Loading...
SAINS
Penulis: Melki Pangaribuan 14:58 WIB | Selasa, 11 Agustus 2020

KPAI Kecewa Diizinkannya Pembelajaran Tatap Muka Zona Kuning

Ilustrasi. Anak-anak belajar di SD Islam Al Hidayah Jakarta dengan mengenakan pelindung wajah, hari Senin 6 Juli 2020 (Foto: VOA).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan keputusan pemerintah merevisi Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri dengan mengizinkan pembelajaran tatap muka pada zona kuning padahal sangat beresiko bagi anak-anak.

Apabila melihat data Gugus Tugas Covid-19 berarti total yang diizinkan membuka sekolah mencapai 249 kota/kabupaten atau 42 persen jumlah peserta didik.

SKB 4 menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri) merupakan panduan penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran beru 2020/2021 di masa pandemic Covid-19, maka pembukaan sekolah hanya diperkenankan zona hijau, dilakukan secara bertahap mulai dari jenjang SMA/SMK dan SMP.

Sekolah harus memenuhi semua daftar periksa dan siap pembelajaran tatap muka serta orang tua murid setuju pembelajaran tatap muka.

Komisioner KPAI Retno Listyarti, Senin (10/8) mengatakan sebelum membolehkah pembelajan tatap muka pada zona kuning, seharusnya SKB 4 menteri tesebut dievaluasi terlebih dahulu sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaikan pada pengalaman atau praktik di sekolah-sekolah maupun daerah-daerah yang membuka sekolah di zona hijau.

Menurut Retno, dari hasil pengawasan lembaganya pada zona hijau di 15 sekolah di wilayah Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta beberapa waktu lalu menunjukan hanya satu sekolah saja yang siap dan memenuhi daftar periksa yaitu SMKN 11 Kota Bandung.

Dalam pembukaan sekolah di zona hijau seperti di Pariaman (Sumatera Barat) pun, ternyata ada satu guru dan satu operator sekolah yang terifeksi Covid-19, padahal proses pembelajaran tatap muka sudah berlangsung satu minggu.

Zona hijau di Bengkulu, kata Retno, juga membuka sekolah pada 20 Juli 2020 namun dua minggu kemudian wilayah itu menjadi zona merah karena ada tenaga kesehatan di salah satu puskesmas terinfeksi Covid-19.

“Jadi dalam kondisi pandemi ini yang paling utama adalah hak hidup. Yang kedua, hak sehat. Yang ketiga, baru hak pendidikan. Jadi kalau disuruh memilih milih hak hidup dan sehat yang utama,” kata Retno.

Perlindungan Anak Harus Jadi Prioritas

Lebih lanjut Retno menjelaskan keputusan pemerintah yang mengizinkan pembukaan sekolah pada zona kuning harus disertai dengan persiapan pihak sekolah melakukan tatap muka.

Persiapan sekolah yang tidak maksimal memenuhi kriteria pencegahan penularan penyakit dalam protokol kesehatan Covid-19 tambahnya akan berpotensi membahayakan anak.

Menurutnya melindungi anak bukan dengan zona tetapi dengan persiapan pencegahan bahaya penularan yang ketat. Oleh karena itu KPAI ungkap Retno telah mulai melakukan pengawasan langsung kesiapan sekolah di zona apapun untuk melakukan pembelajaran tatap muka.

“Harusnya daftar periksa apa saja yang harus disiapkan termasuk membentuk tim gugus tugas Covid di sekolah, ini kan akan berkesinambungan, harus ada tim yang sebenarnya memantau soal kedisplinan, ketaatan warga sekolah, apakah betul ada hand sanitizer, sabun, tisu lalu bagaimana SOP dibuat seperti ketika anak datang sekolah, di dalam kelas,” tegas Retno.

Tak Paksa Pembelajaran di Zona Kuning dan Hijau

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan pemerintah membolehkan dan bukan memaksakan pembelajaran tatap muka di zona kuning dan hijau.

Walaupun diperbolehkan, lanjut Nadiem, apabila pemerintah daerah dan kepala dinas atau kanwilnya merasa belum siap maka pembelajaran tatap muka tidak harus dilakukan.

“Dan kalaupun pemda dan kepala dinasnya menentukan mereka siap untuk melakukan pembelajaran tatap muka, masing-masing kepala sekolah dan komite sekolah boleh memutuskan bahwa di sekolah tersebut belum siap melakukan pembelajaran tatap muka. Bahkan kalau sekolahnya boleh melakukan pembelajaran tatap muka kalau orang tua murid tidak memperkenankan anaknya untuk pergi ke sekolah karena masih tidak nyaman dengan resiko covid, itu adalah itu prerogative dan haknya orang tua,” ungkap Nadiem Makarim.

Nadiem mengatakan banyak persoalan yang dihadapi guru, orang tua dan siswa selama mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ); seperti guru kesulitan mengelola PJJ dan cenderung fokus pada penuntasan kurikulum, kesulitan orang tua dalam memahami pelajaran dan memotivasi anak saat mendampingi belajar di rumah serta kesulitan siswa konsentrasi belajar dari rumah serta mengeluhkan beratnya penugasan soal dari guru. (VOA)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home