Loading...
HAM
Penulis: Endang Saputra 12:43 WIB | Minggu, 12 Juni 2016

KontraS Kecam Represi Negara atas Penolakan Reklamasi Benoa

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar. (Foto: Dok.satuharapan.com/Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengecam keras represi aparat keamanan di Bali kepada sejumlah orang yang menggunakan kaos bertuliskan "Bali Tolak Reklamasi", saat kunjungan Presiden Joko Widodo, hari Sabtu (11/6).

“Tindakan ini terdiri pelarangan masuk dalam keramaian warga yang menonton pertunjukan menyambut Presiden, pemukulan pada setidaknya dua orang hingga pengusiran terhadap sejumlah orang yang menggunakan kaos Bali Tolak Reklamasi. Rangkaian tindakan ini adalah kejahatan,” kata Koordinator KontraS Haris Azhar dalam siaran pers yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, hari Minggu (12/6).

Menurut Haris ini sungguh memalukan bahwa kunjungan Presiden Republik Indonesia di Bali membuat ketakutan pada warga yang menyuarakan aspirasi pelestarian lingkungan.

“Pelarangan pada warga sipil yang berkaos Bali Tolak Reklamasi adalah bentuk lain dari ketakutan Pemerintah sekaligus ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat. Situasi ini makin memperburuk catatan rezim Pemerintah Joko Widodo yang represif dengan ekspresi masyarakat,” kata dia.

Sebelumnya pada hari Sabtu, 11 Juni 2016 bertempat di Renon, Bali digelar acara Pesta Kesenian Bali (PKB) yang ke 38, acara ini akan dibuka resmi oleh Presiden RI Joko Widodo. Acara pesta kesenian ini di warnai dengan insiden tindakan arogan, anti demokrasi dan pembungkaman aspirasi demokratis rakyat dari aparat keamanan dimana warga yang memakai kaos "Tolak Reklamasi Teluk Benoa" dilarang menyaksikan parade kesenian Bali ini.

Dilaporkan dari lapangan Renon, salah seorang warga yang hadir dalam acara ini dengan menggunakan kaos "For Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa" diintrogasi aparat keamanan baik itu Polisi ataupun TNI. Mereka yang pake baju tolak reklamasi dipaksa untuk ganti baju, bahkan menurut laporan relawan For Bali yang hadir di acara tersebut dua orang yang menggunakan kaos itu sempat dipukuli dan diusir oleh aparat keamanan yaitu Suriadi Darmoko dan Adi Sumiarta. Akibat tindak kekerasan ini keduanya mengalami luka dan memar.

“Ketika diminta keterangan dan penjelasan kepada pihak keamanan apa alasan dasar larangan warga menggunakan baju tolak reklamasi teluk benoa, pihak keamanan tidak bisa menjawab malah pihak keamanan marah-marah dan mengusir warga bahkan ada yang dipukuli,” kata dia seperti dikutip dari infogsbi.org.

Kejadian teror, intimidasi ini rupanya bukan hanya terjadi di lapangan Renon saja, bahkan sehari sebelum kedatangan Presiden Jokowi ke Bali untuk menghadiri pembukaan acara PKB ini, sudah banyak spanduk dan Baliho tolak reklamasi yang hilang dan dihancurkan, Menurut Wayan Gendo Suardana salah satu tokoh Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa mengatakan, “Baliho selamat datang pak Jokowi dari Barisan Tolak Reklamasi di daerah Pesanggaran dihancurkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, Balihonya hancur lebur,” kata dia.

Selain di Pesanggaran, pagi tadi warga dan pemuda di Sumerta di temui Babinsa juga mengintimidasi warga untuk meminta menurunkan Baliho, karena ditolak dan warga keberatan akhirnya Babinsa mengerahkan Satpol PP, dengan pengawalan ketat TNI Satpol PP menurunkan Baliho di Sumerta. Warga tetap menolak dan setelah diturunkan Satpol PP Baliho Tolak reklamasi kembali dididirikan oleh warga dan pemuda Sumerta.

Pada Sabtu dini hari di Desa Pakraman Pedungan juga terjadi insiden. Baliho yang di pasang juga dirobek oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. 

"Setiap kedatangan Pak Jokowi Ke Bali pasti warga Bali yang menolak Reklamasi teluk Benoa diintimidasi, di teror dan baliho serta spanduk tolak reklamasi yang dipasang dipaksa diturunkan bahkan ada yang di rusak. Kami tidak takut, kami hanya geregetan saja melihat kejadian seperti ini yang penuh lawakan, pihak aparat keamanan ketakutan terhadap kaos Bali Tolak Reklamasi, Kami tidak takut karena nyali kami sudah terlatih menghadapi penindasan. Kami akan tetap berdiri tegak kami akan terus melawan dan tak akan menyerah untuk suarakan Tolak Reklamasi Teluk Bona dan Cabut Perpres No 51 tahun 2015,”  kata Wayan Gendo.

Atas insiden ini Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) melalui Ketua Umumnya Rudi HB Daman di Jakarta yang juga merupakan Kordinator Front Perjuangan Rakyat (FPR) menyampaikan Kecaman atas tindak kesewenang-wenangan aparat Keamanan (Polisi dan TNI) di Bali yang melakukan introgasi, teror, pemukulan dan pengusiran warga yang hadir dalam acara pesta kesenian Bali dengan memakai baju For Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa, yang memaksa menurunkan baliho-baliho tolak reklamasi. Ini adalah tindakan yang brutal dan sewenang-wenang. Ini tindakan yang melawan hukum dan aturan UUD 1945, ini tindakan fasis yang di pertontonkan oleh pemerintah Bali dan Pusat. Ini seperti zaman orde baru.

“Saya menyesalkan kejadian ini, ini mencederai demokrasi, ini adalah tindakan tidak beradab, maka kami minta Presiden Jokowi untuk segera menghentikan dan mengakhiri cara-cara seperti ini, Rakyat tidak takut dan akan tetap melawan,” kata dia.

Menurut Rudi seharusnya justru pemerintah pusat dan daerah terkhusus Presiden melihat dan mendengarkan kenyataan saat ini bahwa rakyat Bali menolak Reklamasi Teluk Benoa, rakyat bali tidak butuh reklamasi, rakyat Bali menuntut Presiden untuk segera mencabut atau membatalkan Perpres 51 tahun 2014 ini yang harus di penuhi oleh Presiden.

“GSBI dan Front Perjuangan Rakyat (FPR) di seluruh Indonesia mendukung penuh perjuangan rakyat Bali Menolak Reklamasi,” kata dia.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home