Loading...
INSPIRASI
Penulis: Darwin Darmawan 06:48 WIB | Kamis, 18 Oktober 2018

Kuasa Sejati

Penghayatan kepada Tuhan yang Maha Esa mestinya membuat kita sungguh-sungguh menyembah dan berbakti kepada Tuhan.
Mgr. Christophorus Tri Harsono (foto:www.kawali.org)

SATUHARAPAN.COM – Selasa sore, 16 Oktober 2018, saya menghadiri penahbisan Mgr. Christophorus Tri Harsono sebagai Uskup di Keuskupan Purwokerto. Dalam sambutan setelah ibadah, Bapak Uskup mengatakan, sebetulnya beliau tidak mau menjadi Uskup.

Alasannya, selain tanggung jawabnya berat, beliau juga harus mengorbankan banyak hal. Salah satunya: kebiasaan merokok. Tetapi, dalam doa kepada Tuhan,  beliau semakin sadar kalau kepentingan Tuhan perlu ia utamakan ketimbang  kesenangan pribadinya.  Akhirnya, dengan kerendahan hati, beliau menaati pilihan Paus untuk menjadikannya Uskup.

Keputusan Mgr. Tri mengikuti teladan Kristus dalam berbakti kepada Allah Bapa. Iblis pernah menawarkan Yesus Kristus kerajaan dunia dan kemegahannya. Syaratnya, Ia harus menyembah Iblis (lih. Mat. 4:7-8). Tawaran iblis agak ganjil. Mengapa? Sebab Yesus adalah Tuhan, sumber kuasa  dan pemerintahan itu sendiri.

Jika Yesus menghendaki kuasa tersebut, Ia bisa mendapatkannya! Namun, Yesus menolak cobaan iblis itu. Ia tegas berkata, ”Enyahlah iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!”( Mat. 4:10).

Ada dua hal menarik dari jawaban Yesus ini. Pertama, hanya Tuhan yang patut disembah. Berarti, tidak ada hal  lain yang bisa menggantikan posisi Tuhan sebagai pribadi yang boleh dianggap istimewa oleh manusia. 

Kuasa dunia memang menarik untuk dimiliki.  Tetapi,  orang tidak boleh menjadikan kuasa sebagai hal yang paling utama, sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya atau mengingkari iman demi mendapatkan kekuasaan. Ingatlah, Tuhan itu sumber kuasa. Jangan pernah mengejar kuasa dengan melakukan hal yang bertentangan dengan kehendak-Nya!

Kedua, hanya Tuhan yang layak menerima bakti manusia. Bakti bisa diartikan sebagai sikap menghamba kepada pribadi yang luhur atau lebih tinggi. Dalam konteks perkataan Yesus, itu berarti, hanya Tuhanlah yang layak kita layani, kita utamakan, dan kita taati.

Bagaimana caranya? Di dalam dan melalui pekerjaan, studi, dan hidup berkeluarga. Singkatnya, dalam seluruh hidup kita. Apa yang kita pikirkan, katakan, kerjakan, semuanya kita dedikasikan untuk kemuliaan Tuhan.

Kedua hal tadi juga bisa kita kerjakan dalam Praksis Pancasilais.  Penghayatan kepada Tuhan yang Maha Esa mestinya membuat kita sungguh-sungguh menyembah dan berbakti kepada Tuhan.

Bagaimana konkretnya? Dengan hidup yang mencintai manusia, membangun persaudaraan, menjalani demokrasi yang menjunjung tinggi kepentingan rakyat dan hidup berkeadilan. Jika ini yang menjadi fokus dan arah praksis kehidupan kita, niscaya kita akan mendapatkan kekuasaan sejati yang bersumber dari Tuhan sendiri.

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home