Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 23:07 WIB | Rabu, 04 Desember 2019

KPK Rampungkan Penyidikan Kasus Suap Garuda Indonesia

Tersangka kasus dugaan suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia pada periode 2005-2014 Soetikno Soedarjo memasuki gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (4/12/2019). Mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) itu diperiksa dalam kasus suap proyek pembelian Pesawat Airbus S.A.S A330 dan mesin pesawat Rolls-Royce Holding P.LC pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang menjerat mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar. (Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan proses penyidikan tindak pidana korupsi suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan pencucian uang untuk dua orang tersangka.

Dua tersangka itu adalah Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar (ESA) dan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo (SS).

"Hari ini penyidik menyerahkan tersangka dan barang bukti ke Penuntut Umum atau tahap dua," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (4/12).

Febri mengatakan proses persidangan terhadap keduanya direncanakan akan dilakukan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

KPK membutuhkan waktu selama 2 tahun dan 11 bulan untuk menangani kasus tersebut, terhitung sejak penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik) pada 16 Januari 2017.

Dalam rentang waktu itu, KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap 80 saksi.

Selama proses penyidikan tersebut, kata Febri, tim penyidik mengidentifikasikan kontrak bernilai miliaran dolar AS yang ditandatangani oleh Garuda Indonesia, yakni kontrak pembelian mesin dan perawatan mesin (Total Care Program) Trent seri 700 dengan perusahaan Rolls Royce.

Berikutnya kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

Selain itu, kata Febri, ditemukan dugaan aliran dana yang jauh lebih besar, yaitu dari dugaan awal sebesar Rp20 miliar menjadi Rp100 miliar untuk sejumlah pejabat di Garuda Indonesia.

Febri mengatakan dalam proses penyidikan ini pun KPK mengungkap adanya praktik pencucian uang dan menetapakan ESA dan SS sekaligus sebagai tersangka pencucian uang.

"KPK berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan proses yang lebih efisien dengan cara menggabungkan penanganan korupsi dan pencucian uang dalam perkara ini dan dalam waktu dekat akan dibawa ke persidangan," ujar Febri

"KPK juga menyampaikan terima kasih pada otoritas di berbagai negara yang membantu proses pengumpulan bukti serta kerja sama investigasi di negara masing-masing," kata dia.

Selain Emirsyah dan Soetikno, dalam kasus ini KPK juga telah menetapkan tersangka terhadap Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk 2007-2012 Hadinoto Soedigno (HDS).

Dalam penyidikan kasus itu, KPK telah mengidentifikasi total suap yang mengalir kepada para tersangka maupun sejumlah pihak mencapai sekitar Rp100 miliar.

KPK sebelumnya telah terlebih dahulu menetapkan Emirsyah dan Soetikno sebagai tersangka kasus suap pengadaan pesawat pada 16 Januari 2017.

Keduanya kemudian kembali ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada 7 Agustus 2019 hasil pengembangan dari kasus suap sebelumnya.

Sedangkan Hadinoto ditetapkan sebagai tersangka baru kasus suap pengadaan pesawat tersebut juga pada 7 Agustus 2019. 

Menurut KPK lamanya proses penyidikan kasus karena KPK harus bekerja sama dengan sejumlah otoritas di beberapa negara.

"Kenapa butuh waktu yang lama? Karena penanganan ini punya karakteristik yang khusus. Untuk kasus Garuda ini kami bekerja sama dengan sejumlah otoritas di beberapa negara," Febri Diansyah.

KPK membutuhkan waktu selama 2 tahun dan 11 bulan untuk menangani kasus tersebut, terhitung sejak penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik) pada 16 Januari 2017.

Febri mengatakan dalam kasus tersebut ditemukan aliran dana yang tersebar di puluhan rekening yang berada di lintas negara. Kerja sama antarnegara tersebut, kata dia, cukup memakan waktu sehingga berimbas pada lamanya proses penyidikan.

"Selain itu proyeknya juga berkembang, dokumen-dokumennya juga menjadi jauh lebih banyak," kata Febri.

Menurut dia, rumitnya proses pengungkapan kasus suap Garuda Indonesia berdampak terhadap lamanya waktu penyidikan yang memakan waktu hingga lebih dari dua tahun. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home