Loading...
SAINS
Penulis: Ignatius Dwiana 21:30 WIB | Rabu, 16 April 2014

Laporan: Ratusan Tewas Dalam Membela Lingkungan dan Hak Atas Tanah

Hutan hujan Amazon. (Foto: Wikipedia.org)

SATUHARAPAN.COM – Pemantau internasional menyebutkan ratusan orang tewas saat membela lingkungan dan hak atas tanah di seluruh dunia. Sebuah laporan yang dikeluarkan Selasa (15/4) menyoroti budaya impunitas seputar kematian.

Hasil penelitian dari Global Witness menyebutkan setidaknya 908 orang tewas di 35 negara pada 2002 hingga 2013 selama perselisihan industri penebangan kayu, pertambangan, dan hak atas tanah. Khususnya di Amerika Latin dan Asia Pasifik. Global Witness merupakan organisasi non pemerintah yang berpusat di London yang mengupas jaringan ekonomi di balik konflik, korupsi, dan kerusakan lingkungan.

Laporan Global Witness menyebutkan hanya 10 orang yang pernah dihukum atas ratusan kematian.

Tingkat kematian tersebut meningkat tajam. Rata-rata dua aktivis tewas setiap minggu selama empat tahun terakhir. Ini diakibatkan perebutan sumber daya alam dunia yang makin cepat. Laporan Global Witness dalam laporan berjudul ‘Deadly Environment’ (Lingkungan Maut).

Juru kampanye senior Global Witness Oliver Courtney menyebutkan gejala yang lebih jelas dari krisis lingkungan global daripada kemajuan dramatis dalam pembunuhan orang-orang biasa yang membela hak atas tanah atau lingkungan mereka.

"Ini masalah yang memburuk dengan cepat sebagian besar tidak diketahui, dan mereka yang bertanggung jawab hampir selalu lolos begitu saja," kata Courtney.

Laporan yang dikeluarkan ini mengikuti peringatan mengerikan Panel Antar Pemerintah PBB tentang Perubahan Iklim yang mengatakan pemanasan global mendorong kemanusiaan terhadap resiko belum pernah terjadi sebelumnya karena faktor-faktor kerawanan seperti pangan dan air. Global Witness mengatakan hal ini menempatkan aktivis lingkungan dalam keadaan lebih berbahaya daripada sebelumnya.

Hak atas tanah adalah pusat untuk kekerasan. Karena perusahaan-perusahaan dan pemerintah secara rutin menyerang penawaran rahasia untuk sebagian besar lahan dan hutan pertanian," sebut laporan itu. Ketika warga menolak menyerahkan hak tanah mereka untuk operasi pertambangan dan perdagangan kayu, mereka seringkali terpaksa mengungsi dari rumah mereka atau dalam keadaan lebih buruk.

Penelitian ini menempatkan Brazil sebagai tempat paling berbahaya untuk aktivis lingkungan. Sedikitnya 448 pembunuhan tercatat.

Salah satu kasus yang sangat mengejutkan negara dan gerakan lingkungan global pada 2011 yaitu pembunuhan aktivis lingkungan Jose Claudio Ribeira da Silva dan istrinya, Maria do Espirito Santo da Silva.

" Pasangan itu telah mengecam perambahan pembalak liar di cagar alam dan sebelumnya telah menerima ancaman nyawa mereka," bunyi laporan itu.

Laki-laki bertopeng menembak mati pasangan itu dekat cagar alam berkelanjutan, tempat mereka bekerja selama beberapa dekade memproduksi kacang-kacangan dan minyak alami. Para pembunuh merobek salah satu telinga Jose Claudio sebagai bukti eksekusinya.

Masyarakat adat sangat rentan, kata laporan itu. Dalam banyak kasus, hak atas tanah mereka tidak diakui negara dalam hukum atau praktek. Masyarakat adat ini sering dicap sebagai anti pembangunan karena tidak rela meninggalkan tanah mereka dan praktek-praktek lingkungan yang berkelanjutan, kata Global Witness.

Dikatakan label seperti itu ironis karena masyarakat adat ini sering memiliki insentif kuat untuk melakukan pembangunan berkelanjutan. Karena mereka mencari nafkah langsung dari tanah. Banyak dari masyarakat adat berada di tempat sangat terpencil sehingga sering tidak tahu ada rencana industri untuk tanah mereka sampai buldoser tiba.

Amazon Watch menyebutkan bagian terpencil hutan hujan Amazon Brasil terancam rencana pengembangan industri intensif.  Amazon Watch merupakan organisasi nirlaba yang bekerja untuk perlindungan hutan hujan dan memajukan hak-hak masyarakat adat.

Hampir 50 persen dari hutan hujan Amazon bisa hilang pada tahun 2020 jika tingkat penggundulan terus berlangsung. Amazon Watch menambahkan hampir 400 masyarakat adat yang berbeda tergantung pada hutan untuk kelangsungan hidup mereka. (aljazeera.com)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home