Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 08:26 WIB | Rabu, 07 Desember 2016

Legislator: Pembubaran KKR Natal adalah Tragedi Intoleransi

Massa di Bandung menolak acara kebaktian kebangunan rohani (KKR) Natal, hari Selasa (6/12). (Foto: Istimewa)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu menilai pembubaran paksa kegiatan ibadah perayaan Natal di gedung di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) ITB, Bandung pada hari Selasa (6/12) yang dilakukan oleh sekelompok massa mengatasnamakan diri Pembela Ahlus Sunnah (PAS) adalah tragedi intoleransi.

Dimana, kata Masinton nilai-nilai sakral kegiatan peribadatan hari besar keagamaan tidak lagi dihargai dan dihormati.

“Negara harus benar-banar hadir memberikan rasa aman dan nyaman kepada setiap warga negara dalam melaksanakan ritual ibadah sesuai agama dan keyakinannya. Apalagi terkhusus dalam perayaan hari-besar keagamaan yang disakralkan setiap tahunnya. Seperti Ibadah Natal, Idul Fitri dan Idul Adha, Maulid Nabi Muhammad, Isra’ Mi’raj, Waisak, Galungan, Imlek, dan lain-lain,” kata Masinton saat dihubungi wartawan di Jakarta, hari Rabu (7/12).

Politisi Partai PDIP ini berharap aparatur negara tidak boleh kalah dan tunduk pada tekanan sekelompok massa dengan cara semena-mena menghentikan prosesi ibadah keagamaan.

“Polisi harus tegas kepada pelaku pembubaran kegiatan ibadah perayaan Natal di gedung Sabuga ITB, Bandung. Karena perbuatan merintangi kegiatan keagamaan adalah perbuatan pidana. Pasal 175 KUHP,“ kata dia.

Pasal 175 KUHP mengatakan, “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang diizinkan, atau upacara penguburan jenazah, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”.

Sebelumnya, menurut Masinton bahwa pihak PAS meminta panitia Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) menyelenggarakan kegiatan keagamaan tersebut di rumah ibadah atau gereja. Karena dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006.

“Dalih pelanggaran Undang-Undang Penataan Ruang dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Mendagri yang dituduhkan pihak PAS yang menolak sangat tidak berdasar. Karena penggunaan ruangan gedung Sabuga ITB dalam perayaan tahunan seperti perayaan Natal yang diselenggarakan panitia KKR sifatnya hanya saat hari itu saja, bukan permanen atau setiap saat. Sama halnya dengan seluruh umat beragama di Indonesia yang melaksanakan prosesi ibadah di luar tempat ibadah pada saat perayaan tahunan keagamaan. Dengan saling menghormati dan menghargai,” kata dia.

“Sepanjang pergaulan saya sehari-hari, yang saya hayati dan pedomani, dalam konsep Tasamuh, Islam memberikan kemudahan bagi siapa saja untuk menjalankan apa yang ia yakini sesuai dengan ajaran masing-masing tanpa ada tekanan. Tasamuh adalah keyakinan terhadap kemuliaan manusia, apapun agamanya, kebangsaannya dan kerukunannya.”

Pada hari Selasa (6/12) PAS meminta agar acara KKR yang akan digelar dipindahkan ke gereja.

Ketua PAS M. Roinul Balad menyatakan, permintaan pemindahan tempat acara tersebut karena tidak sesuai yang tujuan acara, yakni ibadat dan fungsi gedung yang hendak digunakan.

Dia menjelaskan, dengan mengacu Surat Peraturan Bersama (SPB) 2 Menteri Pasal 1 poin 3 yang menyebutkan bahwa rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home