Loading...
FOTO
Penulis: Reporter Satuharapan 18:09 WIB | Rabu, 25 Mei 2016

KPK: Lembaga Penegakan Hukum Bermasalah

KPK: Lembaga Penegakan Hukum Bermasalah
Petugas menggiring salah satu dari enam tersangka yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan di Bengkulu saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5). KPK menetapkan Ketua PN Kepahiang, Bengkulu, Janner Purba, sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap untuk mempengaruhi putusan terkait kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah Bengkulu yang tengah disidangkan di PN Bengkulu. (Foto-foto: Antara)
KPK: Lembaga Penegakan Hukum Bermasalah
Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Bengkulu berinisial JP tiba di gedung KPK setelah dipindahkan dari Bengkulu, Jakarta, Selasa (24/5). JP yang juga menjabat sebagai hakim pengadilan tipikor Bengkulu ditangkap tangan di rumah dinasnya diduga berkaitan dengan kasus hukum yang sedang ia tangani yaitu kasus korupsi di Rumah Sakit M Yunus, Bengkulu.
KPK: Lembaga Penegakan Hukum Bermasalah
Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman memenuhi panggilan KPK di gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5). Nurhadi sempat mangkir dari panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi terkait pengusutan kasus dugaan suap pendaftaran peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
KPK: Lembaga Penegakan Hukum Bermasalah
Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari memberi keterangan kepada wartawan mengenai kunjungannya ke KPK, Jakarta, Selasa (24/5). Kedatangan Ketua KY tersebut merupakan kunjungan balasan untuk membahas sejumlah kasus hukum terkini seperti beberapa kasus korupsi dan operasi tangkap tangan yang melibatkan hakim.
KPK: Lembaga Penegakan Hukum Bermasalah
Ketua KPK Agus Rahardjo (kedua kanan) bersama Jampidsus Kejaksaan Agung Arminsyah (kiri) dan Wakabareskrim Irjen Pol Ari Dono Sukmanto (kanan) memberikan keterangan pers di Hotel Aston Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (23/5). KPK menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Bersama Penegak Hukum 2016 yang berlangsung pada 23-27 Mei 2016 guna mendorong percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi antara lain dengan meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi dan sinergi di antara penegak hukum.
KPK: Lembaga Penegakan Hukum Bermasalah
Menteri ESDM Sudirman Said mendatangi KPK, Jakarta, Selasa (24/5). Sudirman Said datang untuk berkoordinasi dengan KPK antara lain untuk menata sistem "whistle blower", LHKPN, menata sistem laporan gratifikasi, untuk membuat penataan pemerintahan di kementeriannya berjalan lebih baik.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa kondisi lembaga penegakan hukum di Indonesia bermasalah karena ada sejumlah aparat penegak hukum yang ditangkap KPK akhir-akhir ini.

"Ada beberapa yang ditangkap akhir-akhir ini itu menunjukkan bahwa lembaga penegakan hukum kita itu masih bermasalah," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK Jakarta, hari Rabu (25/5).

Pada Senin (23/5) KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kepahiang sekaligus hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) Janner Purba bersama dua rekannya hakim ad hoc PN Bengkulu Toton dan panitera PN Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy di beberapa tempat di Bengkulu.

Sebelumnya, KPK juga menangkap tangan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting dan Syamsir Yusfan.

"Salah satu fungsi dan tugas KPK dalam undang-undang adalah satunya memperbaiki tata kelola termasuk korupsi di sektor penegak hukum. Itu salah satu yang dikerjakan KPK sekarang. KPK ingin bekerja sama dengan kejaksaan, kepolisian dan Mahkamah Agung dan berupaya keras untuk memperbaiki situasi ini agar lebih baik di masa yang akan datang," ungkap Laode.

Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari pun sudah menemui pimpinan KPK pada Selasa (24/5) untuk membahas perbaikan tersebut.

"Kemarin misalnya teman-teman dari KY datang ke KPK untuk membicarakan kira-kira program tindakan yang akan dilakukan antara KPK, KY dan MA agar hal yang seperti kemarin tidak terjadi di masa yang akan datang," jelas Laode.

Dalam perkara tersebut, KPK menetapkan lima orang tersangka yaitu Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang sekaligus hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) Janner Purba, hakim ad hoc PN kota Bengkulu Toton, panitera PN Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy, mantan Kepala Bagian Keuangan rumah sakit Muhammad Yunus Syafri Syafii, mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS Muhammad Yunus Edi Santroni.

Dalam OTT, KPK menyita uang sebesar Rp 150 juta yang diberikan oleh Syafri kepada Janner.

Janner pada 17 Mei 2016 juga sudah menerima uang Rp 500 juta dari Edi, sehingga total uang yang Janner terima adalah Rp 650 juta.

Uang tersebut diberikan agar majelis hakim yang dipimpin oleh Janner Purba dengan anggota majelis Toton dan Siti Ansyiria membebaskan Edi dan Syafri selaku terdakwa yang masing-masing dituntut 3,5 tahun penjara dalam kasus penyalahgunaan honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah Bengkulu Muhammad Yunus. Vonis kasus itu rencananya akan dibacakan pada Selasa (24/5).

KPK menyangkakan Janner dan Toton berdasarkan pasal 12 huruf a atau b atau c atau pasal 6 ayat 2 atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Badaruddin Amsori Bachsin disangkakan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b atau c atau pasal 6 ayat 2 atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP sehingga ia diduga sebagai penerima sekaligus pemberi hadiah atau janji kepada penyelenggara negara dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Sementara Syafri Syafii dan Yunus Edi disangkakan melanggar pasal 6 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp 150 juta dan paling banyak Rp 750 juta. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home