Loading...
HAM
Penulis: Endang Saputra 22:04 WIB | Rabu, 25 Maret 2015

Lubang Tambang Maut, Komnas HAM: Ada Pelanggaran Hukum

Mediator Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) Yodisman Soratan, kedua dari sebelah kiri. (Foto: Endang Saputra)

JAKARTA,SATUHARAPAN.COM – Mediator Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Yodisman Soratan mengatakan perusahaan tambang pemilik lubang bekas galian di Samarinda yang menewaskan sembilan anak harus ditindak. Mereka melakukan pelanggaran hukum.

“Tentu kita monitor dan mendesak yang bertanggung jawab. Kalau sudah ada unsur pidana kelalaian si koorporasi, itu diproses dong, kan Polres sudah menyidik. Dari hasil penyidikan mereka, apakah ditemukan ada pelanggaran hukum itu yang harus dipastikan,” kata Yodisman dalam diskusi dengan tema ”Lubang Tambang Pencabut Nyawa” di Tebet Jakarta Selatan, Rabu (25/3) sore.

Menurutnya aparat di sana (Samarinda) harus segera bertindak dengan peristiwa tersebut dan menindak dengan pelanggaran hukum.

“Pelanggaran hukumnya ada tiga, yaitu hukum administrasi, kemudian penegakan hukum pidananya termasuk hukum perdatanya, kalau dilihat ada kerugian material dari masyarakat ini bisa menggugat baik ke pemerintah maupun ke korporasinya,” kata dia.

Dia mengatakan kasus tersebut sejak tahun 2011 sampai tahun 2014 Komnas HAM akan monitoring terus.

“Nanti akan kita monitoring kemarin orang tuanya sudah datang ke Komnas HAM nanti kita desak lagi, untuk di follow up,” kata dia.

“Kalau perlu yang akan dimonitor Komnas HAM adalah Poldanya langsung supaya di Polda itu ada bagian pengawasan penyidikan dilihat sudah jalan belum yang dilakukan penyidik-penyidik Polsek setempat,” ia menambahkan.

Selain itu, kata Yodisman justru Komnas HAM mendorong Kementerian Lingkungan Hidup Dirjen Rehabilitasi Hutan dan Lahan harus bekerja benar dalam pengawasannya.

“KLH ini yang harus bekerja benar, karena mereka harusnya lebih paham Undang-undang mereka sendiri daripada polisi,” katanya.

Sebelumnya dikabarkan Muhammad Raihan Saputra, tewas dalam usia sembilan tahun dan anak kesembilan yang tewas tenggelam di kolam bekas tambang di Samarinda yang sudah ada sejak 2011.

Raihan tewas pada Senin (22/12) di kolam bekas tambang batu bara PT Graha Banua Etam di Sempaja Utara, Samarinda. Tubuhnya ditemukan tenggelam pada kedalaman 8 meter.

“Sejak 13 Juli 2011, ada lima kejadian dengan korban tewas sebanyak sembilan orang yang seluruhnya anak-anak,” kata Theresia Jari, aktivis Jaringan Tambang (Jatam) Kalimantan Timur.

Jatam membuat daftar kejadian-kejadian tersebut. Dalam daftar itu disebutkan nama korban, tanggal kejadian, lokasi kejadian, dan hasil penanganannya oleh pihak berwenang.

Pada 13 Juli 2011, tiga anak tewas bersama di lubang bekas tambang batu bara milik Hymco Coal. Atas tewasnya Miftahul Jannah, Junaidi, dan Ramadhani itu, Pemkot Samarinda memberi sejumlah uang tali asih.

Lima bulan kemudian, sepasang anak usia enam tahun, yakni Eza dan Ema, ditemukan tak bernyawa di kolam bekas tambang batu bara PT Panca Prima Mining pada 24 Desember 2011 dekat perumahan Sambutan Idaman Permai, Pelita 7, Samarinda. Pemkot menganggap masalahnya selesai dengan memberi uang santunan.

“Dua kejadian yang relatif dekat waktunya membuat masyarakat waspada. Namun karena akar masalahnya tidak diselesaikan, anak tewas di lubang tambang tetap terjadi, walau setahun kemudian,” kata Theresia.

Pada 25 Desember 2012, nasib malang menimpa Maulana Mahendra, 11 tahun. Maulana tewas tenggelam di galian bekas tambang batu bara milik Said Darmadi di Blok B RT 18 Simpang Pasir, Palaran, Samarinda.

Kolam bekas tambang ini sebetulnya relatif dangkal, hanya sedalam 150 cm dan luasan 10x10 meter, namun karena Maulana tak sempat ditolong saat terjebak lumpur di dasar kolam, ia pun akhirnya tewas tenggelam.

“Kami tidak tahu perkembangan kasusnya yang diusut secara pidana oleh kepolisian,” tambah Theresia.

Kejadian terakhir sebelum kasus Raihan menimpa Nadia Zaskia Putri, murid kelas V SD yang meninggal tenggelam di galian bekas tambang batu bara PT Cahaya Ramadhan di RT 48 Kelurahan Rawa Makmur, Palaran, Samarinda.

Tidak ada kasus hukum dari tewasnya Nadia, namun dikabarkan keluarga mendapat santunan.

“Nadia tewas tepat sehari sebelum pemilu legislatif lalu. Ia tenggelam pada 8 April 2014,” katanya.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home