menyimpan koleksi Alkitab Perjanjian Baru dengan aksara Batak Toba.

Bahasa daerah merupakan salah satu unsur yang memperkaya Indonesia. Karena dari berbagai bahasa, logat, dan dialek yang berbeda tersebut, seluruh wilayah dan penduduk di Indonesia memiliki keanekaragaman berbeda-beda termasuk suku Batak, yang berdiam di Sumatera Utara. Salah satu sub bagian dari suku ini adalah Batak Toba yang memiliki bahasa sendiri.

Sama halnya dengan Alkitab, kitab suci yang menjadi tuntunan hidup umat Kristiani tersedia dalam edisi berbagai bahasa daerah yang ada di Indonesia.  

Koleksi Perjanjian Baru Beraksara Batak Toba disimpan di dalam vitrin kaca bersama dengan puluhan koleksi Museum Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) yang terletak di lantai dua Gedung LAI di Jl Salemba Raya Jakarta Pusat. Koleksi tersebut memiliki ukuran yang hampir setara dengan sebuah map yang digunakan orang yang hendak melamar kerja. 

Koleksi tersebut terbuka di bagian tengah. Walaupun koleksi tidak dalam keadaan sempurna, masih dapat dilihat dengan jelas tulisan “New Testament” di dalamnya.

Suku Batak Toba, dalam Wikipedia, merupakan sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang mendiami wilayah Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, sebagian Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga dan sekitarnya.

Persebaran Kristen di Sumatera Utara

Rasa penasaran akan muncul bagi pengunjung, bagaimana sesungguhnya proses persebaran agama Kristen di wilayah yang kini bernama Provinsi Sumatera Utara tersebut. Dalam Wikipedia terdapat beberapa keterangan berbeda. Ada yang menyebut bahwa pada 1820 tiga utusan Pekabaran Injil Baptis dari Inggris, yaitu Nathan Ward, Evans dan Richard Burton dikirim ke Bengkulu untuk menemui Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Sir Stamford Raffles.

Raffles menyarankan supaya mereka pergi ke Utara, ke daerah tempat tinggal suku Batak. Burton dan Ward menuruti petunjuk Raffles. Namun, kegiatan penginjilan yang dilakukan ketiganya tidak berlangsung lama. 

Penginjil lain di wilayah Sumatera Utara yakni dari Amerika Serikat. Mengutip dari Wikipedia, pada 1834 masuk ke Sumatera Utara dua utusan “The American Board of Commissioners for Foreign Mission (ABCFM)” di Boston, yakni Munson dan Lyman.  

Nederlandsche Bijbelgenootschap atau Lembaga Alkitab Belanda mengirim seorang ahli bahasa bernama H Neubronner van der Tuuk untuk meneliti bahasa Batak. Van der Tuuk adalah orang Belanda pertama yang melakukan penelitian ilmiah tentang bahasa Batak, Lampung, Kawi, dan Bali.

Ia juga orang Eropa pertama yang menatap Danau Toba dan bertemu dengan Si Singamangaraja. Ia merasa senang berkomunikasi dan menyambut orang Batak di rumahnya. Van der Tuuk memberi saran supaya lembaga zending mengutus para penginjil ke Tapanuli, langsung ke daerah pedalamannya. 

Tahun 1857, pekabar Injil G. Van Asselt, utusan dari Ermelo, Belanda, melakukan pelayanan di Tapanuli Selatan. Ia memberi pengajaran Kristiani kepada beberapa pemuda setempat. Pada 31 Maret 1861, dua orang Batak pertama dibaptis, yaitu Jakobus Tampubolon dan Simon Siregar.

Pada 7 Oktober 1861 diadakan rapat empat pendeta di Sipirok, yang diikuti dua pendeta Jerman, yaitu Pdt. Heine dan Pdt. Klemmer, serta oleh dua pendeta Belanda, yaitu Pdt Betz dan Pdt Asselt. Mereka melakukan rapat untuk menyerahkan misi penginjilan kepada Rheinische Missionsgesellschaft. Hari tersebut dianggap menjadi hari berdirinya Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).

Salah satu tokoh penting awal mula berdirinya Kristiani di daerah tersebut yakni Ludwig Ingwer Nommensen (1834—1918). Ia menetap di Barus untuk mempelajari bahasa dan adat Batak dan Melayu. Ia tiba melalui badan misi penginjilan "Rheinische Missionsgesellschaft".

Kemudian, pada tahun 1864, ia masuk ke dearah Silindung, mula-mula di Huta Dame, kemudian di Pearaja. Dalam menyampaikan Injil, Nommensen dibantu oleh Raja Pontas Lumban Tobing (Raja Batak Pertama yang dibaptis)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home