Loading...
HAM
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:24 WIB | Sabtu, 01 Agustus 2015

Komnas Perempuan: Muktamar NU-Muhammadiyah Hentikan Kekerasan

Ilustrasi: Sejumlah perempuan yang tergabung dalam Komite Nasional Perempuan Mahardhika memegang spanduk dan poster saat aksi di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (4/3/2012), menyerukan agar pemerintah mengusut tuntas semua kasus kekerasan seksual, mencabut perda/kebijakan yang mendiskriminasi perempuan, serta menuntut keadilan dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual. (Foto: Antaranews/Zabur Karuru)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM  - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengharapkan Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur, dan Muktamar ke-47 Muhamadiyah di Makassar, Sulawesi Selatan, menghasilkan sikap untuk menghentikan kekerasan pada perempuan.

"Mengingat peran strategisnya, baik memberi pandangan kepada negara, maupun membentuk sikap umat dan bangsa, kami harap dalam muktamar kedua organisasi masyarakat keagamaan terbesar di Indonesia ini, dapat memberi prioritas maupun perhatian pada sejumlah isu kekerasan terhadap perempuan," kata Ketua Komnas Perempuan Azriana melalui keterangan tertulisnya pada Antara yang diterima di Jombang, Jumat (31/7).

Perhatian yang diharapkan oleh Komnas Perempuan ini antara lain, pertama, membuat penyikapan, pencegahan, dan penanganan kekerasan terhadap perempuan terutama kekerasan seksual, karena menurut mereka dalam kurun waktu 10 tahun, terdapat 93.000 kasus kekerasan seksual.

Kekerasan seksual itu, terutama menyasar usia remaja dengan 70 persen pelaku adalah orang yang dekat atau dikenal baik oleh korban. Namun, hingga saat ini tindak kekerasan seksual di Indonesia semakin berkembang dan beragam, sementara perangkat hukum yang mengaturnya sangat terbatas.

"Dari 15 jenis kekerasan seksual yang dikenali Komnas Perempuan, baru tiga yang diatur dalam undang-undang," kata Azriana.

Kedua, turut aktif dalam mencegah lahirnya kebijakan diskriminatif atas nama agama dan moralitas, yang menurut Komnas Perempuan, hingga 2014 sudah ada 365 kebijakan yang mengkriminalkan, membatasi mobilitas dan identitas, serta mendiskriminasi perempuan maupun minoritas agama.

"Kami berharap NU dan Muhamadiyah aktif bersikap dan mengkonsolidasikan sikap antidiskriminasi, menjaga perdamaian dan kebhinekaan dalam kebijakan lembaga," kata Azriana.

Ketiga, memberi prioritas pembelaan dan perlindungan kepada perempuan rentan pemiskinan dan kekerasan, seperti buruh migran, pekerja rumah tangga (PRT), korban perdagangan orang dan perempuan, yang sebagian di antaranya terancam hukuman mati di dalam maupun di luar negeri.

"Korban perdagangan orang dan kementerian, menurut data Kemlu RI, hingga saat ini mencapai 229 orang," kata Azriana.

Keempat, Komnas Perempuan mengharapkan kedua ormas keagamaan tersebut, mengeluarkan pandangan-pandangan keagamaan, yang adil dan ramah terhadap perempuan, baik ketika memberi pertimbangan negara, penyikapan publik maupun memastikan komitmen dan teladan pemimpin-pemimpin agama dalam menghapuskan kekerasan terhadap perempuan.

Sementara itu, Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah memandang langkah pro-aktif kedua organisasi masyarakat ini untuk melindungi dan mencegah kekerasan terhadap perempuan, langsung atau tidak langsung, akan melindungi warga NU dan Muhamadiyah sendiri.

"Langkah pro-aktif NU dan Muhammadiyah akan melindungi warganya sendiri, di samping warga negara lain yang berharap dapat perlindungan dan dukungan dari kedua organisasi masyarakat yang berpengaruh ini," kata Yuniyanti.

Nahdlatul Ulama menggelar Muktamar ke-33 di Jombang, Jawa Timur, pada 1-5 Agustus 2015, sedangkan Muhammadiyah menggelar Muktamar ke-47 di Makassar, Sulawesi Selatan pada 3-7 Agustus 2015.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home