Loading...
DUNIA
Penulis: Bayu Probo 22:00 WIB | Senin, 28 Juli 2014

Malaysia Rayakan Lebaran Kelabu

Wisatawan memerhatikan bunga yang diletakkan untuk menghormati korban pesawat Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH17 di bandara Schiphol, di dekat Amsterdam, pada 27 Juli 2014. MH17 yang mengangkut 298 penumpang, termasuk 193 warga negara Belanda, jatuh di Ukraina timur pada 17 Juli. (Foto: AFP)

KUALA LUMPUR, SATUHARAPAN.COM – Malaysia merayakan Lebaran pada Senin dengan suasana kelabu, saat keluarga korban Malaysia Airlines MH17 mengenang orang-orang tercinta mereka.

Perdana Menteri Najib Razak mengungkapkan "kesedihan mendalam, simpati dan belasungkawa" kepada keluarga korban MH17 dan orang-orang tercinta dari para penumpang pesawat bernomor penerbangan MH370, yang menghilang pada 8 Maret dan tidak diketahui nasibnya hingga saat ini.

"Tentu saja, saya bisa merasakan dan membayangkan apa yang mereka alami, ketika bangun di hari Idul Fitri dan orang-orang tercinta tidak ada bersama mereka," ungkapnya dalam sebuah pidato televisi, Minggu (27/7) malam.

Total empat puluh tiga penumpang dan kru berkebangsaan Malaysia tewas dalam insiden jatuhnya MH17 di Ukraina pada 17 Juli. Tidak ada korban selamat dari kecelakaan itu.

Lebaran menandai berakhirnya bulan puasa bagi umat Muslim yang biasanya dirayakan dengan berkumpul bersama keluarga. Sekitar 68 persen dari 28 juta populasi Malaysia menganut Islam.

Perdana menteri sebelumnya mengatakan akan mencoba membawa pulang jasad warga Malaysia sebelum Lebaran. Namun menurut otoritas masih diperlukan beberapa pekan untuk mengidentifikasi jenazah dan proses forensik di Belanda.

Dalam pidato terbarunya, Najib kembali menekankan janjinya untuk membawa pulang jenazah warga Malaysia "secepat mungkin untuk dimakamkan."

Beberapa potongan tubuh korban diperkirakan masih tertinggal di lokasi kecelakaan di Ukraina timur.

Kebanyakan penumpang MH17 berkewarganegaraan Belanda dan Amsterdam memimpin tim internasional untuk penyelidikan kecelakaan itu.

Karyawan Malaysia Airlines Alami Tekanan

Jonathan Takom sudah menjadi pramugara Malaysia Airlines selama 16 tahun tanpa ada masalah apa pun, tapi jatuhnya dua pesawat maskapai milik negara itu membuat karyawan dan keluarga mereka mengalami tekanan yang belum pernah muncul sebelumnya.

Kekhawatiran dan keraguan menggantikan rasa aman yang Takom dan koleganya rasakan sebelum insiden MH17 dan MH370. Malaysia Airlines sebelumnya memiliki catatan keamanan yang solid dan terpercaya.

"Khususnya ketika kami tiba mereka (keluarga kru) akan memeriksa apakah kami tiba dengan selamat. Mereka ingin tahu kapan penerbangannya dan khususnya nomor penerbangannya," ungkap Takom (37).

"Ada tekanan dari keluarga saya untuk berhenti. Mereka meminta saya memikirkan tentang usulan itu."

Reputasi Malaysia Airlines hancur ketika penerbangan MH370 menghilang dengan 239 penumpangnya pada Maret dan jatuhnya MH17 di Ukraina pada 17 Juli makin memperparah kondisi itu.

Tragedi ganda itu menewaskan 27 kru Malaysia Airlines.

Belum ada laporan adanya pengunduran diri kru kabin maskapai itu, yang sebelumnya memenangkan banyak penghargaan penerbangan dalam beberapa tahun terakhir.

Namun seorang pilot, yang berbicara tanpa ingin disebutkan namanya, mengaku kalau moral kru kabin berada di tingkat terendah.

"Kami tidak melihat kegembiraan yang biasanya muncul ketika mendarat," ungkapnya.

Seorang pramugara juga mengungkapkan tengah mempertimbangkan pengunduran diri.

"Keluarga saya khawatir tapi tidak mengungkapkannya terang-terangan. Saya tahu mereka prihatin," ungkap pramugara yang sudah bekerja di Malaysia Airlines selama 12 tahun itu.

Sebelum dua kecelakaan itu terjadi, Malaysia Airlines sudah mengalami masalah keuangan yang makin diperparah dengan insiden terbaru itu.

Peluang Datangi Lokasi Kecelakaan MH17 Sangat Kecil

Peluang aparat kepolisian Belanda dan Australia menjangkau lokasi tempat jatuhnya pesawat Malaysia Airlines bernomor penerbangan MH17 sangat kecil, dan upaya tersebut bisa membutuhkan waktu berhari-hari, kata seorang pejabat senior Australia pada Senin.

Tim polisi tidak bersenjata Belanda dan Australia terpaksa menunda rencana mendatangi lokasi tersebut pada Minggu karena baku tembak terjadi di dekat lokasi tempat pesawat itu jatuh.

Pertempuran berlangsung sangat hebat sehingga Belanda membatalkan rencana mengirimkan misi bersenjata internasional untuk mengamankan lokasi itu, dengan Perdana Menteri Belanda mengatakan hal itu “tidak realistis”.

Wakil komisaris Polisi Federal Australia Andrew Colvin mengatakan pihaknya belum tahu kapan tim penyelidik bisa menjangkau lokasi tersebut.

“Sejujurnya peluang kami cukup kecil,” katanya kepada Australian Broadcasting Corporation.

“Jelas pertempuran itu membuat kami terkejut. Jika serangan itu terus berlangsung di darat, kami mungkin membutuhkan waktu beberapa hari sebelum kami merasa aman untuk kembali ke sana,” ucap Colvin.

Dia menambahkan polisi Australia tidak bertanggung jawab mengamankan lokasi tersebut dan hanya akan terlibat dalam pemeriksaan di wilayah jatuhnya pesawat. Colvin memperkirakan mereka membutuhkan waktu lima hari sebelum bisa kembali ke lokasi tersebut.

Otoritas Belanda mengatakan tim itu akan tetap berada di Donetsk, markas pemberontak sekitar 60 kilometer dari lokasi kecelakaan, untuk saat ini.

Sejauh ini, tim penyidik hanya sesekali mendatangi lokasi tersebut karena alasan keamanan, meskipun gencatan senjata sudah diserukan di sekitar lokasi itu oleh pasukan Kiev dan separatis pro-Rusia.

Belanda dan Australia kehilangan total 221 warga negaranya dalam kecelakaan pesawat itu. (AFP/Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home