Loading...
EKONOMI
Penulis: Reporter Satuharapan 14:28 WIB | Sabtu, 18 Maret 2017

Mama-mama Menolak Dilarang Jual Makanan Asli Papua

Mama-mama Menolak Dilarang Jual Makanan Asli Papua
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, didampingi oleh Menteri Perdagangan, Thomas T. Lembong, Menteri BUMN, Rini Soemarno, Gubernur Papua, Lukas Enembe, Walikota Jayapura, Benhur Tommy Mano, serta perwakilan pedagang Pasar Budaya Mama-Mama, melakukan peletakan batu pertama pembangunan Pasar Budaya Mama-Mama dan Youtefa di Jayapura, Papua, hari Sabtu (30/4/2016). (Foto: kemendag.go.id)
Mama-mama Menolak Dilarang Jual Makanan Asli Papua
Pasar Mama-mama di Jayapura (Foto: Antara)

JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Para pedagang yang merupakan penduduk asli Papua yang tergabung dalam Solidaritas untuk Pedagang Asli Papua (Solpap) menengarai Pasar Mama-mama yang kini sudah rampung akan disertifikasi menjadi pasar halal.

Selanjutnya,  mama-mama yang merupakan penduduk asli Papua yang seharusnya menempati pasar tersebut, dilarang berjualan apa yang selama ini sudah mereka jual, seperti daging babi, RW (baca erwe) dan makanan asli Papua lainnya.

Padahal, Solpap menilai, pasar tersebut dibangun berkat  perjuangan Solpap dan mama-mama, sehingga apapun yang hendak dijual di pasar tersebut seyogyanya merupakan hak mama-mama dan tak bisa diatur oleh siapapun. Apalagi semua itu adalah makanan asli orang Papua.

Ungkapan kekhawatiran ini dinyatakan dalam siaran pers Solpap yang diterima oleh satuharapan.com, Jumat (17/03). Ketika satuharapan.com menghubungi Dora Balubun, ketua Solpap, ia membenarkan pernyataan pers tersebut.

Dalam pernyataan pers itu, pada intinya Solpap menolak relokasi mama-mama ke pasar yang akan rampung tersebut, sebelum mereka diajak membicarakan tata kelola pasar dimaksud.  

Lebih jauh, dalam pernyataan itu, Solpap mengusulkan kepada Pemerintah Kota -- dalam hal ini Disperindagkop kota -- agar dalam mempersiapkan mama-mama untuk memasuki pasar baru dan juga dalam hal pemberdayaan mama-mama, wajib berkoordinasi dengan Solpap.  Soalnya, selama ini yang mendampingi mama-mama adalah Solpap.

"Pemerintah Papua harus betul-betul serius dalam mengakomodasi semua kepentingan mama-mama pedagang asli Papua, sesuai dengan amanat UU Otsus tahun 2001," demikian pernyataan Solpap.

"...bahwa semua produk dan barang yang akan diperjualbelikan di dalam pasar tersebut adalah murni hasil dari Tanah Papua dan tidak memberikan kesempatan pada orang lain untuk merebut kesempatan ini; guna menghindari adanya program maupun proyek yang mengatas namakan mama-mama pedagang asli Papua."

Solpap mengusulkan kepada pemerintah agar segera berkoordinasi dengan semua pihak terkait, untuk merancang dan segera mengimplementasikan produk hukum yang melindungi semua produk yang hanya akan dijual oleh orang asli Papua sendiri.

"Kami mengharapkan agar setelah Pasar Mama-mama Papua yang diresmikan oleh presiden nantinya, pemerintah dan Solpap akan terus bekerja sama dalam mendampingi mama-mama sesuai dengan apa yang mama-mama butuhkan," demikian pernyataan Solpap.

Sejarah Pasar Mama-mama Versi Solpap

Diakui oleh Solpap, dibangunnya Pasar Mama-mama Papua adalah atas perintah Presiden Joko Widodo. Pembangunannya dilakukan  lewat Kementerian BUMN, sebagai pengganti Pasar Sementara yang selama 6 (enam) tahun digunakan berdagang oleh mama-mama penduduk asli Papua.

Desakan untuk membangun pasar permanen, berawal dari rasa kepedulian Solpap kepada mama-mama pedagang asli Papua yang dari tahun  ke tahun selalu berdagang di pinggiran jalan; karena tidak adanya tempat yang layak bagi mereka.

Solpap bahkan melihat ada indikasi pembiaran dan perlakuan tak semena-mena oleh pemerintah setempat. Mereka terus digusur, dipindahkan bahkan diusir secara tak layak dari satu tempat ke tempat lain, dengan alasan keindahan dan tata ruang kota.

Padahal semangat UU Otsus tahun 2001 seharusnya menempatkan mama-mama Pedagang asli Papua, yang juga adalah bagian dari Orang asli Papua, terjamin dan dilindungi dalam membangun perekonomian mereka di atas tanahnya sendiri.

Dalam perjalanannya Solpap dan mama-mama terus menyuarakan aspirasi mama-mama kepada pihak pemerintah.  Perjuangan itu bahkan  melahirkan 'martir', yaitu Robert Jitmau yang akrab dipanggil Rojit, yang meninggal secara misterius.

"Pasar permanen yang dibangun oleh pemerintah pusat lewat BUMN ini, merupakan satu pencapaian maju alm. Rojit, dan juga mama-mama bersama Solpap, yang diharapkan nantinya akan digunakan sepenuhnya untuk kepentingan mama-mama, selain berdagang, juga akan menjadi tempat strategis untuk proses pemberdayaan ke depan," demikian pernyataan Solpap.

Pokja Papua Jangan Jalan Sendiri

Kini tatkala pasar tersebut sudah rampung, Solpap dan mama-mama menganggap seakan diperhadapkan dengan Pokja Papua, yang sejak peletakan batu pertama oleh Presiden Joko Widodo hingga pasar sudah berdiri dinilai selalu bergerak sendiri. Mereka, menurut Solpap, tak pernah melakukan koordinasi dalam hal mempersiapkan mama-mama untuk nantinya pindah ke pasar baru.

Pokja Papua, menurut Solpap, selalu bergerak sendiri dengan mengatas namakan Presiden dan kementrian BUMN, seolah-olah mau mengambil alih semua kerja yang selama ini Solpap dan mama-mama sudah buat.

"Pada dasarnya semua yang Pokja Papua rancang dan lakukan sudah dibahas dan disiapkan oleh Solpap untuk nantinya akan diterapkan ke mama-mama dalam persiapan memasuki pasar baru dan proses pendampingan ke depan.  Selayaknya, Pokja Papua sebelum masuk dan melakukan semua program-programnya yang berkaitan dengan mama-mama dan juga pasar baru, harus berkoordinasi intens dengan Solpap," kata Solpap dalam pernyataannya.

"Hal ini yang membuat kami Solpap merasa tidak dihargai dan dianggap sepele oleh Pokja Papua."

Pada saat yang sama, Solpap menilai pemerintah kota (Pemkot) lewat Disperindagkop kota yang langsung membawahi semua pasar dan koperasi di kota Jayapura; tidak jeli dan cermat dalam melihat persoalan ini. "Seolah-olah Pemerintah dan Disperindagkop menutup mata dan seakan-akan menganggap bahwa Solpap tidak ada."

Mempertimbangkan hal itu, Solpap menyatakan sikap menolak dengan tegas semua kegiatan, baik yang sudah, sedang, dan akan dilakukan oleh Pokja Papua dengan mengatas namakan mama-mama Papua, mengingat selama ini tidak ada koordinasi dengan Solpap.

"Solpap tidak akan mengijinkan siapapun, baik individu maupun organisasi atau elemen manapun untuk mengambil, meminta apalagi menggunakan data atau identitas mama-mama untuk keperluan lain di luar kebutuhan mama-mama hari ini; yang nantinya hanya akan menimbulkan konflik internal, baik di antara mama-mama sendiri, maupun antara kami pengurus Solpap dengan  mama-mama," kata Solpap.

"Kami, Solpap, dengan  tegas menyatakan, bahwa selama kami belum duduk bersama dan membicarakan kerja sama yang baik dengan Pokja Papua maupun pemerintah  untuk kepentingan mama-mama, maka tidak ada seorang pun mama-mama yang akan kami akomodasi untuk pindah ke pasar baru."

Untuk mengkonfirmasi hal ini, satuharapan.com mencoba mengontak Pokja Papua yang dipimpin oleh Judith J. Dipodiputro, tetapi belum mendapatkan jawaban.

Solpap dalam siaran persnya mengatakan mereka merupakan gerakan solidaritas yang terdiri dari mama-mama Pedagang asli Papua, SKPKC OFM Jayapura, SKPKC Sinode GKI di Tanah Papua, FOKER LSM  Papua, LP3A Papua, KKRS STFT Fajar Timur, Dehaling UNCEN, GMKI, PMKRI, Pemuda Katolik KOMDA Papua, GARDA-PFIM, ALDP  Papua, IFGF Jayapura, HAPIN Papua dan LBH Papua.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home