Loading...
HAM
Penulis: Francisca Christy Rosana 20:15 WIB | Selasa, 25 November 2014

LBH APIK: Negara Gagal Lindungi Hak Asasi Perempuan

Ilustrasi. Hari Internasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan diperingati hari ini, Selasa (25/11). (Foto: poverties.org)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Maraknya angka kekerasan seksual di Indonesia dinilai Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Jakarta menunjukkan negara gagal menghormati, memenuhi, dan melindungi hak asasi perempuan di Indonesia.

Ratna Batara Munit, Direktur LBH Jakarta saat konferensi pers Hari Internasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan  di Bakoel Koffie Cikini, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat pada Selasa (25/11) mengatakan LBH APIK sebagai lembaga yang memberikan bantuan dan pembelaan hukum bagi perempuan yang mencari kadilan, menggugat kewajiban negara dalam melindungi warga negaranya, khususnya perempuan seperti dijamin dalam konstitusi.

“Kita terus berhadapan dengan problematika hukum dan masalah sosial sampai sekarang. Dan di 2014 ini masih kita saja berhadapan dengan hal itu. Masalah meruncing ketika secara kualitas dan kuantitas catatan merah tentang kekerasan seksual terhadap perempuan terus bertambah,” kata Ratna.

Korban kekerasan seksual saat ini dinilai Ratna masih mendapat kendala dalam mencari keadilan. “Perkataan pejabat negara yang merendahkan perempuan, praktik hukum syariah tentang qanun khalawat di Aceh yang menghukum korban perkosaan, serta pelaksanaan tes keperawanan dalam rekruitmen Polwan di POLRI adalah contoh kendala keadilan yang dihadapi perempuan,” uajrnya.

Di sisi lain, Siti Mazuma koordinator bidang pelayanan mengungkapkan diversi sering dilakukan pihak kepolisian untuk mendamaikan korban dengan pelaku. Proses pendamaian ini dilakukan dengan sogokan sejumlah uang.

“Dari diversi itu, keluarga korban secara tidak langsung telah diintimidasi,” kata Mazuma.

Lemahnya perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan seksual menunjukkan pentingnya kehadiran undang-undang (UU) yang melindungi dan menjamin kepastian hukum bagi perempuan korban pelecehan dan kekerasan seksual.

“Pemerintah dan DPR harus mengakomodir RUU Pemerkosaan, RUU Kekerasan Seksual, RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender, RUU Peradilan keluarga dan Amandemen UU Perkawinan dalam Program Legislasi Nasional 2015 – 2019. Hal ini sebagai upaya pemenuhan hak perempuan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan,” kata dia. 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home