Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 21:32 WIB | Selasa, 23 Februari 2021

Konflik Antar Etnis di Ethiopia, 7.000 Orang Mengungsi ke Sudan

Pengungsi Ethiopia terbaring di sebuah gubuk di kamp Um Rakuba di Provinsi Gedaref, Sudan timur, pada 16 November 2020. (Foto: dok. AFP/Ebrahim Hamid)

JENEWA, SATUHARAPAN.COM-Sekitar 7.000 orang melarikan diri akibat kekerasan komunal yang meningkat di Ethiopia barat, untuk mencari keamanan di Negara tetangganya, Sudan, kata PBB, hari Selasa (23/2).

Wilayah itu telah lama diganggu oleh persaingan atas tanah dan sumber daya, dan PBB mengatakan banyak orang yang tiba di Sudan mencari makanan, air, dan perawatan kesehatan.

Pengungsian itu tidak terkait dengan kerusuhan di wilayah Tigray, Ethiopia bagian barat, yang telah mendorong lebih dari 61.000 orang mengungsi juga ke Sudan dalam beberapa bulan terakhir.

Ketegangan meningkat di Zona Metekel di wilayah Benishangul-Gumuz barat sejak 2019, dengan beberapa laporan serangan antar komunal, kata Badan Pengungsi PBB, UNHCR.

Migran Ethiopia yang melarikan diri dari pertempuran sengit di tanah air mereka di Tigray, berkumpul di pusat penerimaan perbatasan Hamdiyet, di negara bagian Kasala, Sudan timur, pada 14 November 2020. (Foto: dok. AFP/Ebrahim Hamid)

 

Beberapa ratus pengungsi melintasi perbatasan pada bulan November tetapi jumlahnya terus meningkat. "Situasi meningkat pesat dalam tiga bulan terakhir," kata juru bicara UNHCR, Babar Baloch, kepada wartawan di Jenewa.

“Cerita yang dari para pengungsi, mereka melarikan diri dari serangan lawan,” kata Baloch. UNHCR mengatakan bahwa dari mereka yang telah mencapai Negara Bagian Blue Nile, Sudan di tenggara, sekitar 3.000 sejauh ini dan telah terdaftar, sementara hampir 1.000 telah diberikan bantuan kemanusiaan.

“Pengungsi telah menerima makanan, akses ke fasilitas kesehatan, air dan sanitasi, serta persediaan bantuan,” kata Baloch. Badan tersebut akan "meningkatkan respons", tambahnya.

Kekerasan etnis telah menjadi masalah yang terus-menerus di bawah Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, yang berkuasa pada tahun 2018 melalui dukungan protes rakyat. Perselisihan mengenai tanah dan sumber daya di Benishangul-Gumuz telah memicu kekerasan antar kelompok etnis.

Beberapa pemimpin kelompok etnis Amhara, terbesar kedua di Ethiopia, telah menegaskan kepemilikan Metekel, klaim yang telah mengobarkan ketegangan dengan etnis Gumuz di daerah tersebut.

Politisi oposisi, terutama Amhara, dalam beberapa bulan terakhir telah menyuarakan kekhawatiran tentang apa yang mereka katakan sebagai kampanye yang ditargetkan oleh milisi etnis Gumuz melawan Amhara dan Agew yang tinggal di Metekel.

Pada akhir Desember, lebih dari 100 warga sipil tewas dalam pembantaian di Metekel. Para penyerang membakar ladang dan rumah, membakar orang hidup-hidup saat mereka tidur, kata Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia, sebuah badan yang berafiliasi dengan pemerintah, tetapi independen.

Militer Ethiopia kemudian membunuh 42 orang yang diduga di antara mereka yang bertanggung jawab, kata pihak berwenang regional. (AFP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home