Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 14:38 WIB | Minggu, 04 Desember 2016

Kotagede: Sugeng Rawuh di Ibu Kota Keroncong

Kotagede: Sugeng Rawuh di Ibu Kota Keroncong
Pembukaan Pasar Keroncong Kotagede 2016 di panggung Loring Pasar oleh Singgih Rahardjo (Dinas Kebudayaan DIY), aktor senior Slamet Rahadjo Djarot, Muhammad Natsir 'Dabey', Sapta Suara (putra ketujuh komponis Kusbini) Sabtu (3/12). (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi).
Kotagede: Sugeng Rawuh di Ibu Kota Keroncong
Orkes keroncong Irama Guyub (Kotagede) saat tampil di panggung Sopingen.
Kotagede: Sugeng Rawuh di Ibu Kota Keroncong
Penanda arah PKK 2016 karya warga Kotagede: Salam Crung.
Kotagede: Sugeng Rawuh di Ibu Kota Keroncong
Oppie Andariesta saat tampil di panggung Sayangan diiringi orkes keroncong Sarlegi-Kotagede.
Kotagede: Sugeng Rawuh di Ibu Kota Keroncong
Suasana sebuah angkringan di pojok panggung Sayangan: bertemu, ngobrol, menikmati keroncong.
Kotagede: Sugeng Rawuh di Ibu Kota Keroncong
Panggung Loring Pasar Kotagede.
Kotagede: Sugeng Rawuh di Ibu Kota Keroncong
Ayo Ngguyu....
Kotagede: Sugeng Rawuh di Ibu Kota Keroncong
Syaharani menutup panggung Loring Pasar - PKK 2016.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Setelah pada penyelenggaraan Pasar Keroncong Kotagede (PKK) tahun lalu, akademisi/pengamat musik keroncong Victor Ganap memaparkan keroncong adalah musik asli Indonesia atas dasar berbagai kajian-fakta bahwa pertama hanya di Indonesia yang ada musik keroncong, kedua hanya di Indonesia musik keroncong berkembang dengan pesat sejak awal abad XX, cara memainkan Cuk dan cak (ukulele) sebagai roh keroncong dan ciri khas keroncong tanpa drum set pun dimainkan secara berbeda, pola ritmis yang ada dalam musik keroncong dapat digunakan untuk mengiringi semua lagu, Ganap mengambil kesimpulan bahwa keroncong adalah musik asli Indonesia.

Perhelatan PKK 2016 dibuka bersama-sama budayawan Muhammad Natsir 'Dabey', Singgih Rahardjo, Sapta Suara (putra ketujuh komponis Kusbini), dan aktor senior Slamet Rahadjo Djarot di panggung Loring Pasar, Kotagede-Yogyakarta, Sabtu (3/12) malam.

Pada pembukaan PKK 2016, Muhammad Natsir 'Dabey' selaku penggagas PKK dalam sambutannya mendeklarasikan Kotagede dengan sejarah panjang keroncong sejak tahun 1930-an yang hingga kini masih eksis dan berkembang di berbagai kalangan sebagai Ibukota Republik Keroncong. Penegasan ini menjadi titik awal pengembangan keroncong di tanah air.

"Dalam setiap Festival Kotagede, panggung keroncong kita pentaskan selama lima malam.  Pelaku keroncongnya warga Kotagede dan sekitarnya. Keroncong bagi warga Kotagede sesungguhnya adalah keseharian mereka. Dan musisi keroncong (di Kotagede) tidak menjadikan keroncong semata-mata sebagai matapencaharian. Lebih dari itu.  Keroncong adalah jiwa raga kami. Profesi pemain keroncong Kotagede justru beragam," kata Natsir kepada satuharapan.com di sela-sela acara temu media Rabu (30/11).

Dalam sambutannya, Slamet Rahardjo memberikan beberapa catatan penting tentang kerukunan dan kebersamaan yang sudah mulai hilang di banyak kota besar di Indonesia.  Sebagai sebuah tempat pertemuan gagasan, PKK tidak sekedar berkumpul mendengarkan keroncong, namun sebetulnya muara perhatian kita pada masa lalu dan harapannya terus berlangsung dan berkembang sampai hari ini.

"Keroncong itu milik bangsa. orang-orang (masyarakat) yang bisa mangayubagya itu adalah gambaran masyarakat yang beradab dan beradat-istiadat. Mengapa masyarakat Jogja mengerti kemanusiaan yang adil dan beradab, karena masyarakatnya memahami dan menjunjung tinggi adat-istiadatnya," kata Slamet dalam sambutannya.

PKK menjadi contoh masyarakat yang pandai berterima kasih. Ada molekul-molekul, titik-titik yang menghubungkan menjadi garis, yaitu sejarah keroncong. Tanpa adanya artefak-artefak, sebuah cerita tidak bisa dicatat sebagai sejarah. Sejak tahun 1930-an di Kotagede sampai hari ini keroncong masih bersemi di Kotagede. Inilah ciri-ciri masyarakat yang pandai berterima kasih sebagai salah satu contoh masyarakat yang beradab, lebih lanjut Slamet Rahardjo

Meskipun sempat diguyur hujan dalam dua hari terakhir, pembukaan PKK 2016 berjalan lancar dimulai dengan penampilan OK Rinonce (Solo) di panggung Loring Pasar salah satunya dengan penampilan legenda keroncong Indonesia, Subardjo HS. Sementara orkes keroncong Irama Guyub membuka panggung Sopingen dengan para pemain-penyanyi dari warga Kotagede. Penyanyi muda Woro (Diatas rata-rata) mendapat apresiasi bagus dari audiens, saat kaum muda mencoba hal baru dengan berkeroncong.

Di panggung Sayangan, orkes keroncong Sarlegi pimpinan Agus Gobik berkolaborasi dengan penyanyi ballad Oppie Andariesta membawakan lagu masing-masing. Pada lagu "Jali-jali", ada tawaran menarik ketika lagu keroncong tersebut pada beberaga bagian lagu tiba-tiba meloncat menjadi hip-hop dan reage.

Pada saat seluruh panggung telah menyelesaikan pementasannya, di panggung Loring Pasar, Wurlitheng berkolaborasi dengan artis serba bisa Suyati atau biasa dipanggil Yati Pesek dan Syaharani menutup acara PKK 2016.

Yati Pesek membawakan tiga buah lagu "Ayo Ngguyu", "Caping Gunung", dan "Tanjung Perak". Sementara Syaharani membawakan dua buah lagu dari albumnya sendiri. Lagu Keroncong Moresko dalam gaya swing jazz yang ringan yang dinyanyikan Syaharani, keroncong menjadi lagu yang ringan.

Interaksi Yati Pesek dengan penonton menjadi hiburan tersendiri. Inilah mungkin yang dimaksudkan Slamet Rahardjo bahwa pasar keroncong tidak sekedar berkumpul mendengarkan keroncong, namun ada dialog-interaksi multi-arah yang bisa dikembangkan.

Dalam celotehan yang sederhana dan lucu Yati membahasakan dialog-interaksi tersebut dengan kalimat sederhana: "apa artinya tepuk tangan tanpa saweran?".

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home