Loading...
BUDAYA
Penulis: Reporter Satuharapan 17:24 WIB | Jumat, 15 September 2017

Leviathan Lamalera Dihadirkan di Bentara Budaya Bali

Prehistoric Soul Project: Leviathan Lamalera yang meraih Hibah Seni Yayasan Kelola 2017. (Foto: Bentara Budaya Bali)

GIANYAR, SATUHARAPAN.COM - Berangkat dari fenomena sosial budaya di Lamalera, desa di pesisir selatan Pulau Lembata sebelah Timur Kepulauan Flores, seniman visual Jonas Sestakresna bersama Prehistoric Soul yang digagasnya, menghadirkan sebuah program bertajuk “Leviathan Lamalera”.

Usai serangkaian project, buah kolaborasi dengan sejumlah seniman terpilih beserta masyarakat lokal Lamalera, sepanjang bulan Juli – Agustus 2017 lalu di Lamalera, kini Leviathan Lamalera dihadirkan di Bentara Budaya Bali (BBB), Jalan Prof. Ida Bagus Mantra No.88A, bypass Ketewel, Gianyar, pada 16-17 September 2017.

Agenda ini bukan sekedar peristiwa seni, melainkan juga seruan kesadaran dan kepedulian akan lingkungan serta budaya. Sejumlah program yang digelar antara lain: Pameran Foto, Artist Talk, Workshop Video Mapping, serta Pertunjukan Teater Multimedia Baru (teks, gambar, animasi, video interaktif, skenografi) yang melibatkan pelaku dari berbagai disiplin ilmu. 

Seniman-seniman yang berkolaborasi di antaranya: Jonas Sestakresna, Bimo Dwipoalam, Dwirachmatika Maharani, D.P. Arsa, Dwianto Wibowo, Kristiawan, Lidya Adventa, Yudi Chandra, Sanggar Purbacaraka, Gilles Saissi, Pierre Alvian, Agha. 

Adapun foto-foto yang dipamerkan merupakan karya seniman DP Arsa, Dwianto Wibowo, Yudi Chandra, dan Kristiawan.

Melalui kolaborasi lintas seniman yang melakukan riset dan penciptaan empat minggu di Desa Lamalera, proyek seni ini berupaya menghadirkan permenungan tentang peran empati kita yang positif terhadap aktifitas masyarakat yang telah berlangsung secara turun temurun. 

Berbagai fenomena sosial budaya, hingga capaian seni instalasi di Lamalera, akan dibincangkan dalam Artist Talk bersama sejumlah seniman yang terlibat dalam kolaborasi di Lamalera; DP Arsa, Jonas Sestakresna, Bimo Dwipoalam, Yudi Chandra, Kristiawan, dan Lidya Adventa.  Selain itu, Jonas Sestakresna, bersama Yudi Chandra,  Bimo Dwipoalam,  secara khusus juga akan memberikan Workshop Video Mapping, pada Sabtu (16/9). Sedangkan pertunjukan akan berlangsung pada Minggu (17/9). 

Leviathan Lamalera, digagas oleh Prehistoric Soul, mencoba memberikan perspektif berbeda perihal dinamika sosial kultural Desa Lamalera berikut derasnya perubahan akibat hadirnya berbagai hal baru. Jika selama ini banyak LSM datang dan hadir membungkus kepentingan mereka dengan seni untuk mencapai tujuan yang sebenarnya tentang konservasi dan perburuan paus, maka Leviathan Lamalera akan menggali dan merepresentasikan nilai budaya asli setempat yang terkandung di dalam aktifitas kultural itu. 

Prehistoric Soul adalah sebuah konsep pertunjukkan yang merekontruksi kehidupan prasejarah melalui multimedia yang melibatkan individu dari lintas disiplin ilmu dengan tujuan mengingatkan manusia untuk tidak mengekploitasi alam dan mengingatkan kebutuhan dasar manusia. 

Prehistoric Soul Project: Leviathan Lamalera, meraih Hibah Seni Yayasan Kelola 2017 dalam bidang Seni Inovatif.  

Penggagasnya, Jonas Sestakresna, adalah pemikir konseptual yang memiliki integritas tinggi, dikenal karena pengalamannya menciptakan acara-acara yang tak terlupakan dan berbagai pertunjukan di kota-kota di Indonesia. Ia juga seorang musisi dan seniman visual, yang terutama memfokuskan diri pada seni media baru, serta mendedikasikan waktunya untuk berbagi ilmu melalui workshop mengenai teater, media baru, dan seni video.

Masyarakat adat Lamalera mempunyai latar belakang keahlian yang berbeda, terbukti dengan kemampuan mereka dalam mempertahankan aktifitas budayanya hingga sekarang di tengah perkembangan jaman. Perpaduan tradisi budaya prasejarah Lamalera dengan multimedia baru ini diharapkan dapat meneguhkan posisi penting Lamalera pada dinamika budaya maritim Asia Tenggara, sekaligus menegaskan keragaman dan keunggulan warisan budaya Indonesia. 

Budaya Maritim di Lamalera ini sudah berlangsung sekitar 600 tahun. Lamalera mempunyai posisi yang sangat penting dalam sejarah dan budaya maritim di Asia Tenggara (R. H. Barnes dalam “Indonesia, Fisher & Weavers of Lamalera“, 1996). Secara khusus, masyarakat Lamalera meyakini paus dalam mitologi mereka adalah kerbau yang dikirim oleh Ibu Pertiwi untuk kelangsungan hidup bersama, disebut juga dengan istilah “Koteklema”. Hingga kini, masyarakat adat Lamalera masih melakukan penangkapan ikan paus khususnya jenis Sperma.

Di sisi lain, berkurangnya populasi mamalia laut dan tingginya tekanan pembangunan yang berdampak pada pemenuhan kebutuhan modern menyebabkan terkikisnya nilai-nilai penting warisan budaya mereka. Perkembangan sosial budaya dan teknologi informasi juga berdampak pada pudarnya pengetahuan mereka tentang tradisi kelautan, pengetahuan perbintangan, filosofi, perahu tradisional dan aturan-aturan adat yang terbalut dalam sistem kearifan lokal.

Capaian seni instalasi The Leviathan Lamalera ini kelak diharapkan menjadi museum kecil multimedia dan landscape art. Sebuah bentuk nyata dari spirit konservasi, juga menciptakan destinasi pariwisata baru yang berdampak secara ekonomis bagi masyarakat. Museum dalam perspektif modern adalah ruang kreatif dan pusat eksibisi bagi pengembangan seni dan budaya setempat. Seluruh hasil dokumentasi kegiatan akan dihibahkan kepada perpustakaan di Desa Lamalera sebagai arsip untuk perkembangan, keberlangsungan, bahan data dan catatan memori bagi semuanya yang peduli akan desa kecil yang mendunia ini. (BBB)

 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home