Loading...
DUNIA
Penulis: Martha Lusiana 23:13 WIB | Rabu, 01 Juli 2015

Krisis Utang Yunani, Industri Farmasi Eropa Susun Rencana Darurat

GlaxoSmithKline merupakan salah satu industri farmasi di Inggris yang turut menyusun rencana darurat untuk menjaga ketersediaan obat-obatan di Yunani. (Foto: reuters.com)

ATHENA, SATUHARAPAN.COM – Produsen obat-obatan menyusun rencana darurat, menanggapi dampak krisis utang Yunani. Industri farmasi itu mengeluarkan peringatan keras kepada pemerintah. Sebab bila Athena keluar dari zona euro, akan terjadi krisis kesehatan publik akibat kekurangan pasokan obat.

Asosiasi Industri Farmasi Eropa (EFPIA) telah mengirimkan surat kepada Komisi Eropa, menjelaskan pasokan obat Yunani yang lebih rumit daripada negara-negara Eropa lainnya, sehingga kesehatan publik Yunani akan rentan jika negara tésebut keluar dari mata uang tunggal.

Media The Guardian, hari Selasa (30/6), melaporkan, hampir semua persediaan obat di Yunani diimpor dari luar negeri. Yunani tercatat memiliki utang yang belum dibayar kepada perusahaan obat internasional lebih dari 1,1 miliar euro (sekitar 14 triliun rupiah), menurut angka EFPIA. Federasi mengatakan, sejak Desember lalu, negara dan rumah sakit di Yunani belum membayar tagihan obat kepada anggota asosiasi perusahaan farmasi.

Pada pertemuan darurat Asosiasi Perusahaan Farmasi, Hellenic, Senin (29/6), perusahaan-perusahaan internasional seperti Roche, Novartis, Pfizer dan Sanofi setuju menjaga obat mengalir ke Yunani untuk bulan mendatang.

Direktur Umum EFPIA, Richard Bergström, mengatakn, industri obat melobi Komisi Eropa untuk mendapat dukungan. "Dalam skenario terburuk dari 'Grexit', kami percaya integritas rantai obat pasokan berada dalam bahaya, yang akan menciptakan risiko bagi kesehatan masyarakat,” ujar Bergström kepada Vytenis Andriukaitis, Komisaris Kesehatan Eropa.

GlaxoSmithKline dan AstraZeneca, dua perusahaan farmasi terbesar di Inggris, telah menyusun rencana darurat untuk menjaga persediaan obat-obatan di Yunani. Kedua perusahaan tersebut masing-masing mempekerjakan sekitar 200 orang di dalam negeri, terutama staf penjualan, dan mengatakan bahwa mereka saat ini beroperasi seperti biasa.

Seorang juru bicara AstraZeneca mengatakan, "Kami sedang melakukan perencanaan rincian skenario menjelang referendum, dan mengembangkan rencana darurat, termasuk keluarnya Yunani dari euro."

Bergström mengatakan banyak produsen obat telah membicarakan rencana darurat untuk menjaga aliran obat ke Yunani jika negara tersebut tidak menemukan solusi untuk keluar dari utang dan harus meninggalkan euro.

Ia meminta pertemuan dengan Andriukaitis dan komisaris lainnya untuk membahas masalah ini. Beberapa di antaranya akan memerlukan tindakan pihak komisi, seperti pembatasan ekspor obat dari Yunani.
Bergstrom memperingatkan bahwa kekurangan obat akan diperburuk oleh perdagangan paralel yang kelebihan yang akan muncul jika Yunani kembali ke mata uang drachma, dengan kemungkinan depresiasi yang cepat terhadap euro. Hal ini akan menciptakan insentif besar untuk membeli obat murah di Yunani dan menjualnya dengan harga yang lebih tinggi di negara-negara Eropa lainnya.

"Setiap penurunan yang abnormal di Yunani akan menyebar ke seluruh Eropa,” ujar dia.

Pada awal krisis Yunani lima tahun lalu, Novo Nordisk, perusahaan farmasi asal Denmark dan produsen insulin terbesar bagi penderita diabetes di dunia, turut menyatakan protes ketika pemerintah Yunani melaksanakan pemotongan harga 25 persen di beberapa obat-obatan. Perusahaan kemudian semakin memperhitungkan pasokan setelah negosiasi harga yang lebih tinggi, dikhawatirkan potongan harga besar-besaran di Yunani bisa menyebar ke negara-negara lain.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home