Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 21:25 WIB | Selasa, 24 Mei 2016

KPK Tangkap Tangan Hakim Tipikor Bengkulu

Yuyuk Andriati Iskak, Plh Kabiro Humas KPK, di gedung KPK, saat menunjukkan uang suap Rp 150 juta (pecahan seratus ribuan) dalam konferensi pers OTT PN Bengkulu, hari Selasa (24/5). (Foto: Febriana DH)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan tiga oknum penegak peradilan dari Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Provinsi Bengkulu, pada hari Senin (23/5) sore.

Ketiganya yang merupakan penerima suap adalah Janner Purba, Ketua PN Kepahiang Provinsi Bengkulu; Toton, Hakim Adhoc Pengadilan Tipikor Provinsi Bengkulu; dan Badaruddin Amsori Bachsin, Panitera pada Pengadilan Tipikor di Bengkulu. Selain itu, KPK juga menangkap tangan dua orang lainnya sebagai pemberi suap, yakni Edi Santroni, mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD M Yunus Bengkulu; dan Syafri Syafii, mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD M Yunus Bengkulu.

Yuyuk Andriati Iskak, Pelaksana harian Kabiro Humas KPK, dalam konferensi persnya di gedung KPK hari Selasa (24/5) malam, membeberkan kronologis Operasi Tangkap Tangan (OTT) tersebut.

“Pada tanggal 23 Mei 2016 KPK menggelar OTT terhadap lima orang mulai pukul 15.30 WIB hingga pukul 20.45 WIB di beberapa lokasi di Provinsi Bengkulu. Kronologisnya berawal dari penyerahan uang cash sebesar Rp 150 juta dari Syafri kepada Janner di jalan sekitar PN Kepahiang Bengkulu. Usai penyerahan itu, keduanya kemudian pulang ke rumah masing-masing. Tim KPK lalu bergerak ke rumah dinas Janner dan mengamankan Janner beserta uang sejumlah Rp 150 juta pada pukul 15.30 WIB. Sekitar pukul 16.00 WIB, tim KPK mengamankan Syafri di Jalan Kepahiang Bengkulu. Kemudian tim KPK dengan bantuan Polda Bengkulu secara berturut-turut mengamankan Badaruddin dan Toton sekitar pukul 17.00 WIB di PN Bengkulu. Setelah itu lalu mengamankan Edi sekitar pukul 20.45 WIB,” kata Yuyuk.

Uang suap yang diterima tiga oknum penegak hukum itu diduga terkait dengan Perkara Tipikor Penyalahgunaan Honor Dewan Pembina RSUD M Yunus Bengkulu Tahun Anggaran 2011 yang seharusnya disidangkan pada hari Selasa (24/5) di Pengadilan Tipikor Bengkulu dengan terdakwa Edi dan Syafri.

“Uang itu untuk keperluan mempengaruhi keputusan, karena akan disidangkan hari ini,” ucap Yuyuk.

KPK, dikatakan oleh Yuyuk, setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam pasca penangkapan, telah melakukan gelar perkara dan memutuskan untuk meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan sejalan dengan penetapan lima orang tersangka.

Edi dan Syafri sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 6 ayat (1) atau pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b dan/atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Janner dan Toton yang diduga sebagai pihak penerima, disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau pasal 6 ayat (2) atau pasal 11  Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Sedangkan, tersangka Badaruddin disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau pasal 6 ayat (2) atau pasal 5 ayat (2) atau pasal 11  Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Perlu diketahui, pemberian uang Rp 150 juta tersebut bukan merupakan pemberian pertama, tetapi merupakan pemberian kedua.

“Sudah ada pemberian sebelumnya sebesar Rp 500 juta, jadi totalnya Rp 650 juta. Yang 500 juta diberikan oleh Edi kepada Janner pada tanggal 17 Mei 2016,” ujar Yuyuk.

Ketika ditanya ihwal keberadaan uang pemberian pertama tersebut Yuyuk menyebutkan bahwa uang tersebut diketahui masih berada di lemari Janner.

“Uang Rp 500 juta masih berada di lemari ruang kerja Janner di Bengkulu. Akan segera diambil oleh KPK,” katanya.

Yuyuk mengatakan bahwa pengusutan kasus ini bermula dari adanya pengaduan masyarakat.

“Ini dari pengaduan masyarakat, dan ini sudah dipantau cukup lama,” tuturnya.

KPK mengharapkan nantinya akan ada perbaikan serius di ranah pengadilan.

“Kami menyayangkan pola-pola ini terus berulang, karena bukan kali ini saja. Bahkan ini hakim tipikor yang ditangkap KPK. Ini dapat memberi signal bahwa pengadilan, baik di tingkat PN atau selanjutnya harus ada perbaikan,” ujar Yuyuk.

Dalam langkah selanjutnya, dikatakan pula oleh Yuyuk, akan ada kerja sama KPK dengan lembaga penegak hukum untuk mencegah tipikor terjadi lagi di ranah peradilan.

“Melihat ekskalasi penanganan kasus KPK terutama di pengadilan, kami mengupayakan untuk membuka dialog untuk itu demi perbaikan,” kata Yuyuk.

Menurut pantauan, hingga kini pemeriksaan terhadap para tersangka masih berlangsung.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home