Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 17:41 WIB | Rabu, 01 April 2015

Machfud Suroso Divonis 6 Tahun Penjara

Machfud Suroso divonis pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah pidana pengganti sebesar Rp 36,818 miliar. (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Direktur PT Dutasari Citra Laras (DCL) Machfud Suroso, yang merupakan kerabat mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, divonis pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan, ditambah pidana pengganti sebesar Rp 36,818 miliar subsider 2 tahun pidana penjara.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Machfud Suroso terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kedua. Menjatuhkan pidana oleh karenanya kepada terdakwa Machfud Suroso dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim Sinung Hermawan di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (1/4).

Machfud adalah terdakwa dalam kasus korupsi proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang.

Putusan tersebut lebih rendah dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Machfud selaku subkontraktor pekerjaan "mechanical engineering" Hambalang divonis selama 7,5 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Menghukum terdakwa Machfud Suroso untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 36,818 miliar dengan ketentuan jika tidak dibayar dalam waktu sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana dengan penjara selama 2 tahun," tambah Hakim Sinung.

Putusan tersebut berdasarkan dakwaan kedua yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri dan orang lain dan merugikan keuangan negara.

"Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan korupsi," kata Anggota Majelis Hakim Anwar.

Sedangkan hal yang meringankan adalah sopan selama di persidangan, tidak mempersulit proses persidangan dan belum pernah dihukum.

Hakim menilai total pembayaran yang diterima perusahaan Machfud dalam pekerjaan mekanikal elektrikal (ME) proyek Hambalang hanya Rp 89,62 miliar sehingga ada sisa pembayaran yang tidak digunakan untuk pekerjaan ME sebesar Rp 95,953 miliar dari kerugian negara total dari proyek Hambalang adalah Rp 464,514 miliar.

Agar dapat menjadi subkontraktor PT Adhi Karya dalam pekerjaan ME, pada 14 September 2009, Machfud memberikan Rp 3 miliar kepada mantan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam.

Namun, ternyata diketahui mantan bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menginginkan proyek Hambalang, sehingga Machfud meminta bantuan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum agar Nazaruddin mundur sehingga Nazaruddin memang mundur.

Machfud pun berperan memberikan fee sebesar 18 persen dari PT Adhi Karya selaku calon pemenang lelang untuk jasa konstruksi sedangkan PT DCL mendapatkan pekerjaan ME.

Setelah dilakukan negosiasi diperoleh perhitungan harga wajar untuk pekerjaan ME sebesar Rp 245 miliar, namun Machfud tidak menyetujuinya karena ada beban fee sebesar 18 persen. Mantan Direktur Operasi I Teuku Bagus Mochmad Noor kemudian memerintahkan agar harga ME ditambah Rp 50 miliar sehingga menjadi Rp 295 miliar belum termasuk pajak.

Artinya, terjadi penggelembungan (mark up) yang bahkan bila ditambah pajak menjadi Rp 324,5 miliar.

KSO Adhi-Wika pun mendapat pembayaran dari Kemenpora sebesar Rp 453,27 miliar dan dari pembayaran itu termasuk realisasi fee 18 persen yang diberikan melalui rekening PT DCL maupun rekening pribadi Machfud serta uang tunai yang seluruhnya Rp 171,58 miliar.

Selain bagian realisasi 18 persen, Machfud juga menerima pembayaran dari PT Adhi Karya Divisi Konstruksi 1 sebesar Rp 12,5 miliar dan dari PT Wijaya Karya sebesar Rp 1,5 miliar sehingga total uang yang diterima sebesar Rp185,58 miliar, yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan ME hanya sebesar Rp 89,15 miliar, sedangkan Rp 96,43 miliar dibayarkan ke pihak lain.

Pihak lain itu antara lain mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningum (Rp 2,21 miliar), Wafid (Rp 6,55 miliar), mantan anggota badan anggaran DPR Oly Dondokambey (Rp 2,5 miliar), panitia pengadaan (Rp 100 juta), anggota DPR (Rp 500 juta), kakak Machfud Siti Mudjinah (Rp 37 miliar), adik Machfud Nunik S (Rp 100 juta), biaya wisata bersama Teuku Bagus (Rp 750,3 miliar).

Sedangkan sebesar Rp 46,507 miliar digunakan untuk kepentingan pribadi Machfud yaitu membayar utang kepada Ronny Wijaya (Rp 1,4 miliar), biaya renovasi tiga unit rumah di Kartika Pinang SE 7 RT 014/RW 016 Pondok Pinang, Kebayoran Lama; rumah di Jalan H Syaip Raya No 19 Gandaria Selatan Cilandak dan rumah di Jalan Alam Elok IX Sektor IV blok IV UY Kav 16 Pondok Pinang (Rp 3,274 miliar); pembelian ruko di Cilandak Barat (Rp 738,7 juta), pembayaran kredit investasi di Bank Panin untuk pembelian ruko di Pondok Pinang (Rp 758,809 juta); pembelian 4 unit kios di Pasar Mayestik Jakarta Selatan sebesar Rp 2,806 miliar; pembelian vila di Sukabumi (Rp 243,745 miliar); pembelian satu unit apartemen di Sudirman Suites (Rp  1,422 miliar); pembelian 15 unit apartemen dan 1 unit kios di Grand Center Poin (Rp 1,67 miliar), pembayaran utang di Bank Panin (Rp 3 miliar). Sisanya sebesar Rp 31,196 miliar dipergunakan untuk kepentingan lain.

Machfud juga berusaha menutupi pengeluaran Rp 21 miliar ke PT Adhi Karya yang merupakan bagian realisasi fee 18 persen dengan membuat seolah-olah pengeluaran tersebut adalah pinjaman dari PT DCL kepada PT Anugerah Indocoal Pratama untuk bisnis pertambangan dan imbalannya Machfud memberikan Rp 5 juta kepada Direktur PT Anugerah Heribertus Eddy dan bahkan memerintahkan Romy Marasabessy untuk menagih kepada PT Adhi Karya untuk menimbulkan kesan pengeluaran uang sebesar Rp 21 miliar adalah pinjaman kepada PT Adhi Karya sehingga PT Adhi Karya terpaksa melakukan pembayaran sebesar Rp 8 miliar.

Dalam persidangan terungkap Machfud telah menerima pembayaran Rp 8 miliar atas upaya terdakwa membuat seolah-olah pengeluaran uang Rp 21 miliar dari DCL ke PT Adhi Karya yang merupakan bagian fee 18 persen adalah merupakan utang piutang.

Sehingga total uang yang didapat dari P3SON Hambalang adalah sebesar Rp 36,7 miliar ditambah Rp 8 miliar yakni 44,7 miliar.

Uang yang secara nyata didapat dari perbuatan tindak pidana korupsi adalah Rp 44,703 miliar dikurangi pengembalian Rp 7,8 miliar yakni Rp 36,818 miliar.

Atas vonis tersebut, Machfud menyatakan pikir-pikir.

"Kita pikir-pikir," kata Machfud.

Sedangkan jaksa KPK juga menyatakan pikir-pikir. (Ant)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home